Romantisme dalam Naskah Kuno Syair Ken Tambuhan
KILATNEWS.CO – Karya sastra melayu klasik memang terlihat unik serta antik, selain dapat menghibur pembaca pun dapat menilik sejarah pada masa nya. Ketertarikan peminat sastra pada masa kini dapat meningkatkan literasi serta melestarikan budaya.
Dewasa ini, tengah marak kisah tentang percintaan sepasang anak muda. Tak heran, jika saat ini bacaan mengenai percintaan memiliki peminat baca yang banyak dari berbagai kalangan. Semua bacaan dapat diakses dalam berbagai media berupa buku ataupun gawai melalui media sosial.
Menilik sejarah kesusastraan Indonesia, terdapat banyak sekali bahan bacaan yang menjadi saksi sejarah pada masanya. Romantisme dan realisme menjadi santapan yang dapat dinikmati pembaca penikmat sastra melayu klasik.
Percintaan yang terjadi pada zaman dahulu telah menghipnotis pembaca pada masa kini. Bukan cinta menye-menye seperti saat ini, akan tetapi perjuangan antara hidup dan mati untuk mempertahankan cinta yang disajikan pada kebanyakan karya sastra melayu klasik.
Naskah Kuno Syair Ken Tambuhan
Di tengah maraknya informasi mengenai tertindasnya perempuan Indonesia, Syair Ken Tambuhan yang merupakan salah satu karya sastra melayu klasik telah menyuguhkan cerita tentang seorang perempuan tawanan yang tertindas di dalam istana terlarang, tapi terobati oleh pasangan yang sama-sama memiliki rasa cinta yang sejati. Karya ini dapat menjadi bahan bacaan yang menarik untuk dibaca pada masa kini.
Teks Syair Ken Tambuhan yang ditulis di atas kertas Eropa putih bergaris berukuran 31,5 x 19 cm. Dengan naskah berjumlah 116 halaman, setiap halamannya berisi 18-20 baris.
Baca Juga: Panji Murtaswara : Kisah Romansa Kesatria Dari Jenggala
Bahasa yang digunakan adalah bahasa Melayu dengan tulisan arab, ditulis dengan tinta hitam dan terdapat tiga jenis cap kertas. Cap pertama bergambar singa memegang pedang dan memakai mahkota menghadap ke kiri dalam sebuah lingkaran bermahkota.
Dalam lingkaran tersebut tertulis Pro Patria Eendracht Maakt Magt. Cap kedua bergambar singa dengan tulisan Concordia Resparvae Crescunt dan cap Ketiga bertuliskan Van Gelder.
Naskah ini disalin oleh Muhammad Bakir (seorang pemilik perpustakaan rakyat yang disewakan) dan selesai disalin pada pukul satu malam, hari Sabtu, 30 Januari 1897, atau 26 Ruwah sanat 1314 Jumakir.
Romantisme dalam naskah ini bermula saat Raden Inu Kertapati atau Raden Menteri mengambil burung yang terbang ke istana terlarang milik ayahnya. Dari situlah, Raden Menteri melihat sosok Ken Tambuhan yang rupawan. Keduanya saling mencintai hingga akhirnya mereka menikah.
Permaisuri atau Ibu dari Raden Menteri sangat marah mendengar kabar bahwa anak laki-lakinya menikah dengan Ken Tambuhan. Dia sakit hati karena Ken Tambuhan itu budak dan tidak pantas menjadi permaisuri. Sementara, sang raja menganggap Ken Tambuhan sebagai budak tetapi karena ayahnya seorang raja. Dia pantas menjadi permaisuri.
Dengan segala amarahnya, permaisuri bersiasat untuk menyuruh Raden Menteri pergi berburu kijang ke hutan. Raden Menteri pun menyetujuinya. Raden Menteri berpamitan dengan Ken Tambuhan. Saat itu Ken Tambuhan memiliki firasat buruk terkait kematiannya.
Baca Juga: Serat Jongko Joyoboyo: Potret Tragedi Kehidupan dalam Bait-Bait Serat ‘Jaman Edan’
Setelah Raden Menteri pergi untuk berburu ke hutan, Permaisuri mendatangi Ken Tambuhan dan meluapkan amarahnya. Ken Tambuhan bercerita tentang kesedihannya atas nasib sebagai tawanan kepada dayang-dayangnya.
Karena kebencian Permaisuri kepada Ken Tambuhan begitu besar, ia memanggil Pelebaya dan menyuruhnya untuk membunuh Ken Tambuhan. Kemudian Pelebaya membawa Ken Tambuhan ke dalam hutan.
Di sebuah tempat, dia berhenti dan memberitahukan tugasnya untuk membunuh Ken Tambuhan. Meskipun terkejut, Ken Tambuhan menerima nasibnya. Pelebaya sangat kasihan melihat Ken Tambuhan, tetapi dia harus melaksanakan tugasnya.
Kematian Ken Tambuhan merusak sisi kejiwaan Raden Menteri. Ia tidak tahan menanggung kesedihannya, sehingga dia pun bunuh diri. Kematian Raden Menteri mengguncang negeri Kuripan.
Seluruh penghuni Kuripan merasa sedih atas kehilangan putra mahkota dan peristiwa yang telah terjadi. Akibat kejadian tersebut, Raja Kuripan sangat marah pada Permaisuri.
Raja mengurus jenazah serta meletakkan jenazah Ken Tambuhan dan Raden Menteri di dalam candi. Selama 40 hari Raja berpuasa meminta bantuan Dewa untuk menghidupkan kembali Raden Menteri dan Ken Tambuhan. Akhirnya, Raden Menteri dan Ken Tambuhan hidup kembali, sukacita meliputi kerajaan.
Raden Menteri kemudian diangkat menjadi raja dan Ken Tambuhan menjadi permaisuri. Kehidupan mereka kembali berwarna, rakyat menjadi sejahtera dan makmur, mereka menjadi pasangan yang bahagia hingga pada akhirnya memiliki anak dan cucu.
Cerita pada syair ini bukan hanya memperlihatkan cinta sepasang kekasih yaitu Raden Menteri dan Ken Tambuhan, akan tetapi juga tentang suatu pengorbanan, perjuangan, tanggung jawab, serta kesetiaan. Dengan hal ini, harmonisasi dan romantisme dapat terbentuk.
Itulah Romantisme dalam Naskah Kuno Syair Ken Tambuhan. Semoga artikel ini bermanfaat.
Hikmawaty. Penulis adalah Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta