OPINI  

Memahami Gaya Komunikasi Politik Jokowi

Memahami Gaya Komunikasi Politik Jokowi
Memahami Gaya Komunikasi Politik Jokowi. (Foto: BPMI Setpres)

Kilatnews.co Dalam banyak hal, mau tidak mau kita harus mengakui keahlian gaya komunikasi politik Jokowi dalam mengelola konflik yang ada baik di internal eksekutif maupun nasional.

Gaya kepemimpinan yang diusungnya, memang tampak agak amburadul dari luar. Sebut saja komunikasi antar menteri yang berkesan mampet, saling berbeda pendapat.

Melahirkan kebijakan yang sering diprotes massa, pengangkatan seorang dalam jabatan tertentu, misal: Kapolri dan atau panglima TNI. Intinya, hampir semua yang dilakukan presiden Jokowi terlihat heboh dan kadang membuat bingung masyarakat, bahkan pendukungnya sendiri. Lalu muncul spekulasi-spekulasi politik, asumsi dan dugaan.

Lihat juga bagaimana massa Islam garis keras yang dibiarkan terus bersuara menghantam dirinya. Tidak kaget, sejak di era Jokowi, politik menjadi sangat dinamis. Tidak ada kekhawatiran ingin menyuarakan ataupun menggiring opini seperti apapun. Anehnya, semua baik-baik saja pada akhirnya.

Baca Juga: Pengen Banjir Orderan, Gunakan Strategi Email Marketing

Ramalan Amien Rais bahwa Jokowi akan turun dengan sendirinya tidak pernah terbukti. Ada yang mengatakan Indonesia akan habis saat menghadapi krisis ekonomi global ternyata tidak juga.

Sudah berkali-kali Jokowi dibombardir baik oleh partai oposisi, ormas hingga civil society, nyatanya roda pemerintahan tetap berjalan sampai kini

Apa rahasianya? Salah satunya saya kira karena Jokowi sudah kenyang menghadapi masalah di pemerintahan, mulai di tingkat kota (Solo), provinsi (DKI Jakarta) hingga nasional (presiden). Meski dia bukan seorang politikus aktif, tapi jam terbang dan kemampuannya memanage konflik bisa melebihi politisi senior sekalipun.

Faktor kedua, soal gaya komunikasi politik. Jokowi dikenal orang yang bisa menata hati, tidak emosional, tidak baper juga tidak mudah curhat. Dengan gaya seperti ini membuat dua keuntungan baginya, lawan politiknya “sungkan” (jawanya: tidak sampai hati karena Jokowi tidak melawan dengan frontal). Dan kedua, dia bisa dekat atau mendekati siapapun dengan mudah.

Baca Juga: Email Marketing Terbaik untuk Pemasaran Online yang Perlu Anda Coba!

Baginya, semua masalah itu kuncinya di komunikasi. Jika dia tahu apa sebenarnya yang diinginkan lawan dan dia bisa akomodir maka selesai. Atau, banyak cara Jokowi untuk melunakkan lawan-lawannya. Bagi politisi lain, sebuah sakit hati bisa menjadi dendam sampai mati (lihat bagaimana hubungan Megawati dengan SBY). Tapi tidak dengan Jokowi.

Faktor ketiga, Jokowi itu tanpa beban. Komitmennya hanya untuk rakyat, dia akan lakukan apapun demi rakyat. Jokowi tidak terbeban kekuasaan. Baginya kalah dalam kompetisi politik ya tidak masalah. Karena dan makanya, saat mencalonkan diripun dia tidak jor-joran mengeluarkan biaya politik. Jadi, ketika misalnya kalah pun dia tidak rugi banyak. Itu bedanya.

Pengalaman, kepribadian dan gaya komunikasi politik Jokowi ini menjadi kombinasi yang tepat bagi pemimpin mengelola konflik. Meski demikian, Jokowi menyadari tidak semua orang bisa paham dengan apa yang dia lakukan.

Orang banyak menilai dirinya naif bahkan plonga-plongo hanya sebagai petugas partai. Mereka keliru besar. Siapa yang bisa mengatur Jokowi? Bahkan sekarang politisi itu yang mengikuti Jokowi

Jokowi sudah selesai dengan dirinya sendiri, tidak ada yang dikejar demi keinginan pribadinya. Semua sudah dia dapatkan, apa lagi? Kecuali semua kebijakan dan programnya untuk Indonesia lebih maju, paska 2024. Dia punya beban moril demi keberlanjutan pembangunan. Untuk itu, Jokowi berperan penting bagi siapa yang melanjutkan tongkat estafetnya.

Mengapa demikian? Karena Jokowi paham kondisi sekarang ini tidak biasa-biasa saja. Tidak baik-baik saja. Selain dampak dari krisis global yang tengah melanda dunia, juga adanya kelompok yang ingin mengubah dasar negara Pancasila menjadi khilafah dan mendirikan Negara Islam. Ini tantangan riil. Bagaimana jika negara ini kelak dikuasai dan diurus oleh kelompok seperti itu?

Hal ini yang tidak dipahami oleh sebagian kalangan yang hanya melihat luarnya saja. Terkait ekonomi pada faktanya kita menjadi negara dengan pertumbuhan terbaik ke-7 dari seluruh dunia.

Kondisi indonesia masih cukup terkendali dibanding negara lain yang mulai bangkrut. Begitu juga saat Jokowi “nyenggol” beberapa nama terkait pilpres atau saat bertemu di istana. Jangan dianggap beri dukungan penuh.

Baca Juga: Pinjaman Online Cepat Cair Tanpa Ribet, Limitnya sampai 10 Juta

Jokowi memang pinter “mengulik” perasaan dan pikiran publik. Mungkin dia berpikir, “Biar saja saya bikin bingung. Pengamat semakin bingung akan semakin baik. Pemberitaan tidak hanya dimonopoli satu sosok saja,” demikian. Banyak tokoh yang ditemui dan disebut Jokowi terkait pilpres, jadi tidak etis dimananya? Justru Jokowi ingin memanage agar masalah perdebatan capres tidak menjadi konflik dan kontra produktif.

Biarkan saja setiap orang menafsirkan masing-masing. Pembahasan politik pilpres akan semakin berwarna. Tidak bekengkengan, tapi sambil tawa canda

Jokowi ingin iklim politik menjelang pilpres ini sejuk. Peralihan kepemimpinan pun dapat berlangsung dengan baik dan damai. Pengamat yang memang sudah tidak suka pasti akan suudzon. Padahal para elite santai-santai saja.

Bandingkan coba dengan era dulu-dulu, masyarakat apatis dan cuek dengan yang namanya politik dan pemilu, kok sekarang heboh dan merasa berkepentingan sekali? Silahkan dijawab, dan itulah jawabannya, mengapa Jokowi mewanti-wanti jaga stabilitas politik-ekonomi di alam krisis global ini. Kalau kita apatis, ya bangsa ini akan dikuasai oleh mereka yang aktif dan agresif. Tapi tetap damai.