MP Ambarita, The Real Dark Knight From Indonesia
Oleh : Agung Wibawanto
KilatNews.Co – Bripka Monang Parlindungan Ambarita atau yang biasa dikenal MP Ambarita seperti biasa melakukan tugas patroli di wilayah Jakarta Timur. Pernah melihat aksinya di channel YouTube ‘Raimas Backbone’? Mengendarai motor bersama Tim Raimas Backbone Polres Jaktim, mereka menyusuri jalan-jalan protokol hingga jalan perkampungan. Misi mereka hanya satu mengamankan wilayah dari kejahatan.
Waktu patroli sengaja dipilih tengah malam hingga menjelang subuh, karena itulah saat-saat rawan dan banyak tindak kriminal beraksi. Tongkrongan Ambarita yang tinggi besar sangat mudah dikenali sekaligus banyak disegani orang. Sekilas terlihat sangar, terlebih Ambarita seorang Batak tulen. Tidak segan ia membentak sampai menginstruksikan anak buahnya untuk membanting orang yang diduga melakukan pelanggaran berat.
Memang di sini pula letak keunikan Ambarita dan Tim. Mereka hanya akan memproses lanjut bagi warga yang terdapati melakukan pelanggaran berat, seperti: membawa sajam, tawuran, narkoba dan curanmor. Jika hanya mengendarai motor tidak pakai helm atau berbonceng tiga, paling hanya diberi nasehat dan disuruh pulang, “Akan habis waktu ku untuk mengurusi masalah seperti ini. Pulang dan istirahat. Besok kalian sekolah/kerja.”
Baca Juga:
Kaum Oposan Harus Belajar Kepada Gadis Cilik Ini Untuk Membuat Jokowi Bertekuk Lutut
Itu saja pesan Ambarita jika menemukan orang yang awalnya terlihat mencurigakan. Pengamatan dan feeling Ambarita juga biasanya jitu menebak orang-orang yang dicurigai, meski hanya dengan melihat dari gerak-geriknya. Saya tidak akan menceritakan detail setiap kasus di setiap episode patrolinya. Satu yang bagi saya menarik adalah soal teknik atau cara Ambarita membongkar rencana tindak kejahatan yang diendusnya. Itu yang ingin saya share.
Protap atau prosedur tetap ataupun SOP (standar operasional prosedur) yang selalu dilakukan Ambarita dan Tim adalah sebagai berikut. Ia menghentikan kendaraannya tepat berada di depan dari kendaraan suspect. Sementara tim lain mencegat di samping dan belakang sehingga suspect tidak bisa bergerak. Setelah menyapa ‘Selamat malam/pagi’ (terkadang sudah masuk dini hari), Ambarita dan anggota memeriksa bagian tubuh, isi saku, dompet hingga hp.
Bahkan jika diperlukan memeriksa pula air seni untuk mengetahui benar tidak menggunakan obat terlarang. Beberapa suspect ada yang merasa keberatan karena dianggap melanggar hak privasinya jika hp turut diperiksa. Tahu apa jawaban Ambarita? “Dengar ya. Saya tidak kenal Anda. Saya tidak tahu Anda mau merencanakan apa atau berbuat apa. Tapi gelagatmu mencurigakan,” ucap Ambarita.
“Makanya kami sedang mencari alat bukti yang kau simpan jika memang ada, termasuk di hp mu. Kalau di hp mu ada sesuatu yang sifatnya pribadi, itu urusanmu dan gak kami sebar-sebarkan. Tapi kalau ada sesuatu yang mengarah pada tindakan kriminal, itu menjadi urusan saya. Saya angkut kau! Jadi kau tenang saja, gak akan apa-apa kalau memang tidak ada masalah. Kenapa takut?”
Baca Juga:
“Kami, sebagai aparat keamanan berseragam punya hak melakukan ini demi keamanan dan ketentraman masyarakat. Lihat UU Kepolisian, jangan cuma bisa nonton drakor kau!” Seketika suspect pun terdiam pasrah diperiksa.
