Kilatnews.co Pada tahun 2013 buku berjudul “Poerwokoesoemo Untuk Republik” diterbitkan dalam rangka peringatan 100 Tahun K.P.H. Mr. Soedarisman Poerwokoesoemo.[1] Buku tersebut memuat kata sambutan dari Sri Sultan Hamengku Buwono X sebagai Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat dan Gubernur Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Megawati Soekarno Putri sebagai Presiden Kelima RI, dan Meutia Hatta Swasono sebagai Anggota Wantimpres RI bidang Pendidikan dan Kebudayaan, mantan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, dan Guru Besar Antropologi FISIP Universitas Indonesia.

Selain itu, buku tadi juga memuat kata pengantar dari Tim Penyusun Buku, serta tulisan-tulisan para ahli di bidang ekonomi, sosial politik, hukum, agama, mantan Bupati, Forum Wartawan Sepuh, serta tulisan-tulisan dari Rektor mantan Rektor Universitas Janabadra, dan lain-lain. Dengan membaca dan menelaah isi buku itu, pembaca bisa mengenal secara tidak langsung figur Soedarisman Poerwokoesoemo semasa hidupnya beserta peran yang dijalankannya. Tulisan-tulisan dalam buku “Poerwokoesoemo Untuk Republik” memuat beberapa keterangan baru tentang kedudukan Soedarisman Poerwokoesoemo. Selain itu juga menimbulkan pertanyaan-pertanyaan yang menarik untuk diteliti.

Scroll Untuk Lanjut Membaca
Sebuah Tinjauan Terhadap Kedudukan  Mr. Soedarisman Poerwokoesoemo dan Upaya Pencarian Kepustakaan Terhadap Karya-Karyanya (1942-1988)

Keterangan lama tentang kedudukan Soedarisman Poerwokoesoemo dapat diketahui dari biografi singkat yang dibuat oleh beliau sendiri. Biografi itu memuat daftar riwayat hidup dan riwayat perjuangan yang dibuat di Yogyakarta tanggal 30 Maret 1981 dan dimuat dalam bukunya yang berjudul “Sebuah Tinjauan Tentang Pepatih Dalem” (1983).[2]

Biografi tersebut tidak memuat keterangan bahwa Soedarisman Poerwokoesoemo semasa mudanya pernah menjadi salah seorang anggota BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia). Sedangkan keterangan baru yang dimuat dalam buku “Poerwokoesoemo Untuk Republik” memuat tulisan Djoko Suryo yang menyebutkan:

Pemuda Soedarisman pernah menjadi anggota Jong Java (1928), anggota Indonesia Moeda (1930), ketua Sangkara Muda, pimpinan redaksi majalah Ngayogyokarto (1933), anggota Komisi Bahasa Indonesia pimpinan Bung Hatta (1943), dan menjadi Ketua Angkatan Muda Yogyakarta (1945) serta pernah memimpin delegasi Yogyakarta ke Kongres Angkatan Muda di Bandung. Disebutkan pula bahwa pada kongres itu ia terpilih menjadi anggota delegasi yang bertugas untuk menyampaikan hasil keputusan kongres tentang “Indonesia Merdeka Sekarang” kepada Ir. Soekarno. Penting untuk disebutkan bahwa ia juga pernah tercatat menjadi salah seorang anggota BPUPKI.[3]

Keterangan lama dari sumber yang sama yaitu dari biografi singkat, memberi petunjuk bahwa riwayat pekerjaan/pengalaman pekerjaan Soedarisman Poerwokoesoemo sebagai Walikota Yogyakarta dimulai pada tanggal 22 Juli 1947.[4]

Menurut situs resmi Pemerintah Kota Yogyakarta, Walikota pertama dijabat oleh Moh. Enoch, adapun Walikota kedua dijabat oleh Soedarisman Poerwokusumo yang kedudukannya juga sebagai Badan Pemerintah Harian serta merangkap menjadi Pimpinan Legislatif yang pada waktu itu bernama DPR-GR dengan anggota 25 orang.[5]

Sedangkan keterangan baru yang dimuat dalam buku “Poerwokoesoemo Untuk Republik” memuat tulisan K.P.H. H. Setyohardjo Dirjonagoro yang menyebutkan:

Ketika pada tahun 1947, bersama-sama dengan seorang seniman, Bagong    Koesoediardjo, Pak Poerwo mengikuti kursus melukis sehingga beliau pernah menjadi pelukis muda. Menjelang meletusnya clash pertama pada tanggal 21 Juli 1947, tentara penjajah Belanda menduduki ibukota RI yang diungsikan dari Jakarta ke Kota Yogyakarta pada tanggal 4 Januari 1946-27 Desember 1949 oleh Sri Sultan HB IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII yang tentunya didukung oleh beliau selaku Wali Kota Yogyakarta yang pertama.[6]

Pada saat proses penyusunan buku “Poerwokoesoemo Untuk Republik” dikerjakan, sempat beredar fotokopi ketikan daftar buku-buku serta tulisan lain berupa makalah karya Soedarisman Poerwokoesoemo dengan Kop Universitas Janabadra dan terdapat petunjuk bahwa daftar tadi dibuat di Yogyakarta pada Juli 1991.

Buku “Poerwokoesoemo Untuk Republik” tidak memuat fotokopi ketikan yang disebut di muka. Sehubungan dengan hal ini, sudah terdapat petunjuk baru yang menunjukkan adanya 2 karya Soedarisman Poerwokoesoemo yang judulnya diungkapkan dalam bagian Epilog buku “Poerwokoesoemo Untuk Republik.”[7] Sedangkan menurut Ani Rahmani Yudhastawa Mangunsarkara disebutkan:

Tulisan berwujud buku karangan Pak Poerwa cukup banyak, kebetulan ayah ibu sering mendiskusikannya. Kami anak-anaknya ikut mendengarkan, sesekali ikut bertanya. Akhir-akhir ini, saya mencari buku-buku Pak Poerwa di Perpustakaan Daerah di Jln. Malioboro dan Jln. Tentara Rakyat Mataram dan Perpustakaan lain, ternyata hanya menemukan sedikit. . . . .Pencarian buku Pak Poerwa saya teruskan kepada putranya, ternyata dijawab bahwa sepeninggal Pak Poerwa semua buku karangan Pak Poerwa dibawa Garnizun, dan tidak pernah kembali sampai saat ini. . . . .

Harapan saya, semoga keluarga besar Universitasa Janabadra dan semua pihak termasuk Perpustakaan Daerah Pemda DIY, senantiasa proaktif untuk melacak kembali tulisan-tulisan dan buku Pak Poerwa . . . . karena hal tersebut merupakan dokumen sejarah Yogyakarta yang perlu diketahui tidak hanya oleh orang Yogya, tetapi seluruh Indonesia, bahkan dunia, khususnya generasi muda kita. . . . .[8]

Berdasarkan uraian di muka, peneliti ingin menelaah tentang kedudukan Soedarisman Poerwokoesoemo dan melacak karya-karyanya, sehingga penelitian ini diberi judul “Sebuah Tinjauan Terhadap Kedudukan Soedarisman Poerwokoesoemo Dan Upaya Pencarian Kepustakaan Terhadap Karya-Karyanya“.

