Kilatnews.co – Saya mendarat di Istanbul beriringan dengan gegap gempitanya perayaan peringatan maulid nabi di berbagai penjuru bumi, Istanbul Turkiye, titik persentuhan peradaban dua benua, Asia dan Eropa.
Kunjungan saya ke Turki kali ini memang bukanlah kunjungan pertama kali saya ke Turki, tapi ada beberapa hal yang berubah secara fundamental antara Turki yang dulu saya kunjungi dan Turki saat ini.
Turki dan Perubahan Fundamental
Pertama adalah, dulu ketika terkahir saya ke Turki pada 2017, penyebutaan resmi nama negara ini adalah “Turki” seperti umumnya kita orang Indonesia menyebut Turki. Saat ini pemerintah Turki resmi merubah penyebutan nama Turki menjadi Turkiye, bahkan perubahan nama ini telah diakui oleh PBB.
Perubahan fundamental yang kedua adalah pada fungsi Haga Shopia, pada saat saya ke Turki pada 2017, Haga Shopia difungsikan hanya sebagai musium, saat ini, ketika saya kembali lagi ke Turki fungsinya sudah berubah menjadi Masjid.
Haga Shopia bangunan megah penanda keagungan Kekaisaran Romawi Timur yang pembangunananya telah dimulai sejak tahun 346, awal ketika dibangun, bangunan ini berfungsi sebagai gereja, kemudian pada 1453 setelah penaklukan Konstatinopel oleh pasukan Islam, Haga Shopia berubah menjadi Masjid, pada 1935 berubah menjadi Musium, dan pada Juli 2020 fugsinya kembali menjadi Masjid lagi.
Salah satu yang menarik di Istanbul adalah banyaknya anjing yang berkeliaran di area antara Masjid Biru dan Masjid Raya Haga Shopia, jauh dari kata terlantar anjing-anjing ini sangat sehat-sehat dan bersih, rupanya ajing ini memang dirawat secara intensif oleh pemerintah, menarik karena bagi muslim Indonesia seperti kita yang umumnya menganut madzhab Syafii, kita cenderung akan kikuk melihat hal seperti itu, tapi jangan kaget di Istanbul yang muslimya rata-rata bermadzhab Hanafi, anjing bobok siang sambil guling-guling di di area taman depan masjid adalah pemandangan yang lazim.
Mungkin salah satu hikmah safar bagi muslim model saya gini adalah kita jadi tidak kagetan dan tidak gumunan ketika melihat sesuatu yang berbeda dalam hal penerapan hukum Islam seperti ini.
Selasar Makam Sahabat
Tapi bagi saya titik kulminasi dari perjalanan ke Turki adalah ketika saya berkesempatan untuk ziarah silaturuhiyah ke makam Abu Ayub Al Anshari, salah satu sahabat nabi yang dimakamkan di Istanbul, Abu Ayub bisa disebut sebagai salah satu sahabat yang istimewa karena dirumah beliau lah Nabi Muhammad singgah ketika pertama kali Nabi hijrah dari Makkah ke Madinah, dengan kata lain dirumah Abu Ayub Al Ansharilah pertama kali nabi tinggal di Madinah.
Bergetar hebat hati saya didepan pusara beliau, tanpa sadar air mata menggenangi pelupuk mata, dirumah orang mulia inilah nabi kami tinggal beberapa waktu lamannya di awal masa hijrahnya.
Banyak hal yang saya renungkan di selasar makam Abu Ayub Al Anshari. Jikalau diperbolehkan meminta kepadaNya, maka sebagaimana Abu Ayub Al Anshari menjadikan rumahnya sebagai tempat Nabi Muhammad singgah dalam memperjuangkan risalah kenabiannya, ijinkanlah saya menjadikan Aksara Pinggir sebagai tempat singgah bagi mereka yang sedang berjuang mewujudkan keyakinan dan cita-citanya.
Heriyono Tardjono. Penulis adalah Pengajar di Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia dan Pengasuh Aksara Pinggir