Corona dan Lambang “Wei – Ji”

Selalu ada kesempatan dalam kesempitan. Selalu ada peluang dalam kondisi krisis.

[mks_dropcap style=”letter” size=”63″ bg_color=”#ffffff” txt_color=”#000000″]S[/mks_dropcap]elalu ada kesempatan dalam kesempitan. Selalu ada peluang dalam kondisi krisis. Begitulah pepatah kuno. Dan saat Virus Corona menjadi isu pandemi global, maka dunia seolah mengalami “jeda”. Tidak ada aktivitas kehidupan dan juga ekonomi yang berarti dan produktivitas pun terjun payung. Pabrik-pabrik tutup, karyawan dirumahkan (tanpa dibayar) dan PHK terjadi dimana-mana. Pasar lesu darah. Hanya barang konsumsi dasar kebutuhan pokok (consumer goods) yang masih menggeliat, karena berkait kebutuhan akan keberlangsungan nyawa.

Ada banyak pengertian tentang Krisis secara definisi dan dilengkapi dengan uraian penjelasannya. Kamus Umum Bahasa Indonesia (2008) mendefinisikan krisis sebagai keadaan yang berbahaya/ parah sekali/ genting/ suram. Sementara, Webster’s New World (1996) mendefinisikan krisis sebagai “a turning point in the course of anything” artinya ” suatu titik balik dalam sesuatu”. Sedangkan yang lebih relevan, para dokter berbicara tentang krisis, yang mereka maksudkan ialah saat-saat terjadinya perubahan dalam suatu penyakit, entah perubahan menjadi baik atau perubahan menjadi lebih parah.

Dalam bahasa Yunani, krisis berarti “keputusan” (Nova, 2009). Ketika krisis terjadi, perusahaan harus memutuskan hal yang harus dilakukan; bergerak ke kiri, atau bergeser ke kanan, ke bawah atau ke atas, bertarung atau melarikan diri. Sehingga krisis tidak dianggap sebagai petaka yang dapat menghentikan atau mematikan melainkan momentum untuk perbaikan dan mencari peluang di baliknya.

Ada lagi, Wright (2009) mendefinisikan krisis dalam bahasa Cina yang terdiri dari dua lambang yaitu “Wei-ji”. Kedua lambang tulisan itu melambangkan: “satu keadaan tanpa harapan” dan “satu kesempatan”. Hal ini seperti satu keping mata uang yang mempunyai dua sisi, yaitu di balik krisis ada kesempatan. Sehingga krisis tidak selalu berdampak buruk, tetapi sebaliknya menunjukkan suatu titik yang sangat penting dalam kehidupan seseorang. Oleh karena itu krisis dapat membawa kesempatan dan juga bahaya jika tidak menemukan metode untuk mengatasinya.

Pada satu sisi, krisis yang disebabkan oleh Corona Virus Disease 19 (Covid-19) tidak hanya terkait dengan penyebaran penyakit, namun telah pula meruntuhkan kohesi sosial yang menjadi karakter bangsa ini. Social Distancing dan Physical Distancing menjadi hal baru dalam kehidupan masyarakat akhir-akhir ini.

Pengalaman

Kita punya pengalaman saat krisis tahun 1998 dan 2008. Kedua krisis tersebut meski terjadi secara ekonomi, namun tidak membatasi pergerakan masyarakat untuk tetap beraktivitas. Sehingga perdagangan masih bisa berjalan. Namun saat ini mayoritas aktivitas ekonomi berhenti total. Dan tidak ada satu pun negara (pemerintahan) di dunia yang punya pengalaman menghadapi krisis global seperti ini. Paling tidak ada dua masalah utama yang dihadapi pelaku usaha saat ini.

Pertama, Pembatasan aktivitas karena kebijakan karantina membuat proses bisnis rantai pasok terganggu. Maka yang dapat dilakukan ada dengan mengambil opsi-opsi berikut, seperti 1) Menghentikan proses produksi sama sekali dan beralih ke produk substitusi. 2) Mengurangi produksi, jika masih ada demand terbatas, dan 3) Melakukan rekapitalisasi, jika demand tetap.

Kedua, situasi krisis membuat orientasi konsumsi pasar bergeser pada kebutuhan pokok dan darurat. Apa yang bisa dilakukan dalam kondisi ini? Boleh jadi menambah volume, jika usaha untuk produk yang sesuai demand situasional. Namun juga dapat mengurangi volume, jika masih ada demand terbatas, dan melakukan stocking, jika produknya tahan lama.

Akan tetapi, dalam kondisi krisis sekarang ini, masih ada harapan dan peluang menggerakkan roda perekonomian. Pada saat diberlakukannya social distancing dan physical distancing, cara-cara lama dalam penawaran barang dan jasa pun telah berubah. Dari cara konvensional harus bertemu dan tatap muka, kini beralih ke dunia digital e-commerce, perdagangan online dan aplikasi. Nyatanya, peluang masih tetap ada. Akad transaksi jual beli dapat dilakukan tanpa harus bersentuhan dan tatap muka secara langsung. Bisa diwakilkan pada jasa para pengantar barang.

Tidak semua sektor bisnis anjlok. Ada sektor-sektor relevan yang justru bisnisnya membaik. Sebut saja sektor medis dan kesehatan, perdagangan online atau e-commerce, sampai bisnis kuliner. Industri Garmen beralih peluang membuat masker dan APD misalnya.

Selalu saja ada peluang dan kesempatan di saat krisis. Juga harapan! Hanya saja, pemerintah mesti membuka lebar-lebar pintu peluang itu kepada masyarakat yang terdampak. Memberinya fasilitasi, stimulus dan kapital agar peluang tidak hanya dinikmati segelintir orang.

Penulis, Hazwan Iskandar Iskandar Jaya, SP, Med, CMT, adalah Master Trainer in Company ASEAN dan BNSP