Secara teoritis/doktrinal, penelitian ini penting bagi Ilmu Hukum, karena Soedarisman Poerwokoesoemo adalah seorang ahli hukum atau yuris Indonesia dan secara formal menyandang title kesarjanaan (Meester in de Rechten) yang menulis skripsi dalam lapangan atau jurusan Staatsrecht (Hukum Tata Negara)[9]. Menurut M. Solly Lubis, Doktrina, ialah anggapan para ahli, misalnya doktrina-doktrina ahli hukum, doktrina para sarjana yang terkenal ini, berpengaruh juga terhadap universitas-universitas. Maka di universitas-universitas pun adalah tidak lengkap dasar dan pembahasan hukum, jika tidak disertai dengan doktrina-doktrina jika perlu.[10] 

Penelitian ini juga penting bagi Ilmu Sejarah, karena Soedarisman Poerwokoesoemo adalah seorang pelaku sejarah. Sehubungan dengan hal ini, Kuntowijoyo menyatakan:

. . . Dalam masyarakat di  mana pun, sekecil apa pun, selalu terdapat pelaku sejarah, yaitu orang yang secara langsung terlibat dalam pergulatan sejarah. . . . . Sekarang ini masih banyak pelaku sejarah dari masa Revolusi yang belum sempat menuliskan pengalamannya. Mereka masih menunggu untuk ditulis pengalamannya oleh sejarahwan yang berminat. . . . . Banyak pelaku sejarah dan saksi sejarah yang menulis sejarah.[11]

Penelitian dan tulisan sejarah memerlukan kejelasan tentang kedudukan seeorang dalam hal tertentu dan tulisan-tulisan seorang tokoh sejarah sebagai sumber dokumen otentik. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjelaskan kedudukan Soedarisman Poerwokoesoemo yang sebenarnya, serta menghimpun bukti-bukti tulisan Soedarisman Poerwokoesoemo, yang otentik dan dapat dibaca serta dipelajari isinya lebih mendalam. Penelitian ini diharapkan dapat mengisi kekosongan yang ada, sebab penelitian terhadap kedudukan Soedarisman Poerwokoesoemo dan pencarian kepustakaan terhadap karya-karyanya, sampai saat penelitian ini dikerjakan, belum ada.

Berdasarkan latar belakang di muka, maka peneliti melakukan penelitian dan melakukan analisis terutama untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut:

  1. Benarkah Soedarisman Poerwokoesoemo tidak pernah tercatat sebagai anggota BPUPKI?
  2. Benarkah Soedarisman Poerwokoesoemo bukan Walikota Yogyakarta yang pertama?
  3. Benarkah tulisan-tulisan Soedarisman Poerwokoesoemo dapat dilacak kembali dan disusun dalam suatu daftar baru yang lebih lengkap?

Kata “kedudukan” berasal dari kata dasar duduk yang artinya meletakkan tubuh dengan bertumpu pada pantat. Dari kata dasar ini, dapat diberi imbuhan “ke” dan akhiran “kan”. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) online, kata “kedudukan” dalam arti keenam ialah status (keadaan atau tingkatan orang, badan atau negara, dsb).[12] Penelitian ini difokuskan pada status keanggotaan Soedarisman Poerwokoesoemo sehubungan dengan adanya suatu badan, yaitu BPUPKI, dan status Walikota Yogyakarta.

BPUPKI adalah suatu badan yang dibentuk pada tanggal 29 April 1945 bertepatan dengan hari ulang tahun Tenno Heika (tentyosetu), namun baru diresmikan sebulan kemudian pada tanggal 28 Mei 1945 oleh SaikoSikikan dan Gunseikan.[13] BPUPKI merupakan singkatan/akronim dari suatu badan yang disebut Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia. Menurut R.M.A.B. Kusuma, penyebutan itu “salah kaprah” dan pencantuman kata “Indonesia” kurang tepat karena badan ini dibentuk oleh Rikugun (Angkatan Darat Jepang), yang wewenangnya hanya terbatas meliputi Jawa dan Madura. Dengan demikian, tidak meliputi bagian Indonesia lain di luar Jawa dan Madura.[14]

Pada 17 Juni 1947, Presiden Soekarno dengan persetujuan Badan Pekerja Komite Nasional Pusat menetapkan Undang-Undang No. 17 Tahun 1947 tentang Pembentukan Haminte-Kota Yogyakarta. Undang-undang itu mulai berlaku pada hari diumumkan, yaitu 18 Juni 1947. Berdasarkan Pasal 1  Undang-Undang tersebut, Haminte-Kota Yogyakarta daerahnya meliputi:

  1. Kabupaten Kota Yogyakarta (Kasultanan dan Pakualaman) yang batas-batasnya ditetapkan dengan surat ketetapan Pemerintah Hindia-Belanda tgl. 24 Juli 1923 No. 31 (Staatsblad 1923 No. 377).
  2. Kalurahan Umbulharjo (terdiri dari gabungan kalurahan-kalurahan Semaki, Muja-Muju, Warungboto, Sorosutan dan Giwangan), Kapanewon Kotagede, Kabupaten Bantul,
  3. Bekas kalurahan Pilahan yang sekarang telah tergabung dengan kalurahan Banguntapan, kapanewon Kotagede, Kabupaten Bantul,
  4. Desa Gedongan dari Kalurahan Banguntapan, kapanewon Kotagede, Kabupaten Bantul.
  5. Daerah penerbangan bagian IV di sebelah Barat jalan besar mulai perempatan di desa Babadan ke Kotagede dan di sebelah Selatan jalan besar mulai perempatan di desa Babadan ke Barat sampai batas Kota Yogyakarta lama.
  6. Kemantren Pamong Projo, Kotagede, kapanewon Kota gede, Kabupaten Bantul, ditunjuk sebagai daerah yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.

Menurut Pasal 2 Undang-Undang No. 17 Tahun 1947, Pemerintahan Haminte-Kota terdiri dari: 1. Dewan Perwakilan Rakyat Haminte-Kota atau disingkat Dewan Kota; 2. Dewan Executief Haminte-Kota atau disingkat Dewan Pemerintah Kota, dan 3. Wali Kota.

Menurut Pasal 3 Undang-Undang No. 17 Tahun 1947, Dewan Kota terdiri dari: 1. Wali Kota sebagai Ketua, 2. Seorang Wakil Ketua merangkap Wakil Wali Kota, yang dipilih oleh dan dari anggauta-anggauta Dewan Kota,  3. 50 (lima puluh) anggauta yang dipilih oleh penduduk Haminte-Kota.

Menurut Pasal 4 Undang-Undang No. 17 Tahun 1947, Dewan Pemerintah Kota yang menjalankan pemerintahan Haminte-Kota sehari-hari terdiri dari: 1. Wali Kota sebagai Ketua merangkap anggauta, 2. Wakil Ketua (anggauta) merangkap Wakil Ketua Dewan Kota dan 3. 5 (lima) anggauta yang dipilih oleh dan dari anggauta Dewan Kota.

