Menakar Peluang Anies 2024
Kilatnews.co – Dibanding dengan kandidat lain, nasib Anies dalam perjalanan menuju kontestasi pilpres dianggap paling rumit. Artinya, tidak serumit menebak peluang kandidat lain seperti Prabowo, Erlangga, AHY, bahkan Ganjar Pranowo, apalagi cuma Cak Imin. Peluang yang dimaksud bukan sebagai penerus Jokowi, alias pemenang pilpres, melainkan peluang menjadi capres cawapres.
Para kandidat di luar Anies memiliki partai ataupun kader partai yang jelas. Sedangkan Anies kader partai apa? Ini yang akan menyulitkannya terutama dalam pembentukan koalisi partai. Seperti diketahui, parpol selain PDIP harus berkoalisi untuk memenuhi persyaratan President Treshold 20%. Kecuali Anies diusung PDIP, tapi sepertinya nama Anies belum bisa laku di jajaran DPP maupun kader akar rumput PDIP.
Namun, hal itu bisa menjadi keuntungan bagi Anies karena dia tidak bergantung kepada satu partai tertentu. Sebagai contoh Ganjar. Meski Ganjar kader PDIP, namun hingga kini belum jelas nasibnya. Karena seperti diketahui dia harus bersaing dengan ‘anak emas’ PDIP, yakni Puan Maharani. Namun banyak pengamat yakin PDIP akan berpikir realistis agar menang hatrick.
Baca Juga: Geliat Pilpres 2024, Menunggu Kekompakan Jokowi dan Megawati
Puan tidak terlalu menjual. Elektabilitasnya masih kalah jauh dibanding Ganjar. Memang PDIP sebagai pemenang di parlemen, namun tidak bisa jika hanya mengandalkan mesin partai bekerja. Faktanya, suara PDIP lebih banyak dibantu oleh tenaga relawan Jokowi selama dua periode terakhir. Hanya saja kini Ganjar seperti tersandera oleh partainya sendiri sementara Anies sudah lebih bebas bergerak.
Selain soal partai dan mesin partai, Anies juga terbelit persoalan profiling. Pilpres selain melihat partai pengusung tapi juga sosok capres sangat menentukan. Bahkan kadang pemilih lebih melihat sosok kandidat ketimbang partai di belakangnya. Anies selama ini dinilai masyarakat cenderung lebih cocok ke akademisi ketimbang birokrat, politisi ataupun pemimpin (leader). Memang Anies luwes bisa kemana saja hingga mudah menyesuaikan diri.
Namun banyak yang menyayangkan kemudian dia bisa disetir kelompok tertentu. Lihat saja saat Anies bersama gerbong Jokowi di 2014, kemudian pindah ke Prabowo di Gerindra saat pilkada DKI 2017, serta saat menjabat Gubernur justru lebih dekat dengan PKS dan kelompok Islam fundamentalis. Sekarang pula Anies dicalonkan Nasdem sebagai capres. Lihat langkah-langkah itu yang dianggap manuver menukik.
Anies bisa berpindah-pindah meski kelompok yang dimasukinya saling bertentangan paham dan pendekatan kekuasaannya. Banyak kemudian pengamat yang ragu akan ideologi, visi dan misinya, selain yang kerap digaungkan selama ini fokus kepada pembangunan manusianya. Namun selama menjabat Gubernur DKI juga belum terlihat konsep visinya tersebut seperti apa? Yang ada bahwa Anies membangun narasinya sendiri.
Baca Juga: DPR RI Idham Samawi: Tantangan Terberat Indonesia Menjaga Integritas Bangsa
Sayang sekali partai tidak terlau mempersoalkan semua itu, yang penting populer, laku dijual dan bisa ‘disetir’, itu saja. Nasdem, PKS dan Demokrat bisa saja setuju mencalonkan Anies sebagai capres, namun bagaimana sinergi dari koalisi tiga partai itu, terutama dalam visi misinya? Bayangkan saja satu bicara restorasi, satunya bicara model SBY dan satunya terkait syariah bahkan mungkin sampai pada penegakan khilafah? Selain itu, siapa yang menjadi cawapresnya?
Demokrat melalui Surya Paloh sudah menyatakan menyerahkan sepenuhnya kepada Anies untuk memilih. Berarti tinggal persaingan Demokrat dengan PKS. Yang sudah dikenal masyarakat adalah duo Anies-AHY. Namun apakah PKS mau mengalah? Mengingat ini peluang besar bagi kelompok Islam (PKS) untuk berkuasa. Dan Anies sendiri akan cocok dengan siapa? Menarik untuk menunggu kelanjutannya.
Inilah PR Anies. Bisa tidak dia memimpin tiga partai itu dalam satu gerbong koalisi? Anies dan PKS dikenal dengan politik identitasnya saat pilkada DKI yang lalu, sementara Surya Paloh sudah wanti-wanti tidak boleh ada lagi politik identitas. Masyarakat pendukung Anies pun mendapat PR dan harus berpikir, dulu banyak memusuhi Surya Paloh dan Metro tv (icon media Nasdem) tapi kini suka tidak suka harus seiring sejalan. Itulah politik.
Sebaliknya, kader Nasdem yang mendukung Ganjar serta Metro tv yang masih setia dengan Jokowi, akankah setia dengan ‘babenya’ (SP) atau setia dengan pilihan pribadinya? Intinya, Anies berpeluang besar menjadi salah satu kandidat capres, namun tentu dengan segudang PR yang harus dilakukan jika ingin menang dalam kontestasi pilpres 2024. Dan ingat, ini pemilihan nasional, bukan kelas DKI Jakarta.