Menumbuhkan Partisipasi Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Di Daerah
Oleh: Syahfuad Nur Rahmat
Partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Pemda) memiliki fungsi yang sangat penting. Pasalnya partisipasi masyarakat ini merupakatan jembatan bagi masyarakat dalam mengekspresikan kebutuhan dan kepentingan masyarakat itu sendiri.
Partisipasi atau peran serta masyarakat yang dimaksud adalah kemauan masyarakat untuk melihat, megkritisi, serta ikut terlibat dalam setiap proses penyelenggaraan pemerintahan. Secara umum bentuk partisipasi masyarakat dapat dibedakan menjadi beberapa indikator, yaitu: a) keterlibatan masyarakat pada tahap pembuatan keputusan; b) keterlibatan masyarakat pada tahap implemntasi; c) keterlibatan langsung masyarakat pada tahap evaluasi setelah pelaksanaan; dan, d) partisipasi untuk memperoleh manfaat suatu kegiatan.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945) dalam Pasal 28C ayat (2) telah mengamanatkan bahwa, keterlibatan masyarakat dalam setiap pembangunan merupakan hak asasi warga negara yang dijamin konstitusi. Adapun tujuan dari pembangunan dalam tata kelola pemerintahan, yakni untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Manakala dalam pelaksanaan pembangunan tanpa ada keterlibatan masyarakat, maka pemenuhan kebutuhan masyarakat untuk hidup dalam keadaan adil, makmur dan sejahtera akan terancam.
Baca Juga:
Institut AntiKorupsi Soroti Kebijakan Koruptif di Daerah
Setiap proses penyelenggaraan pembangunan, partisipasi masyarakat merupakan bentuk pengawasan dalam sistem pemerintahan yang demokkrtatis. Wujud nyata dari keterlibatan masyarakat dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang menjadi materi pokok dalam pengaturan sebagaimana juga diatur dalam UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Fungsi penting yang termaktub dalam penyelenggaraan pemerintahan tidak hanya sebatas mengekspresikan pemenuhan kebutuhan agar lebih responsif. Namun, juga merupakan bentuk kepedulian dan dukungan untuk keberhasilan pembangunan di daerah.
Menumbuhkan Partisipasi Masyarakat
Penjelasan lebih lanjut mengenai partispasi masyarakat dalam rangka mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat diatur dalam UU a quo, pasal 354 mengamanatkan bahwa dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, pemerintah daerah mendorong partisipasi masyarakat dengan cara;
- Keterbukaan informasi yang dapat dilakukan melalui system informasi, media cetak/elektronik, papan pengumuman, ataupun permintaan secara langsung kepada pemerintah daerah terkait.
- Mendorong peran aktif kelompok dan organisasi masyarakat
- Pelembagaan dan mekanisme pengambilan keputusan yang memungkinkan kelompok dan organisasi kemasyarakatan dapat terlibat secara efektif.
- Pengambilan keputusan dengan melibatkan masyarakat.
- Kegiatan lainnya sesuai dengan kebutuhan dan inovasi daerah.
Sejalan dengan itu, dalam Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2017 juga mengatur bahwa partisipasi masyarakat dapat dilakukan melalui konstultasi publik, penyampaian aspirasi, rapat dengar pendapat umum, kunjungan kerja, sosialisasi hingga seminar, lokakarya, dan/atau diskusi.
Hal lain juga menjadi cakupan penting untuk dipahami terkait partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, yaitu partisipasi dalam hal penyusunan Peraturan Daerah dan kebijakan daerah, mulai dari perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, pemonitoran dan pengevaluasian, pembangunan daerah, pengelolaan asset dan/atau sumber daya alam daerah, dan penyelenggaraan pelayanan publik serta akses masyarakat terhadap informasi penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dan penguatan kapasitas kelompok masyarakat agar dapat berpartisipasi secara efektif dan efisien.
Baca Juga:
Kritik Terhadap Arah Politik Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
Dalam pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan daerah, masyarakat berhak memberikan masukan baik secara lisan maupun tertulis dalam penyusunan peraturan dan kebijakan daerah (vide: Pasal 2 PP No. 45 Tahun 2017). Aspirasi masyarakat tersebut dapat disalurkan melalui rapat dengar pendapat umum, kunjungan kerja, sosialisasi dan/atau seminar, lokakarya dan/diskusi juga termatub dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 80 Tahun 2015 tentang pembentukan Produk Hukum Daerah. Pada proses pembentukan peraturan daerah (perencanaan, penyusunan, pembahasan, penetapan dan pengundangan), aspirasi masyarakat kemudian ditampung mulai dari tahap perencanaan dalam penyusunan.
Selain itu, partisipasi masyarakat juga penting dalam upaya untuk meningkatkan kualitas pengambilan kebijakan. Sebab masyarakat sebagai subjek akan terpengaruh akibat kebijakan tersebut. Jika kebijakan yang diputuskan baik, berpihak pada masyarakat, maka kehidupan masyarakat akan juga baik.
Sebaliknya, jika kebijakan yang dikeluarkan pemerintah buruk, tidak berpihak pada masyarakat, maka kehidupan masyarakat akan bertambah sengsara. Dengan begitu diharapkan pihak eksekutif maupun legislative dapat menangkap pandangan dan kebutuhan dari masyarakat yang kemudian dimuat dalam suatu peraturan daerah.
Ada beberapa indkator lain yang tidak kala penting terkait partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan daerah, antara lain partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah, partisipasi masyarakat dalam pengelolaan asset dan sumber daya alam daerah serta partisipasi dalam penyelenggaraan publik.