Teknik berikutnya adalah membongkar kebohongan. Informasi ataupun kesaksian yang diberikan serta alur yang logis menjadi penting dalam pemeriksaan lanjut. Ambarita kerap bertanya sesuatu yang diulang serta minta penjelasan kronologis dari mana mau ke mana, sama siapa, jam berapa dsb. Hal itu memang sengaja karena orang yang melakukan kesalahan cenderung cemas kemudian berbohong.
Dan kebohongan yang tidak direncanakan akan sulit bisa konsisten. Dari penjelasan yang diberikan suspect bisa terlihat berubah-ubah, berbelit atau tidak nyambung dan tidak logis. Kerap pula Ambarita mengaku tahu tokoh-tokoh di sebuah tempat yang disebutkan suspect. Lalu Ambarita memancing sebuah nama yang tentu saja ‘ngasal’ sebagai pak RT, kepala sekolah, atau tokoh lainnya.
Jika suspect adalah tukang ngarang, maka akan dijawab, “Iya kenal”. Langsung masuk lah pada teknik berikutnya, karena suspect sudah dipastikan berbohong dan ada yang ditutupi penjelasannya. Antar suspect akan diinterogasi secara terpisah. Hal ini dengan tujuan agar pelaku tidak saling mendukung cerita. Jika memang ada masalah, pastilah kesaksian tidak sama. Misal, yang satu ngaku dan satunya berbohong. Atau keduanya berbohong yang berbeda. Akan semakin ketahuan.
Teknik yang digunakan Ambarita begitu persuasif bahkan kadang bisa menyentuh atau mengetuk hati pelaku hingga ia mau mengaku dengan jujur tanpa perlu dipaksa, “Buka dulu hati dan pikiranmu. Ingat orangtua dan keluargamu di rumah. Saya berbuat ini karena sayang sama kau supaya kau tidak terjerumus pada tindak kejahatan,” begitu.
Baca Juga:
Tidak Ada Tempat bagi Gerombolan Anti Pancasilan Di Negeri Ini
Setelah ke satu pelaku, Ambarita berpindah ke pelaku lainnya dan mengatakan, “Kawan mu sudah mengatakan semuanya. Sekarang giliranmu lah bercerita. Gimana ceritanya?” Dengan kalimat ini bisa membuat pelaku menjadi shock. Benarkah temanku sudah mengaku? Apa aku sebaiknya berkata jujur saja supaya tidak berat hukumannya? Nah, itu tekniknya.
Sedikit kembali ke soal hp yang diperiksa. Ternyata teknik itu cukup teruji. Bersyukur ini eranya teknologi sehingga rekam jejak digital berupa perencanaan mudah dilacak hanya dengan melihat isi percakapan di jalur pribadi wa ataupun grup beberapa jam ataupun beberapa hari yang lalu. Teknik ini sesungguhnya bisa juga digunakan kepada pelaku demo anarkhis yang tertangkap aparat, misalnya. Sita hp mereka lalu periksa.
Dari percakapan pesan singkat dan wa pasti akan terlihat, siapa yang mengajak, apa tujuannya, bahkan sampai pada informasi yang lebih penting lagi: siapa bohirnya, siapa perencanannya, apa tujuan utamanya, dsb. Karena sebagian masyarakat sudah merasa jengkel dengan aksi-aksi demo yang mengganggu aktivitas dan juga anarkhi merusak fasilitas umum.
Baca Juga:
Selama ini orang hanya mengetahui ‘rahasia umum’ siapa orang-orang yang berada di belakang semua ini. Aparat pun mestinya sudah tahu. Tapi mengapa tidak bisa segera ditangkap? Tidak bisa semudah itu memang. Hukum akan memberi sanksi bukan berdasar cerita sebuah ‘rahasia umum’ melainkan harus memiliki sedikitnya 2 alat bukti, kecuali ia tertangkap tangan.
Dari bekal percakapan di hp harusnya bisa mengarahkan kepada penyidikan lebih lanjut. Jika si pemilik hp adalah pelaku, maka bisa mengundang atau memanggil orang yang dicurigai untuk menjadi saksi. Lakukan cross check dan dikonfrontir satu sama lainnya. Ya kira-kira gunakan seperti tekniknya Ambarita tadi. Semoga tingkat kejahatan di ibukota Jakarta bisa lebih dikurangi jumlahnya.