Menurut Pasal 5 Undang-Undang No. 17 Tahun 1947, Wali Kota diangkat oleh Presiden.

Soedarisman Poerwokoesoemo menyatakan dalam biografi singkat yang dibuatnya sendiri bahwa pada 1947 beliau menjabat Ketua DPRD Haminte-Kota, dan pada 22 Juli 1947 menjabat Walikota Yogyakarta[15] Sehubungan dengan figur M. Enoch, Soedarisman Poerwokoesoemo dan berlakunya Undang-Undang No. 17 Tahun 1947, P.J. Suwarno menyebutkan bahwa Purwokusumo diangkat menjadi bupati pamong praja yang diperbantukan kepada Walikota Enoch. Akan tetapi dia tidak sanggup karena menurut dia berdasarkan Undang-Undang No. 17/1947 Kota Yogyakarta terlepas sama sekali dari Daerah Istimewa Yogyakarta.[16]

Adapun mengenai kalenggahan yang diperoleh Soedarisman Poerwokoesoemo, diterangkan olehnya sendiri bahwa pada April 1946 beliau memperoleh kalenggahan Bupati Anom dan berturut-turut kalenggahannya dinaikkan menjadi Bupati Pamong Projo dan Bupati Nayoko. Pada 1978 memperoleh kalenggahan sebagai Pangeran Sentono.[17]

Soedarisman Poerwokoesoemo dalam tulisannya yang lain menyebutkan bahwa “Pada permulaan bulan Juli 1947 dibentuklah KABINET AMIR SYARIFUDDIN, yang menggantikan KABINET SYAHRIR YANG KE III. Dalam Kabinet Amir Syarifuddin ini Walikota Yogyakarta praktijk Ingeneur Moch. Enoch duduk sebagai Menteri Pekerjaan Umum.”[18]

Situs resmi Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia menyebutkan bahwa Mochammad Enoch menjabat Menteri Pekerjaan Umum dari tanggal 3 Juli 1947 sampai dengan 11 Agustus 1947.[19] Mochammad Enoch atau Mohammad Enoch atau M. Enoch adalah Menteri Pekerjaan Umum dalam Kabinet Amir Sjarifuddin I yang berlangsung dari 3 Juli 1947 sampai dengan 11 November 1947. M. Enoch berhenti dari jabatan pada 11 Agustus 1947 dan diganti oleh H. Laoh atau Herling Laoh.[20] Dalam situs resmi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dan dalam buku C.S.T. Kansil tidak terdapat keterangan mengenai kedudukan M. Enoch sebagai Walikota Yogyakarta.

Berdasarkan tinjauan di atas dapat ditemukan petunjuk permulaan bahwa:

  1. Undang-Undang No. 17 Tahun 1947 mulai berlaku pada tanggal 18 Juni 1947. Menurut undang-undang ini, Pemerintahan Haminte-Kota terdiri dari: 1. Dewan Perwakilan Rakyat Haminte-Kota atau disingkat Dewan Kota; 2. Dewan Executief Haminte-Kota atau disingkat Dewan Pemerintah Kota, dan 3. Wali Kota.
  2. Pada 1947, Soedarisman Poerwokoesoemo semula menjabat Ketua DPRD Haminte-Kota, dan kemudian menjabat Walikota Yogyakarta (22 Juli 1947).
  3. Pada waktu Soedarisman Poerwokoesumo diangkat menjadi Bupati Pamong Projo, di Kota Yogyakarta sudah ada Walikota Enoch.

Penelitian ini meliputi pencarian karya-karya Soedarisman Poerwokoesoemo dari tahun 1942 hingga 1988. Tahun 1942 diambil dengan pertimbangan bahwa skripsi yang ditulis oleh Soedarisman Poerwokoesoemo diselesaikan pada tahun itu.

Pada tahun 1988 diambil dengan pertimbangan bahwa beberapa hari sebelum Soedarisman Poerwokoesoemo meninggal (29 Februari 1988), telah ditulisnya sebuah makalah berjudul “Bumi Mataram” yang menurut rencana akan didiskusikan di Yayasan Hatta.[21]

Penelitian ini termasuk ke dalam penelitian hukum yang menggunakan metode penelitian sebagai berikut:

a. Jenis dan Pendekatan Penelitian

Jenis penelitian hukum amat ditentukan oleh kriteria atau dasar yang menjadi pijakannya. Sunaryati Hartono menyebutkan adanya macam-macam penelitian hukum yang dibedakan berdasarkan bidang hukum yang diteliti, kegunaan hasil penelitian, serta metode dan cara

penulisan/penyajian penulisan.[22] Berdasarkan kriteria “bidang hukum yang diteliti”, penelitian ini merupakan penelitian Hukum Tata Negara. Berdasarkan kriteria “kegunaan hasil penelitian”, penelitian ini untuk kepentingan pendidikan dan pengajaran. Berdasarkan kriteria “metode/ cara penulisan”, penelitian ini dijalankan dengan cara heuristik, ialah penyelesaian masalah secara praktis dengan mencari bahan-bahan berupa dokumen kepustakaan dan disajikan dalam laporan kuantitatif.

Adapun pendekatan penelitian ini ialah pendekatan antara Ilmu Hukum, Ilmu Sosial, dan Ilmu Sejarah. Menurut sosiolog Soetandyo Wignjosoebroto, pendekatan untuk saling menyapa dan bertransaksi antara ilmu hukum dan ilmu sosial terjadi di sana sini, dari waktu ke waktu dan dalam wujud lintasan dua arah.[23] Menurut sejarawan Kuntowijoyo, sejarah sangat tergantung pada pengalaman manusia. Pengalaman itu direkam dalam dokumen. Dokumen-dokumen itulah yang diteliti sejarawan untuk menemukan fakta.[24]

b. Responden

Penelitian ini dilakukan dengan menghimpun informasi atau keterangan terhadap masalah yang diteliti dengan memilih pihak-pihak atau orang-orang yang karena pengalamannya, jabatan atau keterangannya.

c. Teknik Pengumpulan Bahan

Pengumpulan bahan dilakukan dengan studi kepustakaan atau studi dokumentasi. Teknik semacam ini acap disebut sebagai pengumpulan Data/Bahan Sekunder. Bahan yang dijumpai sedapat mungkin otentik, full text, dan bukan sekedar mengumpulkan judul buku/karya dalam suatu daftar. Dengan demikian, penelitian ini dengan sendirinya mendayagunakan teknologi mesin fotokopi, mesin pemindai (scanner), serta fotografi agar diperoleh copy atau salinan otentik karya-karya Soedarisman Poerwokoesoemo.

Analisis Kedudukan Soedarisman Poerwokoesoemo Berkaitan Dengan Keanggotaan Dalam Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia.

Dari 48 karya Soedarisman Poerwokoesoemo yang berhasil ditemukan kembali, ada 2 karya yang isinya berkaitan dengan Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia atau BPUPKI, yaitu Penggali Pancasila (1981) dan Sanggahan Mr. Soedarisman Poerwokoesoemo Terhadap Sejarah Kadiri Kelompok III (Zaman Kemerdekaan) (1985).

Soedarisman Poerwokoesoemo dalam Penggali Pancasila antara lain menyebut tentang (sidang) BPUPKI dalam kaitannya dengan Pidato Bung Karno pada tanggal 1 Juni 1945. Diterangkan olehnya bahwa Bung Karno sejak pidatonya yang berjudul “Lahirnya Pancasila” pada tanggal 1 Juni 1945 dalam sidang BPUPKI secara kontinyu aktif memimpin perumusan dan memimpin proses pengambilan keputusan tentang Dasar Negara dan UUD 1945.

Poerwokoesoemo – dengan merefer buku Ahmad Subardjo Djoyoadisuryo yang berjudul Kesadaran Nasional Sebuah Otobiografi – menyatakan bahwa:

“Yamin sama sekali tidak disebut-sebut dalam dalam bukunya Mr. Ahmad Subardjo itu. Dengan demikian kita bisa menarik kesimpulan, bahwa Yamin tidak pernah duduk sebagai anggota Panitya Persiapan Kemerdekaan Indonesia, yang berwenang untuk mengambil keputusan tentang Dasar Negara dan Undang-Undang Dasar 1945 itu.”[25]

Buku Ahmad Soebardjo antara lain menyebutkan anggota-anggota BPUPKI dan nama Mr. Soedarisman Poerwokoesoemo sama sekali tidak disebut-sebut dalam dalam bukunya Mr. Ahmad Subardjo itu. Dengan demikian secara mutatis mutandis dapat disimpulkan bahwa Mr. Soedarisman Poerwokoesoemo tidak pernah duduk sebagai anggota BPUPKI.

Soedarisman Poerwokoesoemo dalam Sanggahan Mr. Soedarisman Poerwokoesoemo Terhadap Sejarah Kadiri Kelompok III (Zaman Kemerdekaan) antara lain menyebutkan bahwa Badan Penyelidik Usaha2 Persiapan Kemerdekaan Indonesia dibentuk oleh Jepang. Anggotanya 60, Ketuanya adalah Dr. Radjiman Widyodiningrat dan R.P. Soeroso. Soedarisman mempersilakan untuk membaca buku Ahmad Subardjo Djojoadisuryo Kesadaran Nasional, Sebuah Autobiografi halaman 276 sampai dengan 278. Soedarisman Poerwokoesoemo memiliki buku itu dan sekarang tersimpan di Universitas Janabadra. Agar diperoleh pandangan yang objektif, perlulah dikutip keterangan Ahmad Subardjo Djojoadisuryo tentang anggota-anggota Badan Penyelidik yang berjumlah 60 itu sebagai berikut:

  1. Soekarno.
  2. Mohammad Hatta.
  3. R. Kusuma Atmadja.
  4. Abdulrahim Prataly Krama.
  5. Aris.
  6. H. Dewantara.
  7. Ki Bagus H. Hadikusumo.
  8. P.H. Bintoro.
  9. K. Muzakkir.
  10. P.H. Puruboyo.
  11. A.A. Wiranata Kusuma.
  12. R. Asharsutedjo Munandar.
  13. Oei Tiang Tjui.
  14. Muhammad Yamin.
  15. Oei Tjong Haw.
  16. A. Salim.
  17. Soetardjo Kartohadikoesoemo.
  18. M. Margono Djoyohadikusumo.
  19. H. Abdul Halim.
  20. A. Masjkur.
  21. Sudirman.
  22. Dr. H. Djayadiningrat.
  23. Dr. Soepomo.
  24. Ir. Rooseno.
  25. R. Pandji Singgih.
  26. Ny. Maria Ulfah Santoso.
  27. M.T.A. Suryo.
  28. Roeslan Wongsokusumo.
  29. R. Susanto Tiroprodjo.
  30. R.S.S. Sunaryo Mangunpuspito.
  31. R. Buntaran Martoatmodjo.
  32. Liem Kun Hian.
  33. J. Latuharhary.
  34. R. Hindromartono.
  35. Sukardjo Wiryopranoto.
  36. Haji A. Sanusi.
  37. M. Dasaad.
  38. Tan Eng Hoa.
  39. R.M.P. Surachman Tjokroadisuryo.
  40. A.A. Sumitro Kolopaking Purbonegoro.
  41. R.M.T.H. Wuryaningrat.
  42. Ahmad Subardjo.
  43. Djenal Asikin Wijayakusuma.
  44. Abikusno Tjokrosuyoso.
  45. Parada Harahap.
  46. R.M. Sartono.
  47. H.M. Mansur.
  48. K.R.M.A. Sastrodiningrat.
  49. R. Suwandi.
  50. H.A. Wachid Hasyim.
  51. F. Dahler.
  52. Sukiman Wiryosandjoyo.
  53. K.M.M.T. Wongsonegoro.
  54. Otto Iskandar Dinata.
  55. Baswedan.
  56. Abdul Kadir.
  57. Samsi Sastrowidagdo.
  58. A.A. Maramis.
  59. R. Samsudin.
  60. R. Sastromulyono.[26]

Ada satu hal yang menarik dalam buku Ahmad Subardjo Djojoadisuryo itu ialah tidak ada nama Mr. Soedarisman Poerwokoesoemo sebagai salah seorang anggota BPUPKI. Soedarisman sendiri tidak menyanggah apa yang ditulis Ahmad Subardjo. Seandainya Soedarisman Poerwokoesoemo pernah tercatat menjadi salah seorang anggota BPUPKI, tentunya memiliki kesempatan untuk menyanggah apa yang ditulis Ahmad Subardjo di halaman 276 sampai dengan 278 itu sebagai tidak betul, serta memberikan tanggapan kritis terhadap nama anggota-anggota BPUPKI yang tercatat di buku Kesadaran Nasional. Patut pula dicatat bahwa Ahmad Subardjo sendiri adalah salah seorang anggota BPUPKI dan dalam bukunya tercatat sebagai anggota nomor 42.

Sumber tambahan yang bisa dilacak adalah AT. Soegito dalam bukunya berjudul Prof. Mr. Dr. R. Supomo (1980).  Soegito menyebutkan sebuah daftar berisi 60 anggota dari Badan Penyelidik Persiapan Kemerdekaan (BPPK) atau Dokuritsu Junbi Cosakai di mana R. Supomo tercantum dalam urutan nomor 22, akan tetapi daftar itu tidak dijumpai nama Soedarisman Poerwokoesoemo dalam daftar itu.[27]

Djoko Suryo menginformasikan tentang wakil Ngayogyokarta Hadiningrat di Yogyakarta di BPUPKI, yang selengkapnya dikutip sebagai berikut:

“Profesor Djoko Suryo, pakar sejarah Universitas Gadjah Mada, mengatakan keputusan bergabung itu tidak ujuk-ujuk diambil. Sultan menjalin komunikasi dengan Bendoro Pangeran Harya Purboyo dan BPH Bintoro, dua dari enam wakil Ngayogyakarta Hadiningrat di BPUPKI. “Saat kedua pangeran itu pulang, Sultan bersama semua abdi dalem mendengarkan kabar terkini sebagai oleh-oleh dari Jakarta,” ujar Djoko. “Ada surat edarannya””.[28]

Informasi dari Djoko Suryo kurang memuaskan sebab hanya menyebutkan 2 nama dari 6 wakil Ngayogyakarta Hadiningrat di BPUPKI.

