Berdikari atau Mati

Oleh : Rizki Maulana Hakim


Kita tidak cukup hanya berjiwa Nasakom-kitapun harus berjiwa Pancasila, berjiwa Manipol/Usdek, berjiwa Trisakti Tavip/berjiwa Berdikari!Pimpinan Besar Revolusi, Soekarno

Pemimpin besar Revolusi Indonesia. Ir. Soekarno, yang akrab dipanggil Bung Karno menyampaikan orasi kebangsaanya, pada 17 Agustus 1965. Tepat satu tahun sebelum usia indonesia genap dua dasawarsa. Bung Karno menekankan prinsip berdikari, berdiri diatas kaki sendiri sebagai konsepsi dalam berbangsa dan bernegara.

Dalam pidato tersebut, Bung Karno sebagai presiden Indonesia berpidato dengan sangat lantang. Konsepsi berdikari menurutnya dapat diupayakan dari berbagai leading sector, mulai dari kehidupan politik, ekonomi, hingga kehidupan sosial dan budaya. Konsep berdikari berangkat dari suatu bangunan berfikir eksistensialisme. Eksisitensialisme adalah konsep filsafat yang dapat menumbuhkan kekuatan diri sendiri.

Menurut Steven Crowell, dalam catatan Stanford Eencylopedia of Pholisopy, Soren Kierkegaard adalah tokoh pertama yang memperkenalkan konsep berfikir eksistensialisme. Meskipun ia tidak pernah menggunakan istilah eksisitensialisme, namun dia bersikap eksistensialis. Konsep berfikir eksistensialisme ini kemudian diterapkan Bung Karno dalam konsep berdikari. Berdikari mengupayakan kemandirian bangsa dalam membangun nation building dan character building.

Baca Juga:

Deretan Kader PDIP yang Terjerat Kasus Korupsi, Katanya Partai Paling Bersih Tapi Kok Gitu?

Indonesia sebagai bangsa dan negara, dituntut untuk eksisis, pun menolak untuk mengemis kepada bangsa asing. Relasi yang mestinya dibangun dengan bangsa lain adalah relasi kesetiakawanan dan saling menguntungkan, bukan untuk saling mendominasi antara satu sama lain.

Konstitusi, Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 (UUD’45) mengamanatkan, Tanah, air, Udara digunakan seluas-luasnya untuk kepentingan umum. Kepentingan umum artinya digunakan seluas-luasnya untuk kemaslahatan rakyat indonesia.

Pasal tersebut sudah lebih dari cukup untuk menjadi modal indonesia menjadi bangsa dan negara yang besar dan beridir diatas kaki sendiri. Konsep berdikari lahir untuk merealisasikan sila kelima Pancasila yakni keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Sila kelima pancasila memuat cita-cita soialisme. Menurut soekarno sosialisme di indonesia tidak akan pernah terselenggara di bumi pertiwi selama masih terdapat modal-modal asing didalamnya.

Baca Juga:

Pembelajaran Dari Kasus Pulomas (2017)

Sedangkan Undang-Undang Penanaman Modal (UUPM) UU No. 25 Tahun 2007 seakan mendegradasi cita-cita sosialisme tersebut. Dengan alasan percepatan pertumbuhan ekonomi, UUPM mengizinkan penanaman modal asing untuk mengeksploitasi Sumber Daya Alam (SDA) indonesia.

Adanya modal asing dalam setiap pembangunan di Indonesia, secara perlahan menggiring konsep berdikari mendekati ajalnya. Salah satu buktinya adalah indonesia terus bergerak kearahnya yang menyimpang dari jauh dari prinsip dan cita-cita kemerdekaan. Sekarang menuju kearah neokolonialisme atau penjajahan gaya baru.

Penjajahan gaya baru adalah konsekuensi logis, ketika Indonesia tidak berhati-hati dalam menjaga tali hubungan dengan bangsa lain. Tentu saja hal ini sudah diingatkan oleh sang Proklamator Soekarno, dalam pidato kebangsaan pada 17 Agustus 1965 dengan judul pidato “Tahun Vivere Pericoloso! (Tavip)”.

Vivera Paricoloso adalah istilah Italia yang umum digunakan untuk situasi genting. Istilah tersebut berarti kehidupan yang berbahaya. Umum diketahui, pada tahun 1965 tepat soekarno berpidato berapi-api dalam hari kemerdekaan, menekankan kemandirian bangsa. Ditahun yang sama pula bangsa indonesia sedang mengalami konfrontasi dengan Malaysia.

Dalam pidato tersebut, terdengar pekikan semangat Ganyang Malaysia. Pekikan tersebut adalah respon presiden terhadap konfrontasi yang sedang terjadi dengan negara tetangga. Sungguh memalukan dikancah internasional, apabila Indonesia mengalami penjajahan gaya baru. Karena dunia telah mengenal indonesia sebagai bangsa dan negara merdeka yang mempunya konsepsi Pancasila, Manipol/Usdek, Trisakti/Berdikari.

Baca Juga:

Apa saja Kebijakan Jokowi yang Dianggap Kontroversi, Apa saja Iya?

Indonesia sebagai negara berkembang, tentunya banyak campur tangan asing dalam pola kehidupan internalnya. Sebut saja peristiwa G30S, Kerisis Moneter 1998, RUU Ciptaker. Terkait RUU Cipta kerja, campur tangan asing sangat kentara. Ironisnya, dalih pemerintah menyebut bahwa itu sebagai upaya percepatan ekonomi.

Padahal, sudah sangat jelas RUU Ciptaker justru memuluskan rencana para investor asing dalam melakukan eksploitasi SDM di bumi pertiwi. Meskipun rancangan undang-ndang tersebut mengalami banyak penolakan di akar rumput masyarakat, namun elit politik tetap besikukuh agar RUU Ciptaker segera disahkan.

Konsep Omnibus Law adalah adopsi konsep Common Law yang umum digunakan oleh negara serikat. Banyak hal yang akan ditabrak oleh RUU Ciptaker tersebut. Salah satu hal yang ditabrak adalah asas hukum lex superiuor derogate legi inferior dimana dalam pasal 17 ayat (1) dan (2) RUU Ciptaker, menyebut Peraturan Pemerintah dapat mengubah peraturan setingkat undang-undang jika muatan materinya tidak selaras dengan kepentingan strategis RUU Ciptaker. Inilah penjajahan gaya baru yang dilakukan oleh bangsa sendiri. Yang tunduk dibawah ketiak asing.


Penulis, Rizki Maulana Hakim

Mahasiswa Fakultas Hukum, Universitas Janabadra Yogyakarta

Reporter: KilatNews