Pendekatan Pragmatik terhadap Puisi Sapardi “Yang Fana Adalah Waktu”

Oleh: Hafsa Prasetya Ningsih

Scroll Untuk Lanjut Membaca
Pendekatan Pragmatik terhadap Puisi Sapardi "Yang Fana Adalah Waktu"

KilatNews.Co Kata Puisi, tentunya sudah tidak asing lagi ditelinga kita. Puisi dikenal sebagai sebuah karya sastra yang memiliki ciri khas, yaitu bentuk penulisannya yang berupa bait dan terdiri dari beberapa baris di dalamnya. Gaya bahasa yang dipakai cenderung bersifat kiasan yang indah dan penggunaan majas dalam puisi membuat para pembaca terhipnotis akan keindahan bahasa puisi, bahkan mampu membuat para pembaca kebingungan untuk menyibak arti dan makna yang terkandung di dalam puisi tersebut.

Menurut Waluyo (2002:25) puisi merupakan bentuk karya sastra yang mengungkapkan semua pikiran dan perasaan penyair yang diungkapkan secara imajinatif, disusun dengan memfokuskan semua kekuatan bahasa, fokus pada struktur fisik dan struktur batinnya. Karena itu, dalam memahami sebuah puisi kita butuh beberapa cara untuk bisa memahami arti dan makna dari puisi.

Untuk memahami arti dan makna dari puisi, salah satu pendekatan yang bisa dilakukan diantaranya menganalisis unsur intrinsik dan ekstrinsik pada puisi yang akan kita bahas, atau juga bisa melalui beberapa pendekatan terhadap karya puisi tersebut. Pendekatan terhadap puisi ini memiliki tujuan agar dapat memahami secara utuh obyek pembahasan.

Adapun macam-macam pendekatan yang dapat digunakan, yakni pendekatan biografis (riwayat hidup pengarang), pendekatan sosiologis, pendekatan psikologis, pendekatan antropologi, pendekatan pragmatik, pendekatan mimetik, pendekatan semiotik, dan pendekatan ekspresif.

Pada kesempatan kali ini, kita akan mencoba menganalisis puisi karya Sapardi “Yang Fana Adalah Waktu” melalui pendekatan pragmatik. Pada pendekatan ini sebagai sarana penulis untuk menyampaikan sebuah tujuan tertentu kepada pembaca. Tujuan itu biasanya berupa pendidikan, moral, agama dan masalah kehidupan lainnya. Menurut Teeuw (2002: 113) pendekatan pragmatik adalah pendekatan yang didasarkan pada pembaca. Keberhasilan satu karya sastra diukur dari pembacanya. Karya sastra yang berhasil adalah karya sastra yang dianggap mampu memberikan kesenangan dan nilai. Dalam pendekatan ini, penulis dapat menggambarkan perasaannya atau tujuannya melalui ungkapan berupa kata-kata yang indah sebagai bentuk tiruan.

” Yang fana adalah waktu. Kita abadi:

memungut detik demi detik, merangkainya seperti bunga

sampai pada suatu hari

kita lupa untuk apa.

“Tapi,

yang fana adalah waktu, bukan?”

tanyamu. Kita abadi.”

“Yang Fana adalah Waktu” adalah salah satu puisi karya Sapardi Djoko Damono. Puisi ini memiliki makna yang sangat dalam melalui kata-kata yang dibalut dengan indah dan rapi sehingga para pembaca pun tak menyadari makna apa yang terkandung di dalamnya. Penulis puisi secara tidak langsung mengungkap sesuatu hal menjadi sebuah karya sastra yaitu, Puisi.

Pada puisi “Yang fana adalah Waktu” ini memiliki arti bahwasanya tak ada yang abadi di dunia ini kecuali, waktu. Waktu yang dimaksud adalah kehidupan kita setelah di dunia ini, Karena kita sebagai makhluk Tuhan akan kembali ke asalnya. Akan ada kehidupan selanjutnya setelah di dunia.

Pada kata “Kita abadi” memiliki arti bahwasanya kita sebagai manusia, makhluk ciptaan Tuhan akan hidup selamanya, untuk mempertanggungjawabkan setiap perbuatan yang kita lakukan selama hidup di dunia. Perbuatan yang sudah kita lakukan sepanjang waktu membentuk roda kehidupan. Dan inilah arti dari kalimat selanjutnya “Memungut detik demi detik, merangkainya seperti bunga.”

Pada kata “Sampai Pada Suatu Hari kita lupa untuk apa” menggambarkan seolah menyadarkan kita akan tujuan hidup yang sebenarnya, akibat terlena pada gemerlapnya kehidupan di dunia.

Secara keseluruhan, Puisi ini seakan mengajak kita untuk intropeksi diri dan mengingatkan akan tugas dan fungsi kita sebagai manusia. Tujuan sebenarnya kita hidup di dunia, bukan untuk mengejar semua yang ada di dunia ini, melainkan mempersiapkan bekal untuk kehidupan kita selanjutnya, yakni kehidupan di akhirat yang merupakan makna dari “kita abadi.”

Setelah kita menganalisis puisi “Yang fana adalah waktu” ini melalui pendekatan pragmatik, Saya menjadi tersadar akan makna yang terkandung di dalamnya. Puisi ini menyadarkan bahwa kita tidak perlu sibuk mengejar yang ada di dunia ini, karena pada nyatanya kita diciptakan hidup di dunia ini agar kita mencari bekal untuk kehidupan di akhirat.

Waktu yang terus berputar ini akan selalu melekat pada kehidupan kita dan waktu yang sudah dilalui tak akan pernah terulang kembali. Oleh karena itu, gunakanlah waktu sebaik-baiknya agar tidak ada kata penyesalan dalam setiap langkah yang kita jalani.


Hafsa Prasetya Ningsih. Penulis adalah Mahasiswa Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Reporter: KilatNews

Tag