Lagi pula, dalam daftar-daftar yang pernah dibuat oleh penulis yang lain, tidak tecantum nama Bendoro Pangeran Harya Purboyo, melainkan BPH Puruboyo.

Berdasarkan penelusuran dokumen-dokumen karya Soedarisman Poerwokoesoemo sendiri, tidak terdapat petunjuk yang menegaskan dirinya sebagai anggota di dalam BPUPKI. Berdasarkan buku-buku literatur serta sumber-sumber lain yang relevan dan pernah ditelusuri sebelumnya yaitu Kohar Hari Sumano dalam bukunya Manusia Indonesia Manusia Pancasila (1984), R.M.A.B. Kusuma dalam bukunya Lahirnya Undang-Undang Dasar 1945 (2009) Ahmad Subardjo Djojoadisuryo dalam bukunya Kesadaran Nasional, Sebuah Autobiografi (1978) juga tidak terdapat petunjuk yang menegaskan Soedarisman Poerwokoesoemo sebagai anggota di dalam BPUPKI. Tegasnya, Soedarisman Poerwokoesoemo belum pernah tercatat menjadi salah seorang anggota BPUPKI.

Analisis Kedudukan Soedarisman Poerwokoesoemo Berkaitan Dengan Jabatan Walikota Yogyakarta.

Dari 48 karya Soedarisman Poerwokoesoemo yang berhasil ditemukan kembali, ada 2 karya yang isinya berkaitan dengan Jabatan Walikota Yogyakarta, yaitu  Pidato Wali Kota Jogjakarta pada Peringatan 200 Tahun Kota Jogjakarta tanggal 7 Oktober 1956 di Bangsal Kepatihan (1956) dan Melacak Sejarah “Yogya-Kembali” (1984).

Soedarisman Poerwokoesoemo dalam Pidato Wali Kota Jogjakarta pada Peringatan 200 Tahun Kota Jogjakarta tanggal 7 Oktober 1956 di Bangsal Kepatihan antara lain memberikan informasi mengenai perkembangan pemerintahan di Yogyakarta. Menurutnya, setelah Proklamasi Kemerdekaan, dikeluarkan UU No. 17 Tahun 1947 sehingga terbentuklah Haminte Kota Yogyakarta. Dikatakan olehnya bahwa:

“Wali Kota jang pertama adalah praktek Insinjur Moh. Enoch, sebelum itu anggota Dewan Pertimbangan Agung, jang mendjabat Wali Kota hanja kurang lebih 1 bulan karena kemudian diangkat mendjadi Menteri Pekerdjaan Umum dalam Kabinet Amir Sjarifudin, dan Wali Kota jang kedua adalah kami sendiri jang mendapat kehormatan untuk memangku djabatan itu terus menerus sedjak tanggal 22 Djuli 1947 ialah sehari setelah permulaan clash I.”[29]

Soedarisman Poerwokoesoemo dalam Melacak Sejarah “Yogya-Kembali” antara lain menerangkan bahwa:

“…………….Baru setelah Republik Indonesia berdiri, berdasarkan Proklamasi Kemerdekaan, 17 Agustus 1945, Kota Yogyakarta menjadi Haminte Kota, berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1947 yang dikeluarkan pada tanggal 7 Juni 1947. Dan yang kemudian diangkat oleh Presiden sebagai Walikota Yogyakarta yang pertama adalah praktijk ingenieur  Moch. Enoch, yang pada waktu itu menjabat sebagai Anggota Pertimbangan Agung RI.

…………Dalam kabinet Amir Sjarifudin ini Walikota Yogyakarta praktijk ingenieur Moch Enoch duduk sebagai Menteri Pekerjaan Umum. Oleh karena Moch. Enoch harus mengikuti rombongan Presiden ke Gunung Wilis, maka sidang kabinet memutuskan, bahwa Moch. Enoch sebagai Walikota Yogyakarta harus diganti. Dan sidang Kabinet juga memutuskan, bahwa penggantinya sebagai Walikota Yogyakarta diserahkan kepada Sri Sultan Hamengku Buwono IX, yang dalam Kabinet itu juga duduk sebagai Menteri Negara. Dan yang diusulkan oleh Sri Sultan sebagai Walikota untuk menggantikan praktijk ingenieur Moch. Enoch, adalah kami sendiri. Pada esok harinya tanggal 22 Juli 1947 kami dipanggil oleh Sri Sultan di Gedung Wilis, Kepatihan………… Pada kesempatan itu oleh Sri Sultan disampaikan Keputusan Presiden, keputusan mana mana mengangkat kami sebagai Walikota Yogyakarta……” [30]

Berdasarkan penelusuran dokumen-dokumen karya Soedarisman Poerwokoesoemo sendiri, tidak terdapat petunjuk yang menegaskan dirinya sebagai Walikota Yogyakarta yang pertama. Berdasarkan buku-buku literatur serta sumber-sumber lain yang relevan, yaitu Dewan Pemerintah Daerah Kotapradja Jogjakarta dalam buku Dasa-Warsa Kotapradja Jogjakarta, 7 Djuni 1947-7 Djuni 1957 (1957) dan di eskiklopedia bebas Wikipedia juga tidak terdapat petunjuk yang menegaskan Soedarisman Poerwokoesoemo sebagai Walikota Yogyakarta yang pertama. Tegasnya, Soedarisman Poerwokoesoemo bukalah Wali Kota Yogyakarta yang pertama.

