Mereka yang Tergusur Dari Tanahnya Sendiri
Oleh : Anggi Alwik Juli Siregar
Pada 1 September 2020 lalu, warga Jurumudi kecamatan Benda digusur dari tanah kelahirannya. Penggusuran terhadap warga Jurumudi dari tanah kelahirannya akibat adanya Proyek Strategis Nasional Presiden Jokowi untuk pembangunan Jalan Tol JORR 2 ruas Cengkareng-Batuceper-Kunciran.
Sebenarnya warga Jurumudi sendiri tidak pernah menghalangi proses pembangunan jalan tol tersebut. Akan tetapi, dikarenakan ganti rugi yang diterima oleh warga Jurumudi jauh dari kata layak dan adil seperti apa yang tertuang dalam UU 2/2012 tentang Pengadaan lahan bagi pembangunan demi kepentingan umum, akhirnya warga merasa keberatan dan terus melakukan perlawan.
Baca Juga:
Selain ganti rugi yang tidak layak dan adil, ada banyak permasalahan lain yang dilakukan oleh pihak yang memerlukan tanah, yakni Kementerian PUPR. Pertama, tidak pernah ada musyawarah soal bentuk dan besaran ganti rugi. Kedua, tidak sahnya peralihan hak atas tanah yang dilakukan oleh pihak yang memerlukan tanah. Ketiga, ada 7 bidang tanah warga Jurumudi diberikan ganti rugi tidak sesuai antara resume yang dilakukan oleh Kantor Jasa Penilai Publik dengan hasil Konsinyasi.
Terakhir, sejak bulan Februari 2021 hingga saat ini lebih dari 300 warga tidak diberikan dana untuk menyewa tempat tinggal atau kontrakan. Akhirnya banyak warga yang tinggal dan tidur di posko penginapan yang berada di samping jalan tol.
Setelah penggusuran tersebut dilakukan, warga kehilangan tempat tinggal, dan kehilangan mata pencaharian sehingga ekonomi warga semakin memburuk, anak-anak dan orang tua juga terlantar. Parahnya lagi terjadi pelanggaran Hak Asasi.
Baca Juga:
Semua jalur perjuangan (advokasi) sudah ditempuh oleh warga Jurumudi, baik litigasi dan non litigasi. Untuk litigasi warga melalui kuasa hukumnya dari LPBHNU Tangerang telah mengajukan gugatan PMH pada tanggal, 28 september 2020, namun mediasi gagal. Sidang pun berlanjut.
Di nonlitigasi, warga dibantu oleh LPBHNU, teman-teman mahasiswa, LSM dan jaringan lainnya sudah banyak bergerak melawan, mulai dari aksi ke kantor lurah, camat, Walikota Tangerang, BPN Kota Tangerang, Gubernur Banten, meminta bantuan DPRD Kota Tangerang, audiensi dan berkirim surat ke Komnas HAM minta perlindungan, ke Ombudsman, KSP, bahkan Presiden. Namun smua tidak ada respon dan kepastian untuk warga.
Pada tanggal 24 agustus 2021 mendatang adalah sidang terakhir di PN Tangerang, dengan agenda pembacaan putusan. Warga sudah berusaha melawan dengan sebaik-baiknya dan sehormat-hormatnya. Semoga kebijaksanaan Majelis Hakim yang mulia sebagai wakil tuhan di dunia, memutus dengan seadil-adilnya. Atau mungkin tuhan juga turut andil.
Anggi Alwik Juli Siregar. Penulis adalah Wakil ketua LPBHNU Kabupatan Tangerang dan Founding Partner The Jurisprudence Partner Law Firm.