Hukum dan Moral
Kilatnews.co- Indonesia adalah negara Hukum seperti termaktub dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945. Sebagai negara yang berdasarkan hukum, tentu setiap warga negara berharap hukum dimasa mendatang (ius costituendum) hukum yang bisa menciptakan (bukan hanya keteraturan hidup dalam berbangsa dan bernegara), namun hukum yang dapat menciptakan kehidupan masyarakat Adil, Makmur, dan Sejahtera.
Hukum juga diharapkan dapat menjadi alat untuk merekayasa sosial dan ekonomi untuk menuju cita-cita bernegara tersebut. Karena ujung dari harapan hidup berbangsa dan bernegara, yakni untuk mewujudkan tujuan bernegara yang termaktub dalam alenia keempat UUD 1945 menjadi kenyataan. Karena itu, konsepsi negara Hukum Indonesia merupakan konsepsi hukum yang konkrit, bukan abstrak dan filosofis.
Baca Juga:
Lalu bagaimana dengan Hukum yang sedang berlaku saat ini (ius constitutum). Sudahkah beranjak, setidaknya ‘selangkah’ untuk menuju alenia ke-4 UUD 1945 (tujuan bernegara), yang juga tercermin dalam sila ke-5 Pancasila, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia?
Pertanyaan ini, bagi sebagian orang sudah tidak lagi dianggap suatu soal penting yang mesti dibahas, bahkan dipikirkan. Hukum yang dulu dianggap sebagai panglima, kini sudah dilucuti secara terang-terangan. Hukum tidak lagi dijadikan pedoman untuk mewujudkan keadilan dan kemanfaatan. Hukum dalam beberapa kasus sudah dijadikan alat perekayasa ketidakadilan. Pada nafas tertentu, hukum justru menjadi alat pukul untuk menindas dan merampas hak-hak rakyat guna melindungi hak-hak oligark dan penguasa.
Gelagat semacam ini, tak bisa lagi disembunyikan. Ibarat pepatah “sepintar-pintarnya bangkai ditutupi, baunya tetap akan tercium”. Fenomena ini dapat dilihat dari beberapa kasus, misalnya kasus yang sampai sekarang masih menjadi sorotan, yakni kasus Juliari Peter Batubara, terpidana kasus korupsi Bantuan Sosial (Bansos) Covid-19, hanya divonis 12 Tahun penjara. Meski dulu pimpinan lembaga antirasuah saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi III DPR RI (29/4/2020) dengan sangat meyakinkan akan menegakan hukum pidani mati bagi yang korupsi saat bencana. Namun, faktanya hukuman pidana mati hanya dongeng pelipur lara.
Moralitas
Hukum dan Moral. Sejatinya saling berkelindan antara satu sama lain. Sejarah panjang hukum dan moral, menunjukan bahwa urusan dunia tidak bisa lepas dari urusan ilahi. Meminjam pendapat Frater Dominikan Italia Santo Thomas Aquinas bahwa “akal budi manusia mampu mencetuskan sederatan peraturan yang dapat membimbing hidup manusia. Lalu bagaimana kemampuan yang demikian itu dapat dipahami? Dengan pemahaman bahwa kemampuan akal budi manusia itu mengalir dari kecerdasan akal budi ilahi Tuhan sendiri”, (Dr. Agustinus W. Dewantara, 2017, Filsafat Moral, Pergumulan Etis Keseharian Hidup Manusia).
Baca Juga:
Kendati hukum tidak dapat dilepaskan dengan urusan ilahi. Dalam praktiknya penegakan hukum secara paksa dipisahkan dengan moralitas. Moral acap kali dianggap penghambat bagi mereka yang korup dan tak bermoral. Norma agama sebagai sumber moralitas tidak lagi dijadikan sumber dalam penegakan hukum, keadilan dan kemanfaatan.
Tak ayal, sebagian orang beranggapan hukum sekarang bukan saja tegak separuh, melainkan sudah ratah dengan tanah, benar adanya. Tidak ada lagi harapan hukum dimasa mendatang menjadi lebih baik, mampu menciptakan keadilan, kemanfaatan dan kebaikan bersama (Bonum Commune).
Pendapat Prof. Satjipto Rahardjo, dapat dijadikan renungan betapa bobroknya penagakan hukum di indonesia. Dikatakanya bahwa “Saat ini pengadilan berubah menjadi pasar yang memperdagangkan putusan, pengadilan terlalu sering mencoreng martabatnya sendiri dan bersama-sama koruptor telah menjadi benalu dinegeri ini”. Hal senada juga dikatakan Ahmad Ali, (2005), mengatakan supremasi hukum dan keadilan hukum tidak pernah terwujud dalam realitas.
Oleh karena itu, institusi penegak hukum sudah saatnya melakukan perbaikan, khususnya dalam aspek pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM). Sebab, salah satu kunci dalam penegakan hukum agar terwujudnya keadilan, kemanfaatan dan kebaikan bersama apabila prinsif-prinsif moralitas sudah terinternalisasi dalam setiap insan penegak hukum.