Pencarian Kepustakaan Terhadap Karya-Karya Soedarisman Poewokoesoemo (1942-1988)

Pencarian kepustakaan terhadap karya-karya Soedarisman Poerwokoesoemo dilakukan di lingkungan Kantor Yayasan Perguruan Tinggi Janabadra dan Universitas Janabadra serta Kantor Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta atau dikenal juga dengan Dalem Jayadipuran dimulai pada tanggal 26 Mei 2015 dan berakhir pada 12 Desember 2015. Pencarian ini mendapatkan hasil berupa 48 salinan karya-karya Soedarisman Poerwokoesoemo. Penelitian ini berhasil menyusun sebuah tabel Karya-karya KPH Mr. Soedarisman Poerwokoesoemo sebagai berikut :

NoJudulKeteranganTahun
1Angkatan Moeda Dan KemerdekaanKarangan ini dimuat di Soeara Asia tanggal 3 Juli 1945.1945
2Daerah Istimewa Djogjakarta Selama Setengah Tahoen Dalam Negara Repoeblik IndonesiaKarangan ini diselesaikan oleh Soedarisman Poerwokoesoemo pada 28 Februari 1946 dan dimuat di Berita Repoeblik Indonesia Tahun II No. 8 tanggal  1 Maret 1946.1946
3Tafsir Oendang2 Dasar Negara Republik IndonesiaBuku ini memuat: (a) Puisi “Pegangan Hidoep” yang dibuat oleh Soedarisman Poerwokoesoemo pada tanggal 17 Februari 1947, (b) Pengantar Kata dari Poetjoek Pimpinan G.P.I.I. Bagian Penerangan & Penjiaran tanggal 1 Mei 1947, (b) Pendahuluan Kata dan isi buku yang dibuat oleh Soedarisman Poerwokoesoemo pada tanggal 27 Februari 19471947
4Maksud Membentuk NegaraBuku ini adalah cetakan II April 1950. Ada cetakan I Nopember 1949 namun belum ditemukan.1950
5Negara HukumPengantar Kata di dalam brochure dibuat oleh Soedarisman Poerwokoesoemo tanggal 11 Juli 1950. Isi brochure ini adalah kumpulan karangan-karangannya yang berturut-turut dimuat dalam Majalah Mingguan “Pelopor” dari tanggal 28 Mei sampai dengan tanggal 9 Juli 1950. Majalah tersebut belum ditemukan.1950
6Ilmu PolitikPengantar Kata buku dibuat oleh Soedarisman Poerwokoesoemo pada tanggal 17 Nopember 1950.1950
7Pamong-Pradja Dan Pembangunan Daerah-AutonoomPengantar Kata dibuat oleh Soedarisman Poerwokoesoemo pada tanggal 17 Juli 1951. Dia menyatakan bahwa buku ini diselesaikan pada bulan Oktober 1950 dan diterbitkan pada tahun 1951.1951
8Pemberontakan Madiun Ditinjau Dari Hukum Negara KitaPengantar Kata brochure ini dibuat oleh Soedarisman Poerwokoesoemo tanggal 18 Juli 1951 dan diterbitkan pada tahun itu juga. Dari pengantar ini dan bagian akhir isi brochurenya dapat diketahui bahwa brochure ini ditulis pada Oktober 1948, satu bulan sesudah dimulainya Pemberontakan Madiun (18 September 1948) dan diselesaikan pada tanggal 5 Nopember 1948.1951
9Pidato Wali Kota Jogjakarta pada Peringatan 200 Tahun Kota Jogjakarta tanggal 7 Oktober 1956 di Bangsal KepatihanPidato ini selengkapnya terdapat dalam buku Dasa-Warsa Kotapradja Jogjakarta 7 Djuni 1947 – 7 Djuni 1957 yang diterbitkan oleh Dewan Pemerintah Daerah Kotapradja Jogjakarta pada tahun 1957.1956
10Parlementairisme Di IndonesiaPrasaran ini diselesaikan oleh Soedarisman Poerwokoesoemo pada tanggal 12 Maret 1959. Prasaran ini dimuat dalam buku C.S.T. Kansil berjudul Hukum Tata Pemerintahan Indonesia pada cetakan pertama tahun 1984. Sebelumnya, prasaran ini dimuat di Majalah Hukum dan Masjarakat No. 1 Tahun 1960. Majalah tersebut belum ditemukan.1959
11Lima Belas Tahun Jogjakarta Bebas KembaliMakalah ini diselesaikan dan ditandatangani oleh Soedarisman Poerwokoesoemo pada tanggal 29 Juni 1964. Pada tanggal 10 Mei 1972 Soedarisman Poerwokoesoemo membuat Tambahan Keterangan perihal makalah ini.1964
12Jogjakarta Sebagai Ibukota R.I. Dalam RevolusiMakalah ini diselesaikan oleh Soedarisman Poewokoesoemo pada tanggal 29 Juni 1969.1969
13Sedjarah Kemantren Pamong Pradja di Kotamadya JogjakartaMakalah ini dibuat dan diselesaikan oleh Soedarisman Poerwokoesoemo dan Joesanto pada tanggal 22 Februari 19711971
14Pengaruh Diplomasi Terhadap Perdjuangan Kemerdekaan IndonesiaMakalah ini diselesaikan dan ditandatangani oleh Soedarisman Poerwokoesoemo pada tanggal 8 Maret 1972.1972
15Beberapa Catatan Sekitar ProklamasiMakalah ini diselesaikan dan ditandatangani oleh Soedarisman Poerwokoesoemo pada tanggal 13 Agustus 1975.1975
16Keterangan Prof. Dr. Selo SoemardjanKarangan ini diselesaikan dan ditandatangani oleh Soedarisman Poerwokoesoemo pada tanggal 29 Juni 1976.1976
17Catur Dasa Warsa KGPAA Praboe Soerjodilogo dan KGPAA Pakoe-Alam Ke VIIIBuku ini diselesaikan dan ditandatangani oleh Soedarisman Poerwokoesoemo pada tanggal 5 Januari 1977 sebagaimana dapat diketahui dalam bagian Pra-Kata. Akan tetapi isi buku ini sebetulnya telah diselesaikannya pada tanggal 23 Nopember 1976.1977
18Garis Besar Perjuangan Sri SultanMakalah ini diselesaikan dan ditandatangani oleh Soedarisman Poerwokoesoemo pada tanggal 10 Oktober 1978.1978
19Pendidikan Politiek Untuk Meningkatkan Kesadaran BernegaraMakalah ini diselesaikan oleh Soedarisman Poerwokoesoemo pada tanggal 22 April 1981.1981
20Penggali PancasilaMakalah ini diselesaikan dan ditandatangani oleh Soedarisman Poerwokoesoemo pada tanggal 12 Oktober 1981.1981
21Peranan Kota Yogyakarta dalam PerjuanganMakalah ini diselesaikan dan ditandatangani oleh Soedarisman Poerwokoesoemo pada tanggal 25 Agustus 1982.1982
22Sebuah Tinjauan Tentang Pepatih DalemBuku ini diterbitkan oleh Proyek Javanologi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Badan Penelitian Dan Pengembangan Pendidikan Dan Kebudayaan. Buku ini diselesaikan oleh Soedarisman Poerwokoesoemo pada tanggal 19 Januari 19831983
23Pidato Pembukaan Rektor Universitas Janabadra Pada Peringatan Seperempat Abad Dies Natalis Ke XXV Universitas Janabadra Pada Tanggal 7 Oktober 1983Makalah pidato ini diselesaikan oleh Soedarisman Poerwokoesoemo pada tanggal 7 Oktober 1983.1983
24Daerah Istimewa YogyakartaBuku ini diterbitkan oleh Gadjah Mada University Press pada tahun 1984. Prakata di dalam buku ini dibuat oleh Soedarisman Poerwokoesoemo pada tanggal 22 September 1983 disertai dengan Kata Pengantar yang dibuat oleh Paku Alam VIII pada tanggal 19 Desember 1983.1984
25Tanggapan Atas Disertasi Berjudul “Perubahan Sosial Di Yogyakarta”Buku ini diterbitkan oleh Gadjah Mada University Press pada tahun 1984. Prakata Penerbit di dalam buku ini dibuat oleh H.J. Koesoemanto pada tanggal 15 Maret 1984 disertai dengan Pengantar yang dibuat oleh F.X. Koesworo.1984
26Javanologi Dan Sumpah PemudaMakalah ini diselesaikan oleh Soedarisman Poerwokoesoemo pada tanggal 8 Mei 1984.1984
27Meninjau Sejarah Pers NasionalMakalah ini diselesaikan oleh Soedarisman Poerwokoesoemo pada tanggal 30 Juli 1984.1984
28Melacak Sejarah “Yogya-Kembali”Makalah ini diselesaikan dan ditandatangani oleh Soedarisman Poerwokoesoemo pada tanggal 15 Oktober 1984.1984
29Melacak Sejarah Terbentuknya DIYMakalah ini diselesaikan dan ditandatangani oleh Soedarisman Poerwokoesoemo pada tanggal 31 Oktober 1984.1984
30Perkembangan Sistem Pemerintahan Di YogyakartaKarya ini diselesaikan dan ditandatangani Poerwokoesoemo pada tanggal 13 Nopember 1984. Ada 2 versi naskah.1984
31Pergerakan Nasional Dan Taman SiswaMakalah ini diselesaikan dan ditandatangani oleh Soedarisman Poerwokoesoemo pada tanggal 22 Nopember 1984.1984
32Kebudayaan Daerah Dalam Negara ProklamasiMakalah ini diselesaikan dan ditandatangani oleh Soedarisman Poerwokoesoemo pada tanggal 30 Nopember 1984.1984
33Kadipaten PakualamanBuku ini diterbitkan oleh Gadjah Mada University Press pada tahun 1985. Buku ini memuat Prakata yang dibuat oleh Paku Alam VIII disertai Kata Pengantar yang dibuat oleh Soedarisman Poerwokoesoemo pada tanggal 23 Maret 1971.1985
34GMNI 31 TahunMakalah ini diselesaikan dan ditandatangani oleh Soedarisman Poerwokoesoemo pada tanggal 30 April 1985.1985
35Hari Kebangkitan Nasional Tgg. 20 MeiMakalah ini diselesaikan dan ditandatangani oleh Soedarisman Poerwokoesoemo pada tanggal 6 Mei 1985.1985
36Sanggahan Mr. Soedarisman Poerwokoesoemo Terhadap Sejarah Kadiri Kelompok III (Zaman Kemerdekaan)Makalah ini diselesaikan dan ditandatangani oleh Soedarisman Poerwokoesoemo pada tanggal 13 Juni 1985.1985
37Kasultanan YogyakartaBuku ini diterbitkan oleh Gadjah Mada Univesity Press pada tahun 1985. Buku ini memuat Prakata dari Abdurrachman Surjomihardjo yang dibuat pada tanggal 18 Juli 1985 disertai Pengantar dari R. Soedarisman Hardjodipoero yang dibuat pada bulan Januari 1942. Buku ini adalah terjemahan skripsi berjudul Eenige beschouwingen over het politiek contract. Skripsi itu belum ditemukan.1985
38Sejarah Menuju ProklamasiMakalah ini diselesaikan dan ditandatangani oleh Soedarisman Poerwokoesoemo pada tanggal 4 Januari 1986.1986
39Terbentuknya Kota YogyakartaMakalah ini diselesaikan dan ditandatangani oleh Soedarisman Poerwokoesoemo pada tanggal 12 Februari 1986.1986
40Biografi Dan Perjuangan Sri SultanMakalah ini diselesaikan dan ditandatangani oleh Soedarisman Poerwokoesoemo pada tanggal 14 Juli 1986.1986
41Beberapa Catatan Terhadap Buku Bapak Soehino SH tentang Hukum Tata NegaraMakalah ini diselesaikan dan ditandatangani oleh Soedarisman Poerwokoesoemo pada tanggal 26 Juli 1986.1986
42Melacak Sejarah Menuju Proklamasi KemerdekaanMakalah ini diselesaikan oleh Soedarisman Poerwokoesoemo pada tanggal 4 Agustus 1986. Isi dan susunan Daftar Pustaka dalam makalah ini sama persis dengan isi makalah Sejarah Menuju Proklamasi karya Soedarisman Poerwokoesoemo yang diselesaikan dan ditandatanganinya pada tanggal 4 Januari 19861986
43Daerah IstimewaYogyakartaMakalah ini diselesaikan dan ditandatangani oleh Soedarisman Poerwokoesoemo pada tanggal 17 Oktober 1986.1986
44LeadershipMakalah ini diselesaikan dan ditandatangani oleh Soedarisman Poerwokoesoemo pada tanggal 19 Nopember 1986.1986
45Peranan Beberapa Tokoh Wanita Di Puro PakualamanMakalah ini diselesaikan dan ditandatangani oleh Soedarisman Poerwokoesoemo pada tanggal 28 Januari 1987.1987
46Mengenang Sdr. Chaerul SalehMakalah ini diselesaikan dan ditandatangani oleh Soedarisman Poerwokoesoemo pada tanggal 25 Maret 1987.1987
47Mentrase Identitas JanabadraMakalah ini diselesaikan dan ditandatangani oleh Soedarisman Porwokoesoemo pada tanggal 3 Juli 1987.1987
48Dari Proklamasi Sampai Yogya KembaliMakalah ini diselesaikan dan ditandatangani oleh Soedarisman Poerwokoesoemo pada tanggal 3 Agustus 1987. Ada 2 versi naskah.1987

