Soeharto di Mata Jenderal Soedirman

Kilatnews.co Jika kita menilik kisah dari mantan Presiden Soeharto, tentu kisah heroik yang bisa dilihat, yakni peranya dalam operasi Serangan Umum 1 Maret di Jogja yang kemudian menjadi salah satu kronik sejarah paling fenomenal dalam otobiografi Pak Harto.

Scroll Untuk Lanjut Membaca
Soeharto di Mata Jenderal Soedirman

Dikisahkan dari penuturan Pak Roesli, seorang veteran yang kemudian menjadi maestro pelukis. Beliau mengisahkan bahwa seusai serangan umum 1 Maret itu, Soeharto memang menjadi bunga pertempuran, ia diburu dimana-mana. Dalam ceritanya, Pak Roesli menuturkan bahwa efek domino dari pengaruh Soeharto waktu itu sangat besar.

Salah satu efeknya, kampung Soeharto di daerah Kemusuk selatan Yogyakarta di obrak-abrik oleh tentara KNIL. Disusul dengan tragedi tragis, dimana Bapak dari Soeharto ditembak mati oleh Belanda sehari setelah serangan 1 Maret itu terjadi.

Kisah Penjemputan Pak Dirman

Menjelang penyerahan kedaulatan oleh pihak pemerintah di Jogja, Soeharto ditugasi secara khusus oleh Sultan untuk membujuk Pak Dirman agar bersedia pulang dari gerilya. Saat itu elit di Jogja tahu Panglima Besar Jenderal Soedirman enggan pulang ke Ibu Kota Yogyakarta karena keinginanya merdeka secara total, bukan terus berunding.

Jenderal Soedirman waktu itu mengangap bahwa kemenangan sudah di depan mata. Beliau paham betul bagaimana tentara Belanda sedang mengalami degradasi moral yang sangat parah. Analisis perang ini juga dikuatkan oleh thesis dari Tan Malaka, Indonesia oleh Pak Dirman dianggap sangat mampu untuk memenangi peperangan secara mutlak, persis seperti Vietnam yang saat itu mampu menggusur kolonial Prancis. Merdeka 100%.

Baca Juga:

Berlanjut dalam kisah penjemputan Jenderal Besar Soedirman. Pak Harto ditemani Rosihan Anwar menjemput pulang Pak Dirman dari gerilya. Dari kawasan Malioboro, Pak Harto menyetir sendiri mobil Jeep bersama Rosihan menuju Gunung Kidul dan Pacitan. Dalam kisah yang dituturkan Rosihan Anwar di bukunya (Sejarah Kecil “Petite Histoire” Indonesia), sepanjang perjalanan dari pagi sampai sore, yang diakhiri berjalan kaki cukup jauh dan minum air kelapa muda, Soeharto menunjukkan kepribadian pendiam, jarang bicara. Rosihan menyebut kalau Pak Harto memang ‘kulino meneng‘ (orang yang terbiasa diam).

Setelah Jenderal Soedirman datang memakai tandu dan tiba di Jogja, kedatangannya disambut dengan upacara kebesaran militer di Alun Alun utara Jogja. Soeharto bertindak sebagai komandan upacara. Setelah itu, Pak Dirman pergi menghadap ke Istana Jogjakarta untuk bertemu Presiden Soekarno. Keduanya bertemu dengan suasana kaku. Pak Dirman terlihat masih kecewa dengan sikap berunding pemerintah. Saking canggungnya pose foto pelukan Sukarno dengan Pak Dirman diulang dua kali karena dianggap tak terlalu akrab.

Soeharto di Mata Jenderal Soedirman

Sebenarnnya bintang Pak Harto mulai dari sini. Sepetik cerita saat wartawan senior Rosihan Anwar di tugaskan menjemput sang Panglima Besar Jenderal Soedirman.

“Di lapangan terbang Maguwo, Sri Sultan Hamengkubuwono IX bertanya kepada saya, sambil kami berdiri menunggu pesawat akan mendarat.”

