OPINI  

Menapaki Jejak Oligarki

menapaki jejak oligarki
Ilustrasi: (Gambar oleh John Hain dari Pixabay)

Menapaki Jejak Oligarki

Oleh : Fransiskus Xaverius

Sebagaimana kita ketahui oligarki merupakan sebuah struktur pemerintahan dimana kekuasaan berpusat hanya pada sekelompok orang atau elite. Istilah oligarki sendiri berasal dari bahasa yunani, yaitu oligarkhes yang berarti diperintah atau diatur oleh beberapa orang.

Merujuk pada kamus Merriam Webster, oligarki yang sebelumnya diartikan sebagai “pemerintahan yang diatur oleh beberapa orang”, berubah menjadi “kelompok kecil orang yang melakukan kontrol terhadap pemerintahan untuk tujuan korupsi ataupun untuk kepentingan diri mereka sendiri”.

Pada konteks negara Indonesia, definisi oligarki lebih spesifik dan merujuk pada pandangan seorang profesor di Northwestern University, Jeffrey A. Winters yang mengatakan bahwa oligarki sebagai politik pertahanan kekayaan oleh pelaku yang memiliki kekayaan materil (oligark). Dari semua sumber daya kekuatan politik di Indonesia, kekuatan materil (kekayaan) sejauh ini adalah yang paling terkonsentrasi, serbaguna, tahan lama, dan paling tidak dibatasi.

Baca Juga:

Gelombang Arus Bawah

Berpijak pada pandangan Winters ini, maka dapat kita simpulkan bahwa inti atau akar masalah, mengakarnya politik oligarki adalah pada kapabilitas kekuatan materil atau yang kita kenal adalah uang. Sebab uang dapat memanifestasikan kedalam bentuk kekuatan lain.

Tak salah dari beragamnya strategi politik yang dipraktikan dewasa ini, kerap melemparkan banyak pertanyaan ke publik. Apa gerangan yang mempengaruhi citra politik menjadi sangat buruk? Padahal politik yang kita pahami secara teoritis, tujuannya sangatlah luhur. Bahkan politik dianggap jalan luhur oleh beberapa filsuf terkemuka. Namun dalam praktik, politik menjelma bak hantu yang menakutkan bagi masyarakat.

Tentu saja ada banyak faktor yang mempengaruhi sehingga citra politik sedemikian buruknya. Salah satunya adalah kekuatan materil yang mengontrol fungsi politik. Oleh karena itu, tesis Winters sangat tepat menjelaskan bagaimana oligarki menjadi begitu spesifik pada perkembangan politik. Karena pejabat politik dalam hal ini yang menjalankan roda kepemerintahan dan parlemen, memiliki kecenderungan menempatkan uang sebagai tangga untuk menduduki kursi.

Baca Juga: 

Laura Kovesi, Putri Keadilan Romania dan Putri Suap Indonesia

Kepastian untuk berkuasa sudah semakin jelas dan para oligark akan terlihat menonjol di badan kekuasaan. Hal tersebut sudah pasti akan memunculkan konflik vertical antar masyarakat dan pemerintahan oligarki. Kendatipun sistem politik yang kita anut adalah sistem politik demokrasi, seperti dikatakan Jean Jacques Rousseau bahwa sudah seharunya kebijakan atau wacana politik yang bergulir harus mengedepankan “kebaikan bersama” atau common good, yakni kebaikan warga negara.

Pertanyaannya, mengapa para oligarki ini dapat memainkan peran penting dalam laju politik?

Pasca kejatuhan Suharto, Indonesia tidak hanya memasuki babak baru politik demokrasi dengan berlakuknya pemilu langsung, melainkan juga telah memasuki politik berbiaya tinggi. Sekarang, pertanyaannya, berapa banyak kandidat yang memiliki kekuatan  materil?

Jika tidak memmiliki, maka para kandidat dan partai politik mau tidak mau harus bekerja keras mencari sponsor dana untuk menyongsong setiap pemilu. Yang dalam beberapa kasus para oligark memilki kekayaan materil berlimpah akan berperan mengambil tempat dalam momentum pemilu tersebut.banyak juga pandangan yang berpendapat bahwa negara Indonesia pasca reformasi, politik oligarki telah mengakar di bawah kepentingan para elite. Hal itu dibuktikan dengan adanya pemilu pertama pasca reformasi pada tahun 2004, yang memunculkan perang kepentingan partai atau para kandidat yang ditunggangi oleh kelompok-kelompok pemodal.

Ada sebuah kajian menarik yang mengatakan bahwa politik demokrasi di indonesia akan sangat sulit menemukan bentuk idealnya, karena telah tercampur dengan politik oligarki. Oleh karenanya pembuatan kebijakan atau wacana politik kerap kali disesuaikan dengan para oligark yang bermain di belakang panggung.

Kepala Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Firman Noor turut mengomentari persoalan laju demokrasi indonesia yang disebutnya merupakan percampuran dengan kepentingan orang-orang kaya. Beliau berpendapat bahwa orang bebas untuk berpartisipasi dalam pemilihan, tetapi pemilik modal yang ada di partai politik juga akan ikut campur. Karena demokrasi berbiaya tinggi, sponsor diperlukan untuk memenuhi biaya politik, dan itu adalah sarang oligarki yang tidak memberikan apapun secara gratis.

Dengan demikian, pandangan politik tradisional yang menyebut politik adalah pertengkaran gagasan atau kekuatan pikiran, sepertinya telah menjelma tujuan menjadi pertengkaran kekuatan materil. Pada akhirnya dapat dipahami bahwa kuatnya pengaruh politik oligarki di indonesia adalah konsekuensi dari terjadinya politik berbiaya tingggi. Hal ini mengahruskan para kandidat dan partai politik harus mengambil keputusan berat untuk berkompetisi di pemilu.  Dimana politisi yang ingin berlaga di pemilu harus membutuhkan sokongan dana besar dari para oligark. Tak pelak, para oligark dapat dengan mudah mempengaruhi jalannya sistem politik dengan berkapabilitas pada uang yang dapat menjadi alat tukar nilai-nilai personal.


Fransiskus Xaverius. Penulis Mahasiswa Fakultas Hukum Janabadra Yogyakarta