Adapun hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai bahwa :

  1. Benar bahwa Soedarisman Poerwokoesoemo tidak pernah tercatat sebagai anggota BPUPKI.
  2. Benar bahwa Soedarisman Poerwokoesoemo bukan Walikota Yogyakarta yang pertama.
  3. Benar bahwa tulisan-tulisan Soedarisman Poerwokoesoemo dapat dilacak kembali dan disusun dalam suatu daftar baru yang lebih lengkap.

Bagi peneliti berikutnya disarankan sebagai berikut:

  1. Mengadakan penelitian lanjutan tentang keterangan-keterangan Soedarisman Poerwokoesoemo dalam karya-karyanya yang telah berhasil dilacak kembali, khususnya yang berkaitan dengan peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949.
  2. Mengadakan penelitian lanjutan dengan mencari, menelusuri dan mengumpulkan bahan-bahan bacaan yang berkaitan dengan Soedarisman Poerwokoesoemo.

Pudja Permana Kusuma Adi, SH., M.H. Penulis adalah Dosen Universitas Janabadra Yogyakarta

Referensi

[1] Peluncuran buku ini secara resmi bertempat di Auditorium K.P.H. Poerwokoesoemo, Universitas Janabadra pada tanggal 22 Oktober 2013. Buku tersebut diedarkan secara terbatas untuk keperluan peluncuran, kemudian disusul penerbitan berikutnya dan tahun penerbitan yang tercantum dalam buku disebutkan tahun 2014.