“Jadikah kau besok pergi ke Pak Dirman?”. Saya mengangguk. “Mudah-mudahan berhasil”, kata Sultan.

Besoknya wartawan foto “Ipphos” almarhum Frans Sumardjo Mendur memperkenalkan saya kepada Letnan Kolonel Soeharto, ia berpakaian seragam putih dan menyetir sendiri sebuah Landrover. Saya sebelumnya tidak kenal dengan Soeharto, dan saya kira dia pun tidak pernah membaca tulisan-tulisan saya. Kenang Rosihan dalam buku: Sejarah Kecil “Petite Histoire” Indonesia.

Baca Juga:

Kemudian mereka bertiga berangkat menggunakan mobil ke arah Wonosari, lepas dari Wonosari mereka tidak bisa lagi pakai Jeep. Harus naik sepeda, dan menggenjot sepanjang hari. Dalam penuturan Rosihan, dia tidak tahu tempat mana yang hendak ditujukan di tempat Pak Dirman itu berada. Yang di kerjakan hanya mengayuh kereta angin melewati daerah gunung Kendeng yang tandus, dan tidak banyak penduduknya itu.

Mereka bertiga berjalan beriringan, Soeharto di depan, Rosihan ditengah, kemudian Frans di belakang. Selama perjalanan sejak dari Yogya, Soeharto tidak banyak berbicara. Ia jelas bukan orang yang suka pada small talk atau ngobrol. Kata-katanya hemat sekali.

“Mari minum degan”, kata Pak Harto menawari. Dan hanya kalimat itu yang di ucapkan hampir seharian mereka bertiga berjalan.

Ketika mereka berhenti sebentar. Senjakala sudah meliputi daerah yang dilalui, namun merka masih terus genjot sepeda. Baru sekitar pukul 9 malam, setelah sepeda ditinggalkan. Yang kemudian di lanjut dengan berjalan kaki. Setelahnya, mereka tiba di pinggir sebuah desa yang di situ dihadang oleh pasukan pengawal terdepan Pak Dirman.

Pak Dirman dengan pakaian dan ikat kepala hitam, menerima Rosihan dan rombongan malam itu juga ditempat penginapan yaitu rumah Lurah setempat.

Baca Juga:

“Saudara Rosihan adalah wartawan Republik yang pertama saya temui, sudah masa bergerilya ini” ujar pak Dirman sebelum saya dipersilahkan masuk oleh ajudannya, yakni Kapten Supardjo (mantan mendagri), yang sebelumnya Pak Dirman terlebih dahulu menerima Soeharto. Saya taksir tentu di situ Soeharto sudah melaporkan tentang maksud kedatangannya dan menyampaikan pesan Sri Sultan, Ketika saya minta interview dari Pak Dirman, dia berkata… “Besok pagi saja, sekarang istirahat dulu”. Tercatat di dalam Buku Sejarah Kecil “Petite Histoire” Indonesia, Karya Rosihan Anwar.


Artikel ini sudah tayang di serdadu.id dengan judul: Bunga Rampai: Keistimewahan Soeharto di Mata Jenderal Soedirman, pada Senin, 4 Juli 2022

#Soeharto di Mata Jenderal Soedirman #Jendral Soedirman #Saudara Rosihan adalah wartawan Republik #Serangan Umum 1 Maret di Jogja #Kisah Penjemputan Pak Dirman #Sejarah Kecil “Petite Histoire” Indonesia #Pak Harto #kisah heroik Soeharto #kisah pak harto #sejarah jendral soeharto #Rusli maestro pelukis #Sri Sultan Hamengkubuwono IX #yogyakarta #sultan yogyakarta #Merdeka 100% #perang griliya pak dirman #Petite Histoire #sejarah indonesia #sejarah kecil indonesia #Rosihan Anwar #Soeharto menjemput Jendral Soedirman #foto pelukan Sukarno dengan Pak Dirman

Reporter: KilatNews