_Tanya Yang Sunyi_
Di jalan raya itu
Angkutan berjalan, berhenti, jalan lagi
Dibawah panasnya terik matahari
Disaat tangisan terdengar dari seberang lautan
Pertemuan dimulai atas nama manusia
Kita, aku, dan kamu disitu
Di siang menuju sore, lalu malam
Di jalan itu, di temu, kita masih sangat lugu
Di jalan itu
Di temu itu
Di lugu itu
Aku tak sendiri,
aku sedang bersama sebongkah rasa
Entah, apakah itu;
cinta?
luka?
atau bukan apa-apa?
Pertanyaan itu ku peluk bagai lima balon
Seperti siput
Aku berjalan menujumu
Berniat, memberi bingkisan kalbu
Membangun mahligai kasih bersamamu
Menaklukan jarak
Menemukan jawaban setia tanya
Meminta restu siang dan malam
Merubah sekaligus menjadi intim denganmu
Mulai kita dititik asmara
Kamu tersenyum, juga menangis
Hujan kala itu, masih berisi do’a tertulis namaku
Aku tersenyum, juga merenung
Malam kala itu, masih terucap rindu untukmu
Sampailah ingin pada mimpi bernama bahagia
Musim terus berganti
Aku ibrat panas
Sedang kamu, adalah rintik air kesejukan
Itulah kita pada asmara di kedai kopi menuju pengasingan
Dari kejauhan, bersama sunyi, sepi, di bilik pelindung riuhnya dunia,
lantunan do’amu terus terucap atas nama penantian
Dari pulau terpencil, desa tertinggal,
ku kirim surat berjudul rindu lewat angin
Didekap malam, dihibur ombak,
Aku masih tekun merawat sekelumit harap pada jumpa
Sungguh, ini adalah;
kini yang tak ditunggu,
kini yang tak pernah ku-ucap dalam sujud
Itulah kita pada penerbangan pisah menuju kisah
Kini, Kita adalah;
masing-masing nama,
masing-masing rasa,
masing-masing canda,
hingga masing-masing lupa
Kepada kisah;
di kota ini,
di kedai ini,
di sore ini,
di surat ini berisi tanya
“bagaimana keadaanmu saat ini?”
Ais
Yogyakarta, 21 maret 2021.