[2] Soedarisman Poerwokoesoemo, Sebuah Tinjauan Tentang Pepatih Dalem, Proyek Javanologi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kebudayaan, Yogyakarta, tanpa tahun, (Selanjutnya disingkat Soedarisman Poerwokoesoemo I), halaman 71-77. Buku ini tidak memuat tahun penerbitan. Meskipun demikian, pada halaman 68 tercantum tulisan Soedarisman Poerwokoesoemo yang bisa menjadi petunjuk bahwa buku ini diselesaikan tanggal 19 Januari 1983.

[3] Djoko Suryo “Soedarisman Poerwokoesoemo: Seorang Tokoh Pejuang Kemerdekaan Di Daerah Istimewa Yogyakarta” dalam Poerwokoesoemo Untuk Republik, Surjadiman, Nurwijanta, Pudja Pramana Kusuma Adi (Tim Penyusun),  Poerwokoesoemo Untuk Republik, Cetakan Pertama, Jogja Bangkit Publisher, Yogyakarta, 2014, halaman 36.

[4] Soedarisman Poerwokoesoemo I, op.cit., halaman 76.

[5] Sejarah Kota Yogyakarta terdapat dalam http://www.jogjakota.go.id/about/sejarah-kota-yogyakarta.

[6] K.P.H. H. Setyohardjo Dirjonagoro, “Tokoh K.P.H. Mr. Soedarisman Poerwokoesoemo Beserta Nilai-Nilai Pengabdian Dan Perjuangan Di Masa Hidupnya Yang Telah Dicurahkan Bagi Daerah Istimewa Yogyakarta, Nusa Dan Bangsa” dalam Poerwokoesoemo Untuk Republik, Surjadiman, Nurwijanta, Pudja Pramana Kusuma Adi (Tim Penyusun),  Poerwokoesoemo Untuk Republik, Cetakan Pertama, Jogja Bangkit Publisher, Yogyakarta, 2014, halaman 173.

[7] Pudja Pramana Kusuma Adi, “Mr. Soedarisman Poerwokoesoemo 100 Tahun (22 Oktober 1913-22 Oktober 2013)” dalam Poerwokoesoemo Untuk Republik, Surjadiman, Nurwijanta, Pudja Pramana Kusuma Adi (Tim Penyusun),  Poerwokoesoemo Untuk Republik, Cetakan I, Jogja Bangkit Publisher, Yogyakarta, 2014, halaman 307 dan  311.

[8] Ani Rahmani Yudhastawa Mangunsarkara, dalam “Mr. K.P.H. Soedarisman Poerwakoesoema Sosok Nasionalis Sejati” dalam Poerwokoesoemo Untuk Republik, Surjadiman, Nurwijanta, Pudja Pramana Kusuma Adi (Tim Penyusun),  Poerwokoesoemo Untuk Republik, Cetakan I, Jogja Bangkit Publisher, Yogyakarta, 2014, halaman 263, 264, 269 dan 270.

[9] Soedarisman Poerwokoesoemo, Kasultanan Yogyakarta, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 1985, (Selanjutnya disingkat Soedarisman Poerwokoesoemo II), halaman 1.

[10] M. Solly Lubis, Hukum Tata Negara, Cetakan Keenam, Madar Maju, Bandung, 2002, halaman 46.

[11] Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, Cetakan Keempat, Yayasan Bentang Budaya, Yogyakarta, 2001, halaman 6-7.

[12] Duduk terdapat dalam http://kbbi.web.id/duduk.

[13] S. Silalahi, Dasar-Dasar Indonesia Merdeka Versi Para Pendiri Negara, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2001, halaman 49.

[14] R.M.A.B. Kusuma, Lahirnya Undang-Undang Dasar 1945, Edisi Revisi, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2009, halaman 1.

[15] Soedarisman Poerwokoesoemo I, op.cit.,halaman 73 dan 76.

[16] P.J. Suwarno, Hamengku Buwono IX dan Sistem Birokrasi Pemerintahan Yogyakarta, 1942-1974: Sebuah Tinjauan Historis, Kanisius, Yogyakarta, 1994, halaman 239.

[17]   Soedarisman Poerwokoesoemo I, op.cit., halaman 76. Sayangnya, tidak ada keterangan tahun dinaikkannya kalenggahan menjadi Bupati Pamong Prajo dan Bupati Nayoko.

[18] Soedarisman Poerwokoesoemo, Melacak Sejarah “Yogya Kembali”, Makalah, Yogyakarta, 1984, halaman 3.

[19] Menteri PU-Pera terdapat dalam http://www.pu.go.id/content/show/12/Menteri-PU-Pera.

[20] C.S.T. Kansil, Hukum Tata Pemerintahan Indonesia, Cetakan Pertama, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1984,halaman  418-420.

[21] Gatot Marsono dan Purwadmadi, “Sekilas Membaca Pak Poerwo” dalam Poerwokoesoemo Untuk Republik, Surjadiman, Nurwijanta, Pudja Pramana Kusuma Adi (Tim Penyusun),  Poerwokoesoemo Untuk Republik, Cetakan Pertama, Jogja Bangkit Publisher, Yogyakarta, 2014, halaman 212-213.

[22] Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum Di Indonesia Pada Akhir Abad Ke-20, Cetakan Pertama, Edisi Pertama, Alumni, Bandung, 1994, halaman 118-120.

[23] Soetandyo Wignjosoebroto, Cetakan Pertama, Hukum, Paradigma, Metode Dan Dinamika Masalahnya, Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) dan Perkumpulan untuk Pembaruan Hukum Berbasis Masyarakat dan Ekologi (HUMA), Jakarta, 2002 halaman 119.

[24] Kuntowijoyo, loc.cit., halaman 61.

[25] Soedarisman Poerwokoesoemo, Penggali Pancasila, makalah tidak diterbitkan, 1981, halaman 4.

[26] Ahmad Subardjo Djoyoadisuryo, Kesadaran Nasional, Sebuah Otobiografi, 1978, PT. Gunung Agung, Jakarta, halaman 277-278.

[27] AT. Soegito, Prof. Mr. Dr. R. Supomo, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Pusat Penelitian Sejarah dan Budaya, Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional 1979/1980, Jakarta, 1980, halaman 41-43.

[28] Seno Joko Suyono, Dody Hidayat, Agustina Widiarsi, Redaksi KPG (Tim Penyunting), Hamengku Buwono IX, Cetakan Pertama Oktober 2015, Jakarta, Kepustakaan Populer Gramedia, halaman 14-15.

[29] Dewan Pemerintah Daerah Kotapradja Jogjakarta, Dasa-Warsa Kotapradja Jogjakarta, 7 Djuni 1947-7 Djuni 1957, Pertjetakan Kanisius, Yogyakarta, 1957, halaman 94.

[30] Soedarisman Poerwokoesoemo, Melacak Sejarah “Yogya-Kembali”, makalah tidak diterbitkan, halaman 3.

Reporter: KilatNews