Suporter Jepang Punguti Sampah Usai Pertandingan, Suporter Indonesia?
Kilatnews.co – Pernah melihat suporter klub sepakbola di Indonesia kan? Apa yang mereka lakukan usai pertandingan? Kalah maupun memang mereka turun ke lapangan, alasannya sudah tradisi (seorang suporter Arema mengakui). Menang, mereka turun ke lapangan merayakan bersama para pemain.
Ketika tim mereka kalah, mereka turun ke lapangan lampiaskan amarah kepada pemain lawan. Begitupun, merasa tetap jagoan, gak bersalah, gak melanggar aturan, gak membahayakan orang lain, gak merugikan siapa-siapa meski pagar ada yang jebol dan sebagainya.
Lihatlah kasus Kanjuruhan. Suporter ngotot gak mau disalahkan, alih-alih mau bertanggungjawab. Selain faktor gas air mata dan lalainya petugas buka pintu, pemicu lainnya adalah suporter yang berhamburan ke lapangan bertindak tidak jelas. Mereka babi buta mengejar pemain Arema, juga pemain tamu, Persebaya.
Kenapa sih, gak duduk anteng saja, saat kalah ataupun menang timnya? Sama ketika pesawat mendarat, atau kereta api tiba di tujuan, bagaimana penumpang +62? Belum kendaraan berhenti, belum pintu dibuka, tapi penumpang sudah sibuk berebut mau duluan keluar, kenapa sih?
Apa takut kebawa kendaraan lagi? Malu kalau keluar terakhir, atau takut gak bisa keluar? Ayolah. Padahal penumpang itu saling sendiri-sendiri, gak ada ikatan emosi apapun antara satu dengan lainnya. Apalagi suporter sepakbola yang seperti ada ikatan jiwa korda, tiji tibeh (mati siji mati kabeh).
Sepertinya, masyarakat kita itu kagetan juga latahan. Ketika ada satu dua yang mulai ribut nyalakan klason saat lalu lintas macet, maka semua ikutan berbunyi. Begitu juga seperti penumpang kendaraan umum dan suporter tadi. Sekarang kita berpindah ke negara lain seperti Jepang.
Suporter Jepang yang tengah ikut menonton di piala dunia 2022 di Qatar, terlihat begitu tertib. Alih-alih bikin keributan, mereka, suporter tim Jepang justru tampak kompak memunguti sampah (sisa makanan minuman penonton) di stadion.
Memang sepertinya sudah direncanakan karena mereka sudah menyiapkan kantong kresek sebagai tempat sampah. Tapi ini sebuah ide brilian. Mereka secara tidak langsung juga mengkampanyekan lingkungan yang go green, bersih dan sehat. Ketimbang kampanye one love yang hanya untuk kepentingan kelompok tertentu yang kecil jumlahnya.
Padahal, ketika itu Jepang baru saja membantai tim calon juara yakni Jerman. Meski sempat tertinggal satu gol di babak pertama, tapi mereka berhasil comeback dua gol di babak kedua. Untuk menguji ketertiban masyarakat Jepang apakah itu bukan hanya pencitraan.
Lihat pula sebuah video yang menampilkan warga Jepang merayakan kemenangan negaranya saat di tengah keramaian jalan. Setiap lampu menunjukkan merah (tanda untuk pejalan kaki menyeberang), warga serentak berlari ke tengah jalan sedikit menari dan berteriak. Namun ketika lampu menyala hijau, mereka segera mundur kembali ke trotoar mempersilahkan kendaraan melaju.
Ini (sekali lagi) soal watak, mental. Kemajuan sebuah bangsa ditentukan oleh karakter masyarakatnya. Bangsa Jepang terkenal sangat kuat menjaga dan melestarikan tradisi budayanya. Meski westernisasi masuk di sana, namun budaya sendiri tidak pernah lupa mereka terapkan kepada generasinya.
Indonesia sendiri bagaimana? Indonesia juga memiliki budaya leluhur Nusantara yang tidak kalah adi luhungnya dibanding budaya bangsa lain. Namun tidak semua mau menjaga dan melestarikannya. Ada yang terpengaruh budaya barat (liberal), juga ada yang terkontaminasi budaya Arab yang bahkan mengharamkan beberapa tradisi dan budaya Nusantara.
Padahal, di situlah jati diri bangsa terbentuk dan bisa menciptakan tertib disiplin nasional. Ataukah kita perlu dipimpin oleh penguasa otoriter lagi seperti zaman orde baru?