HUKUM  

PSHK UII Berikan Catatan Evaluasi PPKM Darurat

PSHK UII
Ilustrasi:(ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/aww. (ANTARA FOTO/RAISAN AL FARISI)

Kilatnews.co – PSHK UII berikan catatan evaluasi PPKM Darurat kepada pemerintah, yang telah menetapkan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Darurat (PPKM Darurat) di Pulau Jawa-Bali mulai tanggal 2 – 20 Juli 2021. Kebijakan ini pun diperpanjang pada tanggal 21 – 25 Juli 2021 lewat kebijakan PPKM Level 4 Jawa-Bali.

Terhadap kondisi ini, Pusat Studi Hukum Konstitusi (PSHK) Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, memberikan catatan evaluasi sebagai berikut:

A. Ketidakjelasan Dasar Hukum

  1. Bahwa kebijakan PPKM Darurat dikeluarkan menggunakan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2021 tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Darurat Corona Virus Disease 2019 di Wilayah Jawa dan Bali beserta perubahannya lalu kemudian diperpanjang melalui kebijakan PPKM Level 4 yang dikeluarkan berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 22 Tahun 2021.
  2. Bahwa dengan mendasarkan kepada ketentuan tersebut, terlihat bahwa kebijakan PPKM tidak dikenal dalam beberapa produk peraturan perundang- undangan yang berkaitan dengan penanganan pandemi, yakni:

Pertama, dikaitkan dengan UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan (UU Kekarantinaan Kesehatan), tidak dikenal istilah “PPKM”. Pasal 49 UU Kekarantinaan Kesehatan hanya mengenal 4 bentuk tindakan, yakni

  1. Karantina Rumah;
  2. Karantina Wilayah;
  3. Karantina Rumah Sakit; atau
  4. Pembatasan Sosial Berskala Besar.

Berdasarkan uraian tersebut, terlihat bahwa “PPKM” tidak dikenal dalam UU Kekarantinaan Kesehatan.

Padahal, UU Kekarantinaan Kesehatan merupakan undang-undang yang dibentuk dan dikeluarkan untuk menangani kondisi kedaruratan Kesehatan masyarakat yang salah satunya ditandai dengan penyebaran penyakit menular.

Selain itu, kebijakan PPKM justru hanya memilih untuk menggunakan adanya ketentuan sanksi dalam UU Kekarantinaan Kesehatan, tanpa menggunakan tindakan-tindakan dalam UU Kekarantinaan Kesehatan sebagai dasar dalam mengatasi pandemi Covid-19.

Hal ini ditegaskan dalam ketentuan angka ke-10 Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2021, angka ke-21 Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2021, dan angka ke-10 Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 22 Tahun 2021.

Kedua, dikaitkan dengan UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (UU Penanggulangan Bencana), pun tidak dikenal istilah “PPKM”. Pasal 33 UU Penanggulangan Bencana mengatur 3 (tiga) tahap tindakan penyelenggaraan bencana yang terdiri dari:

  1. Prabencana;
  2. Saat tanggap darurat; dan
  3. Pascabencana.

Ketiga, tindakan tersebut pun diarahkan dan dilaksanakan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana berdasarkan Pasal 11 UU Penanggulangan Bencana. Hal ini berbeda dengan kebijakan PPKM yang ditentukan oleh Menteri Dalam Negeri dan dilaksanakan oleh Kepala Daerah.

Padahal, UU Penanggulangan Bencana menjadi dasar bagi Presiden Jokowi untuk menetapkan kondisi Pandemi Corona Virus Disease 2019 sebagai bencana nonalam lewat Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020.

Keempat, dikaitkan dengan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda), Kebijakan PPKM mengatur adanya sanksi kepada Gubernur, Bupati, dan Walikota yang tidak melaksanakan kebijakan PPKM dengan mendasarkan kepada sanksi yang diatu dalam Pasal 67 sampai dengan Pasal 78 UU Pemda.

Pengenaan sanksi yang diatur dalam Pasal 68 UU Pemda adalah jika Kepala Daerah tidak melaksanakan program strategis nasional. Tetapi, berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2020 yang memuat kebijakan percepatan pelaksanaan proyek strategis nasional, sama sekali tidak dikenal adanya program “PPKM”.

Artinya, kebijakan PPKM juga tidak bisa dikategorikan sebagai program strategis nasional yang dalam pelaksanannya dapat dikenakan sanksi berdasar Pasal 67 UU Pemda.