Dalam prosesnya terdiri dari 4 bagian, yaitu: a) bagian perencanaan; b) penganggaran; c) pelaksanaan; d) monitoring dan pengevaluasian. Dari ke-4 variabel tersebut PP No. 45 Tahun 2017 secara tegas mengamanatkan agar supaya pemerintah daerah mampu mendorong pasrtisipasi masyarakat. Hal itu menjadi sangat penting untuk dilakukan sehingga dalam perjalanan kedepannya bisa terwujud pembangunan yang efektif, dalam arti pembangunan yang diselenggarakan dengan ide, sumber daya, serta kegiatannya dilakukan secara bersama-sama.
Ragam Partisipasi Masyarakat
Terdapat berbagai macam ragam variable bentuk partisipasi masyarakat pada setiap proses pembangunan daerah. Pada proses perencanaan pembangunan masyarakat dapat berpartisipasi dalam bentuk penyampaian aspirasi konsultasi publik, diskusi dan musyawara pada tahapan penyusunan rancangan awal maupun pada musrenbnag.
Dalam tahap proses penganggaran, penyampaian aspirasi juga dapat dilakukan dengan konsultasi publik diskusi, dan musyawarah untuk mengawasi kesesuaian antara Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) dengan kebijakan Umum Anggaran/Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (KUA/PPAS).
Baca Juga:
Kritik Terhadap Arah Politik Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
Pada tahapan berikutnya adalah tahap pelaksanaan. Pada tahap ini masyarakat dapat melibatkan diri sebagai mitra dalam bentuk pemberian hibah kepada pemerintah daerah baik itu berbentuk uang, barang, dan/atau jasa. Kemudian tahapan yang terakhir, yaitu tahap pengawasan dan evaluasi. Tahap evaluasi tujuannya supaya masyarakat dapat memastikan kesesuaian antara jenis kegiatan, volume dan kualitas pekerjaan, waktu pelaksanaan dan penyelesaian kegiatan, dan/atau spesifikasi dan mutu hasil pekerjaan dengan rancana pembangunan daerah yang telah ditetapkan pada PP No. 45 Tahun 2027 Pasal 14 ayat (1).
Dalam pengelolaan asset daerah dan sumber daya alam daerah. Sebagai aktor independent partisipasi dari masyarakat sangat dibutuhkan untuk mengawasi dan menjaga asset daerah serta sumber daya alam daerah agar dikelolah dengan hati-hati dan dikelola sesuai dengan seharusnya.
Alhasil pengawasan tersebut sebagai bentuk transparasi dalam pengelolaan aset daerah oleh aktor-aktor yang terlibat, dan terdampak secara langsung. Pada gilirannya masyarakat setempat dapat memberdayakan seluruh asset, dan seluruh sumber daya manusia yang dimiliki oleh daerah. Pengelolaan aset dan SDA kedepannya mampu meminimalisir hal-hal substansial yang tidak sesuai dengan ketentuan dan peruntukannya dapat sepenuhnya berorientasi pada masyarakat.
Sudah barang tentu pengelolaan Pemerintah Daerah, mengahruskan pemerintah daerah agar terus mendorong upaya menumbuhkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan aset dan SDA daerah. Yang meliputi penggunaan, pemanfaatan, pengamanan, dan/atau pemeliharaannya sesuai dengan ketentuan pasal 15 ayat (1) PP No. 45 Tahun 2017.
Baca Juga:
Solidaritas Sosial Durkheimian pada Masyarakat Perkotaan
Pada tataran penggunaan dan pengamanan dilaksanakan dalam bentuk pengawasan terhadap kegiatan yang dilakukan oleh pengguna barang dalam mengelolah, dan penataan barang milik daerah. sedangkan partisipasi dalam pemanfaatan, dapat dilakukan dalam bentuk sewa, kerja sama pemanfaatan, kerja sama penyediaan infrastruktur sehingga berdampak positif bagi masyarakat. Terakhir pada bentuk pemeliharaan dapat dilaksanakan dengan kerja sama pemeliharaan sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku.
Pada akhirnya, seiring perkembangan zaman dengan adanya tuntutan pelayanan prima, maka partisipasi dalam bentuk penyelenggaraan pelayanan publik, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan tentang pelayanan publik yang diatur dalam UU No. 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik. Tanpa pengecualian telah diatur juga didalamnya tentang peranan masyarakat dalam mengawasi dan mengawal pelayanan yang diberikan pemerintah (pasal 39 UU No. 45 Tahun 2009).
Oleh karena itu, pada prinsipnya masyarakat membutuhkan informasi publik yang terkait dengan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Keterbukaan informasi menjadi gerbang bagi masyarakat untuk berpartisipasi aktif. Disisi lain, mendorong partisipasi publik dapat dijadikan kewajiban utama yang harus dilakukan pemerintah daerah. Tak lupa pula untuk meningkatkan kesadaran kiranya dibuat program sosialisasi terhadap peraturan perundang-undangan yang terkait secara sistematis dan bekesinambungan.
UU No. 23 Tahun 2014 telah mengatur secara eksplisit mengenai sesuatu yang berkaitan dengan pemerintahan daerah, juga secara rinci diatur dalam PP No. 45 Tahun 2017 serta peraturan lain yang terkait, termasuk didalamnya mengenai partisipasi masyarakat. Maka wajib bagi pemerintah daerah agar terus mendorong dan menumbuhkan partisipasi masyarakat dalam hal penyelenggaraan pemerintahan daera agar dapat mencapai kebutuhan dan keinginan masyarakat di daerah.
Syahfuad Nur Rahmat. Penulis adagalah Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Janabarda Yogyakarta