Merdeka Dari Pandemi Covid-19

Oleh : Mahadir Mohammed

Scroll Untuk Lanjut Membaca
Merdeka Dari Pandemi Covid-19

Setiap momentum perayaan bulan kemerdekaan, selalu muncul kalimat-kalimat sarkas yang mencoba menggugat makna kemerdekaan yang dipandang belum menyentuh realitas. Saya ingin mengingatkan lagi, sebagai pembukaan awal dari tulisan ini dengan satu pertanyaan. Benarkah kita sudah merdeka?

Sebenarnya pertanyaan semacam ini terkadang sudah seringkali muncul dari kalangan elit politik sebagai suatu bentuk ekspresi untuk menarik simpatik atau agar bisa dipandang pro-rakyat. Maybe.

Ataupun dari masyarakat kelas menengah bawah, sebagai suatu gambaran ketulusan akibat kurang tersentuhnya tujuan besar dari makna kemerdekaan yang masih menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah yang berkuasa.

Di tahun ini, pertanyaan itu belum kunjung selesai, justru semakin menguat dengan makna yang lebih substansial. Sebab kita semua merasakan suasana bulan kemerdekaan di tengah-tengah cobaan besar dalam sejarah peradaban umat manusia, yaitu soal pandemi dan diikuti lagi dengan berbagai kebijakan atau regulasi yang membatasi gerak diri. Bahkan dipandang menindas manusia merdeka ditengah suasana kemerdekaan.

Baca Juga:

Malam Sebelum Kemerdekaan

Ada sebagian masyarakat yang hari-harinya bekerja di kaki lima, nongkrong dan tertawa menikmati secangkir kopi di warung-warung di pinggir jalan. Dulu mereka bergerak bebas kesana-kemari mencari rizki, tanpa perlu merasa khawatir ada cegatan dan pembubaran petugas.

Masyarakat kini bagaikan burung yang terkurung, bukan di sangkar emas, rasanya. Tapi di kandang gelap tanpa secercah cahaya, tanpa ada sinar yang jelas untuk mengobati keterpurukan ekonomi dan menghadirkan asa akibat corona. Kebijakan pemerintah semakin hari semakin brutal, tak mencerminkan nilai kemanusiaan di alam kemerdekaan. Kebijakan pemerintah akhirnya membuat kita (rakyat) pada akhirnya saling bertengkar.

Situasi semakin hari tak terkendali, liar. Kebijakan pemerintah mulai dari PSBB, PPKM Darurat hingga PPKM Level 3&4 nampaknya belum efektif untuk menuntaskan persoalan pandemi Corona. Kehidupan perekonomian masyarakat semakin terdesak dan terhimpit.

Kebijakan tersebut hanya menimbulkan kegaduhan di tengah-tengah masyarakat. Tak lain, kegaduhan disebabkan tafsir keliru aparat terhadap kebijkan pemerintah. Tak ayal, penertiban berujungpelanggaran hak asasi manusia untuk mencari nafkah, bahkan ada oknum menertibkan dengan ala Orba, kekerasan.

Dalam pemahaman saya yang dangkal, pembatasan kegiatan masyarakat bukan serta-merta melarang masyarakat untuk berdagang. Namun realita yang terjadi seperti bentuk pelarangan, pembubaran terjadi sana-sini, pada akhirnya kita saling bersitegang, ricuh dan riyuh.

Banyak aksi-aksi arogansi bapak-bapak berseragam terhadap masyarakat sipil. Merusak lapak, menyemprot warung, membasmi pedagang berjualan dan sampai lampu-lampu dimatikan. Hingga tindak kekerasan yang berujung pada meja hijau di pengadilan. Pada kesimpulannya, masyarakat sepertinya tidak hanya dirampas kemerdekaannya oleh pandemi, tetapi juga tindakan brutal aparat akibat salah kaprah dalam memahami regulasi.

Baca Juga:

Puan: Pemerintah Kalau Ingin Menerapkan Syarat Sertifikat Vaksin Cakupan Vaksinasi Harus Diperluas

Terus bagaimana agar kasus pandemi bisa menurun? Kalau masyarakat kita biarkan berkumpul-kumpul dan tidak taat aturan? Jangan nanti negara terus disalahkan! Sabar-sabar, jangan ngegas begitulah.

Begini, sebaiknya coba kita refleksikan lagi tujuan kita bernegara, seperti yang tertuang di dalam pembukaan UUD 1945 alinea keempat, salah satunya berbunyi “Untuk memajukan kesejahteraan umum”. Yang tentunya kekuatan penuhnya ada pada wakil-wakil kita di senayan dan para penjabat yang sedang duduk manis di istana negara.

Kesejahteraan bagi rakyat Indonesia yang mesti diperjuangkan oleh wakil rakyat meliputi kesejahteraan sandang, pangan, dan papan. Apabila ketiga unsur ini terpenuhi, maka masyarakat dapat dikatakan telah hidup sejahtera. Nah! pertanyaannya apakah semuanya kebetuhan ini sudah terpenuhi?

Dalam konteks negara merdeka, menurut  hemat saya ada beberapa parameter sebuah negara dikatakan telah merdeka, yaitu kebebasan, keamanan dan kesejahteraan. Saat ini parameter ini patut dipertanyakan, apakah masyarakat sudah mendapatkan kebebasan? apakah masyarakat sudah hidup dalam kehidupan yang aman? dan apakah kesejahteraan sudah masyarakat rasakan?

Sedikit saya ceritakan. Pada masa-masa pandemi saat ini, para pedagang itu sebanarnya juga tidak ingin mengambil risiko berjualan di tempat umum, ketemu banyak orang, bisa saja mereka sendiri (pedagang) tertular Covid-19, yang tentunya juga akan membahayakan keluarga di rumah. Tapi apa boleh buat? Berdiam diri di rumah bisa saja satu keluarga perut tidak diisi, mati kelaparan.

Pada akhirnya mereka mengambil resiko untuk tetap beraktivitas berjualan ataupun tetap bekerja seharian. Memang terkesan agak nakal, tapi dengan kenakalan itulah mereka bertahan untuk menghidupi harapan dan mencari sesuap nasi agar terbebas dari kelaparan.

Kenapa negara-negara seperti Singapura, Cina dan negara-negara Eropa lainnya, kasus corona ini cepat teratasi? Kenapa? Tidak salah kiranya jika saya tegaskan bahwa mereka sudah hidup dalam kekuatan ekonomi dan bisa dikatakan ‘tercukupi’.

Manusia itu jika perutnya sudah terisi, pasti aturan-aturan apapun akan dipatuhi. Apa pun instruksi pasti akan cepat ditaati. Tapi jika dalam kondisi lapar, atau sengaja dilaparkan. Maka aturan atau instruks apapun akan mudah diterabas, bahkan sama sekali tidak dipedulikan. Mohon maaf, tidak ada maksud melakukan penodaan agama, aturan Tuhan sekali pun bisa saja dilanggar secara sadar.

Jika tidak salah dalam persepektif keagamaan, kemiskinan dan kelaparan semakin membuat manusia dekat sekali dengan kekufuran. Atau secara fulgar saya katakan bisa membuat manusia menentang berbagai aturan, bukan hanya aturan kekuasaan (pemerintah), termasuk juga aturan Tuhan. Naudzubillahi min dzalik!

Lho! Kok jadi ceramah. Oke kembali lagi soal kemerdekaan. Jika kesejahteraan tidak kunjung kita dapatkan dan kebebasan semakin giat untuk dirampas dan dibatasi. Lalu apa artinya lagi kemerdekaan? Bisa kita lihat saat ini, penegakan kebijakan rasanya telah merampas kita untuk bergerak bebas dan pandemi telah merampas priuk-priuk perekonomian, sehingga kita jauh dari kata sejahtera.

Sebagai alternatif yang juga pernah ditawarkan oleh pemerintah, pandemi bisa kita lawan dengan taat protokol kesehatan untuk menurunkan angka penyebaran. Tapi jangan lupa melawan itu semua tentu amunisinya ada pada ranah kesejahteraan. Jika sudah sejahtera kehidupan berbangsa, maka aturan akan mudah sekali kita terapkan dan tidak akan ada lagi pembubaran-pembubaran secara paksa.

Lalu bagaimana agar rakyat dapat hidup sejahtera dan merdeka yang sesungguhnya dalam kondisi seperti ini? Jangan pusing dulu, biarkanlah orang-orang yang kita gaji itu untuk memikirkan caranya? Toh, mereka kita gaji untuk mencari solusi. Kita semua sebagai masyarakat biasa tetap sajalah beroda, bekerjalah seperti biasa. Tapi jangan lupa, tetap maksimalkan jaga kesehatan. Merdeka!

Reporter: KilatNews

Tag