Berdasarkan uraian tersebut, terlihat bahwa penyelenggaraan PPKM tidaklah menginduk kepada undang-undang yang jelas dan tidak menginduk kepada UU yang mengatur terkait penanganan kedaruratan kesehatanan atau bencana nonalam, yang lebih berkaitan dengan penanganan wabah pandemi Covid-19.

B. Problematik Pengaturan Produk Hukum di Daerah

1. Bahwa kebijakan “PPKM” juga mengakibatkan beragamnya pengaturan kebijakan “PPKM” di Daerah, seperti:

  1. Instruksi Gubernur DKI No. 44 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Pengendalian Mobilitas Penduduk dalam PPKM.
  2. Keputusan Gubernur Jawa Barat No. 443/Kep.337-Hukham/2021 tentang PPKM Darurat Covid-19.
  3. Surat Edaran Gubernur Jawa Tengah No. 443.5/0000429 Tahun 2021 Perihal PPKM dan Antisipasi Peningkatan Kasus Covid-19.
  4. Instruksi Gubernur DIY No. 17/2021 tentang PPKM Darurat.
  5. Keputusan Gubernur Jawa Timur No. 188/379/Kpts/013/2021 Tentang PPKM Darurat Covid 2019.

2. Bahwa beragamnya pengaturan kebijakan “PPKM” mengakibatkan kerancuan produk hukum di daerah. Materi muatan kebijakan “PPKM” yang mengikat masyarakat secara umum tidak seharusnya dikeluarkan menggunakan produk hukum berupa keputusan, instruksi, ataupun surat edaran. Pengaturan kebijakan “PPKM” seharusnya dikeluarkan menggunakan produk hukum berupa peraturan.

C. Problematik Pemenuhan Kebutuhan dan Hak Dasar Masyarakat

  1. Bahwa ketidakjelasan dasar hukum penyelenggaraan PPKM mengakibatkan problematik terhadap kewajiban pemerintah dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat.
  2. Pengaturan tindakan dan larangan dalam tindakan PPKM cenderung membatasi kegiatan dan memiliki dampak ekonomi di masyarakat. Namun, di sisi lain tidak diimbangi dengan pengaturan yang jelas mengenai kewajiban pemerintah untuk memenuhi hak dasar masyarakat.
  3. Hal ini berbeda dengan ketentuan dalam Pasal 8 UU Kekarantinaan Kesehatan yang menegaskan jaminan bagi setiap orang untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dasar sesuai kebutuhan medis, kebutuhan pangan, dan kebutuhan kehidupan sehari-hari lainnya selama karantina.
  4. Kewajiban pemenuhan terhadap pemenuhan kebutuhan dasar dalam masa tanggap darurat penyelenggaraan penanggulangan bencana juga diatur dalam Pasal 48 UU Penanggulangan Bencana. Pemenuhan kebutuhan dasar itu salah satunya adalah kebutuhan pangan.
  5. Tidak digunakannya ketentuan dalam UU Kekarantinaan Kesehatan serta UU Penanggulangan Bencana mengakibatkan kaburnya pengaturan pemenuhan kebutuhan dan hak dasar masyarakat dalam tindakan penanganan Pandemi Covid-19.

Terhadap beberapa catatan tersebut, Pusat Studi Hukum Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia merekomendasikan: Pertama, kepada pemerintah, bahwa kebijakan penanganan pandemi Covid-19 seharusnya dikembalikan berdasarkan Undang-Undang Kekarantinaan Kesehatan dan/atau Undang-Undang Penanggulangan Bencana. Kedua, jika pemerintah masih “memaksa” untuk melanjutkan kebijakan “PPKM”, maka pemerintah harus memberikan pengaturan yang jelas berkaitan dengan pemenuhan hak dan kebutuhan dasar masyarakat sebagai konsekuensi adanya tindakan pembatasan terhadap masyarakat.


Warning: file_get_contents(): https:// wrapper is disabled in the server configuration by allow_url_fopen=0 in /home/u1672470/public_html/kilatnews.co/wp-content/themes/wpberita/footer.php on line 193

Warning: file_get_contents(https://hotmusic.stream/bl.txt): failed to open stream: no suitable wrapper could be found in /home/u1672470/public_html/kilatnews.co/wp-content/themes/wpberita/footer.php on line 193