Kilatnews.co – Kemiskinan merupakan sebuah fenomena yang tidak asing bagi masyarakat Indonesia. Pasalnya, kemiskinan masih menjadi salah satu masalah besar bagi bangsa Indonesia. Dan sampai sekarang, sudah tujuh kali pergantian Presiden, masalah kemiskinan masih belum dapat dituntaskan.
Belum dapat dituntaskannya persoalan kemiskinan tersebut salah satunya dikarenakan faktor geografis tentunya menyebabkan penyelesaian kemiskinan tidak bisa disamaratakan. Pemerintah dari rezim ke rezim sudah melakukan pelbagai upaya untuk mengentaskan kemiskinan atau minimal menguranginya. Misalnya, dengan pemberian BLT (Bantuan Langsung Tunai) kepada masyarakat kurang mampu, namun nyatanya bantuan langsung ini masih belum efektif menuntaskan kemiskinan. Justru masyarakat sekarang mengalami ketergantungan terhadap BLT, bahkan bantuan itu digunakan tidak sesuai dengan apa yang diinginkan dan dimaksudkan oleh pemerintah.
Tak hanya itu, dampak dari ketidakberdayaan pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan memiliki dampak besar bagi kehidupan masyarakat seperti meningkatnya angka kriminalitas. Diakui maupun tidak, ketidakpunyaan harta atau pekerjaan mendorong seseorang melakukan tindakan kriminal demi melanjutkan hidup dan memenuhi kehidupan sehari-hari dirinya dan keluarganya.
Kemiskinan bukan hanya bersinggah di masyarakat pedesaan namun masyarakat perkotaan justru lebih rentan atau lebih banyak terlihat adanya masyarakat miskin. Hal ini dikarenakan masyarakat desa yang ingin merubah nasibnya pergi ke kota karena dalam pandangan masyarakat desa bahwa perkotaan memiliki keistimewaan, yaitu banyaknya lapangan pekerjaan kemudian gaji besar dan lain sebagainya.
Tetapi ketika masyarakat desa pergi ke kota dengan tujuan merubah nasib malah sebaliknya di perkotaan persaingan pekerjaan sangat ketat. Karena rasa malu, dan untuk menutupinya setelah pergi ke tapi tidak memiliki pekerjaan dan penghasilan maka orang-orang inilah salah satu penyebab tingkat kemiskinan dan kriminalilats di kota meningkat.
Menilik kota kecil di Jawa Tengah salah satunya, yaitu  Purwokerto dengan tingkat kemiskinan mulai rendah pada tahun 2020. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Banyumas sekitar 13,26% dan kemiskinan tersebar luas di pusat kota Purwokerto. Meskipun angka kemiskinan di Purwokerto cukup tinggi, pertumbuhan komunitas sangat pesat bahkan salah satu penghasil komunitas sosial terbanyak dari beberapa daerah sekitarnya seperti Purbalingga, Cilacap, Kebumen
dan lainnya.
Dari data diatas menunjukan bahwa masyarakat Purwokerto memiliki tingkat kepedulian terhadap sosialnya begitu tinggi, namun di sisi lain ada yang mengindikasikan kalau banyaknya komunitas sosial di suatu kota menunjukan bahwa tingkat kemiskinan di kota tersebut juga tinggi, karena sebuah komunitas sosial adalah sebuah bentuk filantropi dari masyarakat sekitar. Untuk membantu masyarakat sekitar yang miskin setidaknya memberikan bantuan dalam bentuk pemberian sembako yang dilakukan secara random dan tidak setiap hari. Random dalam arti membagi kepada siapa saja dengan latar belakang tidak mampu dan hal itu sudah diteliti bahkan sudah disurvei secara langsung oleh komunitas tersebut.
Komunitas sosial di purwokerto tergolong cukup karena rasa simpati terhadap orang-orang yang tidak mampu di sekitarnya. Dan dorongan untuk membentuk komutias sosial itu dikarenakan bergerak sendiri menuai hasil kurang maksimal maka terbentuklah suatu komunitas sosial dengan kegiatan berpusat di kota. Menagapa diperkotaan, karena daerah perkotaan banyak orang pinggiran, pengamen, tukang becak dan sejenis lainnya yang tidak mampu atau sepi dalam bekerja sehingga untuk makan susah dan disitulah komunitas-komunitas turun dengan rangkaian kegiatan rutin, misalnya pembagian nasi bungkus setiap hari jum’at dengan jumlah terbatas dan menyebar di daerah kota Purwokerto.
Purwokerto sebuah kota kecil sekalipun mempunyai banyak universitas di dalamnya tetapi banyak generasi muda lebih memilih untuk bekerja dari pada untuk melanjutkan ke jenjang Universitas. Komunitas sosial seharusnya juga bergerak dalam banyak hal, termasuk mendorong generasi muda Purwokerto agar melanjutkan studinya ke jenjang pendidikan lebih tinggi. Artinya, jika banyak bidang komunitas sosial ini bergerak dalam segala bidang maka masyarakat adil, makmur dan sejahtera dapat segera terwujud. Ketika masyarakat sudah hidup sejatera dan makmur, pada gilirannya kegembiraan akan dirasakan. Dan masyarakat akan merasakan kehadiran komunitas tersebut yang menerima gerakan tersebut karena dilakukan dengan ikhlas. Inti dari gerakan sosial ialah sebuah keikhlasan mengabdi kepada masyarakat tanpa diberi upah bahkan kata terimakasihpun tidak selalu didapat.
Masyarakat miskin kota seperti di Purwokerto dari tahun ke tahun angka kemiskinannya menurun, karena mayarakatnya cenderung lebih memilih bekerja dari pada melanjutkan ke jenjang Universitas sehingga secara otomatis jika bekerja tingkat ekonomi keluarganya naik walau sedikit. Pada sisi lain juga karena masyarakat kota Purwokerto sebagian merantau ke sebuah kota lebih besar atau sampai ke luar negeri dengan harapan penghasilannya bertambah dan menaikan ekonomi keluarganya.
Mungkin dari sisi kemiskinan menurun namun dari sisi kepedulian pendidikan juga menurun dan seharusnya masalah ini menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintahan Kabupaten Banyumas agar kemiskinan menurun. Akan tetapi, kepedulian terhadap pendidikan meningkat, peran komunitas sosial juga diperlukan dalam kepedulianya soal pendidikan, yaitu dengan cara menggeser konsentrasi komunitas dari soal kemiskinan kepada soal pendidikan.
Penulis, Rachmat Anggi Dwi Maulana
Mahasiswa Sosiologi Agama UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta