Mencermati beberapa perkara. Akhirnya saya jadi menduga (Dugaan loh), bahwa menggabungkan semua perkara baik formil maupun materiil di sidang ke-3 hingga selesai menjadi modus untuk menjegal upaya konstitusional tanpa terlihat menjegal.

Contoh penanganan pengujian Undang-Undang KPK ada sekitar 10 perkara, baik formil dan materiil, dugaan modusnya juga sama, semuanya digabung dalam 1 persidangan. Sehingga proses persidangan berjalan sampai 1 tahun, belum termasuk pengucapan putusan yang hingga saat ini tidak ada kejelasan kapan akan diputus.

Apalagi Undang-Undang Cipta Kerja yang sudah terdaftar ada 14 perkara dan akan terus bertambah selama penanganan pilkada 3 bulan kedepan januari sampai dengan maret. Apabila semua perkara digabungkan di sidang ke-3, maka bisa dibayangkan proses persidangan bisa berjalan lebih dari 1 tahun belum termasuk agenda pengucapan putusan.

Jadi terhadap perkara yang sudah selesai duluan pemeriksaannya, tidak dapat segera memberikan kesimpulan dan menunggu jadwal putusan, karena harus menunggu sampai 14 perkara selesai diperiksa.

Lalu terhadap perkara yang sudah selesai pemeriksaannya bagaimana? Ya tiap sidang tetap diundang hadir. Ngapain? Ya dengerin aja, dengerin perkara-perkara lain diperiksa sampai selesai. Selama setahun? Ya iya……..

Artinya selama proses persidangan berjalan, pelaksanaan Undang-Undang Cipta Kerja pun juga berjalan, sehingga kerugian demi kerugian disetiap cluster akan terus berlangsung, sementara yang diuntungkan atas UU Cipta Kerja akan terus mendulang keuntungan dari mereka yang dirugikan.

Maka menjadi pertanyaan untuk apa kita datang dan menguji ke “Mereka” meminta kepastian hukum yang adil, kalau dalam proses pengujiannya malah kita mendapatkan proses yang sangat lama dan tidak memberikan kepastian, yang sengaja dilakukan oleh “Mereka”. Ingat “JUSTICE DELAYED IS JUSTICE DENIED

Saat ini “Mereka” hanya sibuk dengan urusan kekuasaan yang sedang mereka nikmati, dan dengan urusan kelembagaannya, sampai “Mereka” lupa bahwa Institusi itu dibentuk untuk menjadi Penjaga Konstitusi, menjadi Pelindung Hak Konstitusional / Hak Asasi Manusia setiap Warga Negara.

“Mereka” juga Lupa, apa yang sudah dibangun itu tidak ada yang abadi, saat kepercayaan rakyat (Pemilik Kedaulatan) Hilang/Runtuh. Maka mudah sekali meruntuhkan bangunan itu.

Sudah kebaca polanya

Sekarang polanya sudah kebaca, persidangan ditunda sampai penanganan pilkada selesai, permohonan provisi terkait penundaan pelaksanaan UU cipta kerja pun diabaikan..

Kemudian setelah selesai penanganan pilkada MK akan menggabungkan semua perkara dan prosesnya akan memakan wakti panjang, lebih dari setahun, lebih panjang dari penanganan Perkara UU KPK.

Dan nanti alasannya kenapa prosesnya lama, karena pemohon banyak dan masing-masing menghadirkan ahli jadi prosesnya lama, semakin panjang.

Oleh karena dari awal kita sudah membaca pola permainannya, sehingga kami minta prioritas penanganan perkara dan provisi penundaan pelaksanaan UU Cipta Kerja untuk melihat Political will atas adanya Independensi dan Ketakberpihakan pasca pemberian penganugerahan bintang Mahaputera.

Padahal bisa saja MK memberikan Provisi sebelum menunda persidangan, sehingga ada kepastian hukum yang adil atas proses Pengujian Cipta Kerja di Mahkamah Konstitusi Mkri serta tidak percuma dan tidak membuang waktu, tenaga dan dana yang tidak sedikit untuk keperluan pemberkasan.

Ya biarlah publik yang menilai, silahkan berkomentar

Justice Delayed is Justice Denied

 

Penulis, Victor Tandiansa, SH. MH

Diambil dariĀ https://www.facebook.com/victor.tandiasa

Reporter: KilatNews