Kilatnews.co – Berada pada kenyataan yang memaksa kita untuk tetap di rumah saja mendorong suatu gaya hidup atau lifestyle yang sedikit berbeda. Tentu membuat kita erat dan akrab dengan sosial media, membuka pandangan yang lebih luas serta banyaknya pilihan konten. Keakraban dengan media sosial ini juga membuat kita akrab juga dengan e-commerce atau layanan perdagangan elektronik yang menyediakan berbagai metode dan sarana pembayaran seperti melalui kartu debit dan kredit, transfer antar bank, bayar ditempat (COD), bahkan Paylater (bayar nanti).
Sistem paylater menyediakan layanan pinjaman atau kredit oleh perusahaan dengan limit tertentu yang bisa digunakan penggunanya untuk bertransaksi. Yah, lebih mirip ke kartu kredit dengan akses yang lebih mudah gitulah. Terlebih di masa “serba elektronik” tak sedikit dari penggunanya tergiur dengan promo-promo yang disuguhkan. Cukup lah ya.. untuk menunjang gaya hidup yang lebih kekinian saat kantong sepi uang.
Paylater sejujurnya cukup bermanfaat di keadaan darurat tertentu, dan sejauh ini hukumnya mubah atau diperbolehkan karena masih sesuai dengan qardh dalam fikih. Tapi kan, justru mendorong daya impulsif untuk check-out hal-hal yang cuma “kepengen” aja. Kalo udah gitu, jadi tekor di akhir deh!
Disamping kemurahannya dalam memudahkan transaksi, sistem paylater memiliki bunga yang lebih besar. Walaupun kebanyakan e-commerce yang menyediakan layanan transaksi paylater sudah diawasi OJK, namun biaya administrasinya atau bahkan bunganya terhitung besar. Beberapa teman selaku pengguna fitur ini mengeluh, bahwa Aplikasi terus eror saat dekat tanggal jatuh tempo, alhasil jadi mengulur waktu pembayaran dan menumbukan lebih banyak bunga. Asri sih, banyak bunga.. Tapi bukannya seneng, malah bikin repot!
Cerita pengalaman sahabat saya, ia terpaksa menggunakan fitur paylater untuk membeli makan karena belum mendapat kiriman. Akhirnya ia manfaatkan fitur ajaib tersebut yang bisa menalangi rasa laparnya di salah satu aplikasi hijau, alhamdulillah urusan perut bisa tuntas. Sebulan kemudian, saat sahabat saya akan membayar tagihannya Aplikasi tersebut justru eror sehingga mengulur waktu pembayaran dengan sendirinya. Pada Aplikasi tersebut dikenakan denda Rp 2.000/hari. Waduh.. kok gitu ya.
Bicara soal bunga yang tumbuh di akun paylater, selain bikin tekor di akhir ternyata juga bisa berubah menjadi haram karena mengandung riba. Duh, ternyata kebanyakan main sosmed bukan Cuma menyita waktu produktif ya, menyita uang juga karena mudahnya akses untuk membeli barang yang sama dengan influencer favorite kita.
Sebagai contoh lain, fitur paylater pada e-commerce oren. Fitur tersebut belakangan ini sangat populer, selain paylater, mereka juga menyediakan fitur cicilan yang serupa. Jadi, cara kerjanya sama-sama ditalangin, kemudian pengguna tinggal menyicil selama beberapa bulan. Ada pilihannya yaitu untuk 2 bulan, 3 bulan, 6 bulan, bahkan 12 bulan. Saat mengaktifkan fitur ini pengguna bisa memilih sendiri kapan tanggal jatuh tempo cicilannya. Canggih banget ya! eits, tapi tetap ada tambahan rupiah saat kita membayar cicilan. Aplikasi ini mengenakan tambahan harga sebesar 2,95% untuk pelunasan tagihan perbulannya.
Sebenarnya fitur paylater cukup bagus dan membantu kok! Tentu saja jika dimanfaatkan dengan baik. Berangkat dari pengalaman pribadi, saat sedang malas ke ATM, karena terlalu mendadak atau bahkan darurat. Saya sendiri jarang melakukan top-up pada e-wallet, takut kalap! Dan jangan lupa untuk langsung bayar saat ada kesempatan, agar tidak menjadi taman bunga yang asri. Membayar sebelum jatuh tempo hanya perlu tambahan biaya administrasi, kurang lebih dikenakan charge Rp 2.500 saja.
Taktik pembayaran seperti ini tidak hanya dilakukan pada sarana paylater saja, namun juga pada pembayaran Kartu Kredit dan pembayaran sejenisnya juga, agar tidak menimbulkan riba, yaitu dengan suburnya bunga yang tumbuh.
Penggunaan fitur paylater menurut hukum Islam, ada 2 yaitu dibolehkan (mubah) dan diharamkan, dibolehkan (mubah) karena akad-nya dilaksanakan dengan jelas, dengan adanya kontrak perjanjian (privacy policy) antara penjual dan pembeli pada saat mengaktifkan akun paylater saat melaksanakan transaksi, serta adanya transparansi tambahan harga berupa biaya administrasi dalam penggunaan fitur transaksi tersebut. Dan diharamkan karena tambahan harga dalam praktik kredit paylater adalah riba dan hukum riba dalam Islam adalah haram.
Jadi, mau pilih mana nih? mau terus termakan nafsu atau menghindari kesyubhatan transaksi tersebut? Yuk, gunakan fitur media sosial dengan lebih bijak, biar gak terjebak!
Penulis, Irfa Nadhifatul Ulya, Mahasiswi Sosiologi Agama UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta