Kilatnews.co Kenapa peci hitam, kenapa gak pake songkok bulat dengan macam-macam varian warna yang saat ini lazim digunakan oleh pemuda-pemuda muslim ibu kota ?

Pertanyaan itu sering dilontarkan kepada saya, karena memang saya hampir tidak pernah pake peci kecuali hitam.

Jadi seperti ini ceritanya. Pertama, dulu, kisaran tahun 1997 ketika saya awal mondok di Kediri, salah satu peraturan yang tidak tertulis adalah bahwa santri wajib memakai peci hitam kecuali bagi mereka yang sudah haji. Karena bertahun-tahun saya hidup dalam besluit regeling seperti itu akhirnya terbawa sampe sekarang, muka saya kayaknya gak cocok kalo pake peci lain selain peci hitam, terlebih peraturan yang sama juga saya temukan ketika saya mampir mondok sebentar di Simbang Kulon Pekalongan pada tahun 1992 dan Nyantri Ngalong dan Pasaran di Alas Tuwo Semarang pada rentang tahun 2003-2007.

Kedua, bahwa dalam kancah hubungan internasional, salah satu penanda dikenalinya orang Indonesia adalah peci hitamnya. Hanya tiga negara yang dinisbahkan pada penggunaan peci hitam, yaitu Indonesia, Malaysia dan Brunai Darusalam.

Tentunya dari tiga negara tersebut Indonesia adalah yang paling besar jumlah penduduknya. Pasalnya, Indonesia paling banyak jumlah penduduknya, sehingga akan lebih mudah dan sering ditemui masyarkatnya. Salah satu contoh nyatanya adalah pada saat pelaksanaan ibadah haji, pengguna peci hitam langsung akan dikenali sebagi orang Indonesia.

Penisbahan Peci Hitam sebagai trandmark orang Indonesia juga disinggung oleh Bung Karno dalam bukunya Cindy Adams, Penyambung Lidah Rakyat. Bung Karno bercerita bahwa Peci Hitam merupakan simbol budaya busana bangsa, disamping bermanfaat juga untuk menutupi kebotakannya.

Salah seorang Profesor saya akhir-akhir ini rajin menggunakan peci hitam salah satu alasanya juga alasan yang kedua yang digunakan oleh Bung Karno dalam cerita di atas.

Ada kebiasaan menarik pada waktu dulu masih di nyantri di Kediri. Kami punya kebiasan untuk melepas Peci Hitam sebelum kami masuk ke kamar mandi. Awalnya mungkin kebiasaan ini dilakukan karena sebagian dari santri biasa menyelipkan secarik kertas di peci hitamnya yang entah itu berisikan rajah atau pun sebagainya yang mengandung lafadz jalalah, sehingga haram hukumnya untuk membawanya kedalam kamar mandi. Tapi, seiring berjalanya waktu, kami santri-santri kecil mengekor untuk melepas peci di depan kamar mandi dan tidak memakainya ketika akan masuk ke kamar mandi, ada rasa tidak etis ketika kami berhajat dengan tetap memakai peci.

Bagaiamana dengan sekarang ? Walaupun pondok tempat saya dulu nyantri sekarang malah mewajibkan penggunaan peci putih untuk hari dan acara-acara tertentu, atas nama kebiasaan, saya masih tetep ajeg ora pedot oyot, istiqomah pake Peci Hitam, hanya sesekali pake peci bulat, dan terlepas dari itu semua, alasan utamanya juga lebih karena saya cm punya peci hitam, gak punya peci yang lain..hehehe..

Heriyono Tardjono. Penulis adalah Pengajar di Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia dan Pengasuh Aksara Pinggir

 

Reporter: KilatNews