Risiko perbankan yang diatur Otoritas Jasa Keuangan (OJK), yaitu risiko generik atau risiko umum yang berlaku untuk perbankan konvensional maupun perbankan syariah dan risiko unik.
Risiko di bank syariah lebih tinggi dibandingkan dengan bank konvensional, karena terkait dengan kepatuhan di perbankan syariah ini termasuk kepatuhan terhadap ketentuan atau prinsip-prinsip syariah yang tidak ada di bank konvensional.
Dampak lain muncul di perbankan syariah yang berbeda dengan konvensional adalah di risiko reputasi. Resiko reputasi di perbankan syariah lebih berat. Pasalnya, setelah krisis moneter bank syariah di presepsikan sebagai bank tahan krisis sehingga bebannya menjadi berat, maka kita harus membuktikan bahwa bank syariah tahan krisis.
Kekhususan risiko generik bank syariah, instrument likuiditasnya harus berbasis syariah yang jumlahnya tidak sebanyak di bank konvensional.
Adapun risiko unique di bank syariah, yakni risiko imbal hasil yang tingkat imbal hasil dananya kurang kompetitif. Risiko unique yang kedua adalah risiko investasi, bank menanggung kerugian nasabah yang dibiayai melalui pembiayaan yang berbasis bagi hasil.
Pada bulan Maret lalu, tepat satu tahun virus corona mewabah di Indonesia. Angka sebaran kasus positif Covid di Indonesia sebagaimana dilansir dari laman Covid.go.id, Kamis (22/4/2021) menembus angka 1.626.812 jiwa yang terkonfirmasi positif. Sementara angka kesembuhan mencapai 1.481.449 jiwa, dan pasien terkonfirmasi meninggal mencapai 44.172 jiwa.
Kemunculan dan Penyebaran virus corona selama satu tahun ini cukup membuat kepanikan yang luar biasa. Kemunculan virus ini juga menjadi salah satu masalah besar dalam pertumbahan ekonomi indonesia, dilansir dari Liputan.com, Minggu (2/4/2021) bahwa ” Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia di sepanjang 2020 terkontaksi minus 2,07 persen. Ini menandakan Indonesia masih terjebak dalam jurang resesi akibat pertumbuhan ekonomi negative selama tiga kuartal menurun”
Krisis tahun 2020 berbeda dengan krisis yang terjadi pada tahun 1998, 2008 dan 2013, dimana semua negara terkena dampak dari Covid-19 yang berdampak pada kesehatan, pasar keuangan, ekonomi, supply chain dan daya beli masyarakat UMKM. Sektor perbankan merupakan salah satu industri yang cukup terkena dampak dari pandemi ini, hal ini dapat dilihat meningkatnya NPL.
Beberapa langkah telah dilakukan oleh pemerintah maupun lembaga pemerintahan untuk tetap menjaga kegiatan ekonomi di Indoensia seperti dengan diterbitkannnya beberapa regulasi seperti PP No.23 Tahun 2020 dan POJK No.11 Tahun 2020 yang membahas terkait restrukturisasi kredit.
Pandemi Covid-19 tidak hanya berdampak bagi Masyarakat dari aspek kesehatan saja, namun juga berdampak terhadap aspek perekonomian. Industri Perbankan dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga intermediasi atau perantara keuangan yang menghimpun dana dari masyarakat untuk disalurkan dalam bentuk pembiayaan tentunya juga terkena dampak yang cukup signifikan.
Dampak tersebut bukan hanya dari segi operasional Bank yang tetap dituntut untuk dapat beroperasi di tengah pandemi. Akan tetapi juga dari sisi bisnis Bank terutama dari sustainibility pembiayaan, dimana tentu banyak pelaku usaha yang merupakan debitur Bank yang menurun usahanya sehingga mempengaruhi kemampuan bayar Debitur kepada Bank sehingga pembiayaannya menjadi bermasalah.
Mengelola Manajemen Risiko
Dalam pertumbuhan perbankan syariah yang semakin pesat, manajemen resiko menjadi sesuatu yang penting yang harus dikelola dengan baik. Resiko dan bank adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan, tanpa ada keberanian mengambil resiko maka bank tidak akan pernah ada.
Manajemen resiko pada bank syariah diperlukan untuk mengidentifikasi, memantau, dan mengendalikan resiko yang timbul dari seluruh kegiatan usaha bank, karena bank syariah yang menggunakan sistem bagi hasil, maka terkait keuntungan sudah disepakati di awal akad dan akan berlangsung hingga akhir berbeda dengan sistem bunga yang dapat naik kapan saja sesuai dengen rasio suku bunganya. Tak ayal, bank syariah dinilai lebih mampu bertahan di tengah merebaknya Covid-19 ini. Ditengah merebaknya wabah Covid-19 ini, pebankan syariah juga sudah melakukan berbagai hal untuk mengantisipasi dampak dari wabah Covid-19 sendiri.
Strategi
Manjemen resiko pada perbankan syariah lebih ketat dari manajemen resiko yang dilakukan bank Konvensional sehingga terkadang sering terjadi sedikit kendala atau masalah. Seperti yang dikutip dari beberapa sumber tentang masalah utama yang terjadi diperbankan syariah hingga saat ini adalah dari segi aspek legalitas, aspek sumber daya manusia, dan aspek strategi pemasaran yang kurang inovatif.
Beberapa strategi yang dapat dilakukan adalah peningkatan kualitas layanan dan profesionalisme, inovasi produk yang lebih baik dan sumber daya manusia yang berkualitas yang memahami dua aspek baik dari segi perbankan maupun syariah. Perbankan syariah hingga saat ini mengalami peningkatan di berbagai aspek, baik dari segi layanan, pemanfaatan teknologi, inovasi produk dan sumber daya manusia yang lebih baik.
Sudah seharusnya kita sebagai umat muslim yang baik beralih dan berbondong-bondong menggunakan berbagai layanan keuangan syariah, salah satunya adalah bank syariah. Bukan tidak mungkin bahwa perbankan syariah lima tahun kedepan menjadi bank yang maju dan sukses, bahkan mampu menyaingi bank konvesional.
Penulis, Ana Rohana
Mahasiswa STEI SEBI, Depok