Jaksa Pinangki, Seret Politisi Nasdem?
Oleh : Arif Budiman
Politisi Partai Nasional Demokrat (Nasdem) Andi Irfan Jaya, diduga terlibat dalam skandal suap Joko Tjandra. Munculnya nama politisi Nasdem dalam pusaran kasus pinangki, semakin memperlihatkan kasus Joko Tjandra, banyak melibatkan orang-orang besar.
Pemanggilan Irfan Jaya, masih berstatus sebagai saksi, melalui surat panggilan Nomor SPT-4120/F.2/Fd.2/08/2020. Irfan diperiksa pada senin 24 Agustus 2020, di Lantai III Kamar No. 1 Gedung Bundar Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung Jakarta.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Hari Setiyono, mengatakan pemanggilan terhadap Irfan, sebelumnya sudah pernah dilakukan yakni pada senin 10 Agustus 2020. Akan tetapi, pemeriksaan terhadap Irfan belum dapat dilakukan, karena yang bersangkutan beralasan sedang sakit.
Baca Juga:
Laura Kovesi, Putri Keadilan Romania dan Putri Suap Indonesia
Sebagaimana diketahui, sosok Irfan Jaya, ditanah Sulawesi Selatan (Sulsel) cukup populer. Irfan menjabat sebagai Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Nasdem, Sulsel.
Pinangki Buka Suara
Jaksa pinangki, dalam hal ini patut diberikan apresiasi. Sekarang ia sudah mulai berani, menyeret nama-nama besar yang turut terlibat dalam skandal suap yang melibatkan dirinya. Kendati publik sebenarnya, menunggu diungkapnya nama-nama besar lainnya. Sudah barang tentu publik menduga Jaksa Pinangki dalam skandal ini, kemungkinan ia bermain sendiri sangatlah kecil.
Menurut Koordinator Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) Boyamin Saiman, ada satu saksi yang belum diperiksa. Inisial yang diduga kuat mengetahui terkait dengan janji succes fee yang dijanjikan Joko Tjandra untuk Jaksa Pinangki sebesar Rp. 146 Miliar adalah saksi berinisial PG. Publik berharap, MAKI berusaha keras agar saksi ini segera diperiksa. Karena saksi ini bisa menjadi petunjuk untuk mengungkap oknum lain, selain Pinangki.
Baca Juga:
Tak pelak, terseretnya satu persatu nama-nama besar membangkitkan harapan publik tentang cita-cita tegaknya keadilan. Keadilan rupanya masih mampu ditegakkan setegak-tegaknya.
Adagium ‘Fiat Justitia Ruat Caelum’ (Tegakanlah keadilan, sekalipun langit runtuh) rupanya masih berlaku dalam penegakan hukum kita. kendati dalam menegakan keadilan itu kerap berhadapan dengan orang-orang yang memiliki kekuasaan dan uang.
Sekarang ini publik masih menunggu kerja cepat kejaksaan agung untuk mengungkap kasus ini. Sejauhmana ia bersungguh-sungguh dan berniat membersihkan intitusinya dari orang-orang yang berprilaku korup. Kejaksaan agung, sejak semula memang terkesan lamban dalam memeriksa dan mengungkap kasus ini.
Berbeda halnya dengan Bareskrim Polri, sudah secara transparan Polri mengundang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam melakukan gelar perkara.
KPK harus Periksa Kejagung
Lambannya kejagung dalam mengungkap skandal suap yang melibatkan Korps Adhyaksa, Jaksa Pinangki. Melahirkan spekulasi-spekulasi publik atas keterlibatan orang-orang yang ada dikejaksaan.
Dugaan ini, muncul karena Kejagung lamban dalam mengungkap kasus tersebut. Kalau saja, Kejagung cepat dan transparan, mengundang KPK dan Polri untuk memeriksa dan mengungkap kasus ini bersama-sama, nisacaya spekulasi publik tidak seliar ini. Artinya, liarnya asumsi publik, disebabkan oleh lambannya Kejagung dalam memeriksa kasus tersebut.
Baca Juga:
Adanya keterlibatan orang-orang dikejaksaan agung dalam skandal suap Jaksa Pinangki sempat beredar luas. Salah satu nama Jaksa Agung yang beredar luas dan diduga mengetahui pertemuan Jaksa Pinangki dengan Joko Tjandra adalah Jaksa Agung Sanitiar Burhanudin. Namun, Jaksa Agung membantah mengetahui pertemuan itu.
Terlepas dari persoalan itu, kejaksaan harus berani mengembangkan kasus ini, tidak hanya memeriksa Irfan Jaya. Namun kejagung diharapkan harus meminta bantuan KPK untuk ikut terlibat dalam mengungkap kasus yang melibatkan Korps Adhyaksa, Jaksa Pinangki. Tujuannya untuk meredam asumsi liar publik. Tak ada salahnya meminta bantuan KPK untuk megungkap kasus ini. Karena tujuannya baik, mengungkap dan mengembangkan kasus ini agar citra baik kejagung kembali pulih.
Arif Budiman. Penulis adalah Peneliti dan Pemerhati Hukum