Ironi Pernikahan Usia Dini terhadap Fertilitas Seorang Perempuan
Oleh : Wening Utami
KilatNews.Co– Pernikahan pada dasarnya dilakukan oleh sepasang laki dan perempuan dewasa yang saling mencintai dengan tidak memandang perbedaan, suku bangsa, miskin atau kaya. Sebab pernikahan tidak hanya sebatas ikatan untuk mengesahkan hubungan biologis saja. Akan tetapi, juga menciptakan sebuah keluarga yang menjadikan mereka sepasang suami-istri yang sehidup-semati.
Pernikahan yang diharapkan adalah pernikahan yang mampu membawa kepada hidup mandiri, baik dalam berpikir maupun dalam menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi kedua belah pihak.
Semua ini dikarenakan bahwa pernikahan merupakan ikatan yang didasari oleh perasaan cinta, dan saling mengasihi dari kedua pihak dalam jangka waktu yang lama. Yang perlu digarisbawahi di dalam pernikahan, ada hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh kedua belah pihak agar pernikahannya itu mendapatkan kehidupan yang layak, Bahagia, harmonis serta mendapatkan keturunan.
Menurut Bogue (1969:326), pola umur pernikahan diklasifikasikan menjadi empat, yaitu perkawinan belia/anak-anak (child marriage) dibawah usia 18 tahun, perkawinan umur muda 18- 19 tahun, perkawinan umur dewasa 20-21 tahun, dan perkawinan yang terlambat diatas usia 21 tahun.
Sementara itu, BKKBN (2011) juga menyatakan bahwa usia ideal menikah berkisar antara 20-35 tahun untuk perempuan dan 25-40 tahun untuk pria.
Secara hukum di Indonesia, batas umur perkawinan telah diatur dalam Pasal 7 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019, tentang perubahan atas Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, bahwa perkawinan hanya diizinkan saat pria dan wanita telah mencapai umur 19 tahun.
Namun, pada kenyataannya pernikahan di bawah usia atau seringkali disebut pernikahan dini masih banyak kita lihat negeri ini. Adanya kebijakan dari pemerintah terkait batas minimal usia pernikahan ini, tentunya sudah melalui proses dan keputusan yang sudah sangat mendalam agar supaya kedua belah pihak benar-benar sudah siap secara fisik dan psikisnya.
Untuk itu, perlu adanya upaya untuk mencegah pernikahan dini yang masih sering terjadi. Apalagi, saat ini, Indonesia menduduki peringkat ketujuh tertinggi dalam kasus pernikahan dini. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi pernikahan dini di Indonesia sudah tergolong sangat memprihatinkan. Salah satu penyebabnya adalah faktor Pendidikan, dan lingkungan sekitar, dan yang paling utama persoalan ekonomi.
Dengan banyaknya kasus pernikahan usia dini yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia, akhirnya berdampak pada menurunnya kualitas sumber daya manusia (SDM), yang menyebabkan terjadinya kekerasan terhadap anak, serta kemiskinan.
Pernikahan dini di Indonesia bisa menyebabkan tingginya angka fertilitas, dilihat dari demografi Fertilitas dapat diartikan sebagai hasil reproduksi yang nyata dari seorang wanita atau kelompok wanita, dengan kata lain fertilitas ini menyangkut banyaknya bayi yang lahir hidup.
Fertilitas dipengaruhi dan ditentukan oleh dua faktor yaitu faktor demografi dan faktor non demografi. Faktor demografi antara beda umur, lama perkawinan, umur perkawinan pertama, paritas atau jumlah persalinan yang sudah dialami dan proporsi perkawinan. Untuk faktor non demografi antara keadaan ekonomi penduduk, tingkat pendidikan, perbaikan status wanita, dan urbanisasi serta industrialisasi (BPS, 2013).
Fertilitas ini salah satu faktor demografi yang bisa mengendalikan pertumbuhan penduduk di suatu daerah. Dimana semakin tinggi atau rendahnya fertilitas itu bisa mempengaruhi jumah pertumbuhan penduduk.
Fertilitas disini dalam demografi ditafsirkan sebagai hasil reproduksi yang benar nyata dari seorang Wanita. Dengan bahasa lain fertilitas, yaitu banyaknya bayi yang lahir hidup.
Karena itu, perlu adanya kesadaran diri seseorang untuk melakukan program yang sudah diberikan oleh pemerintah setempat yaitu KB (Keluarga Berencana), program ini untuk menghambat angka kepadatan penduduk yang terus menurus bertamba disetiap tahunnya.
Semisal, masyarakat menikahnya diatas umur 20 tahun, kemungkinan besar masyarakat yang menikah itu di saat melakukan reproduksi selama masa pernikahannya itu akan lebih sedikit jika kita bandingkan dengan masyarakat yang menikah di usia dini. Jika Perempuan yang sudah melakukan pernikahan di usia yang sudah cukup umur, akan lebih memiliki kesempatan untuk mengandung dan kemudian akan melahirkan, itu akan lebih sedikit bila kita bandingkan dengan seseorang yang melakukan pernikahan disaat usianya masih dini.
Hal ini menjadi pertimbangan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) untuk mengawasi percepatan pertumbuhan penduduk di Indonesia, tetapi juga untuk menjaga Kesehatan masyarakat semua itu dikarenakan pernikahan usia dini menjadi bagian penting dalam mengurangi pertumbuhan yang ada di Indonesia.
Tak ayal, perlu sekali upaya dalam pencegahan terhadap pernikahan usia dini ini contohnya dengan memberikan edukasi dan informasi kepada anak, orang tua maupun masyarakat akan kesehatan seksual dan reproduksi, setelah itu dampak negatife terhadap pernikahan dini ini. Didalam hal ini, orang tua, anak, lembaga sekolah seperti guru serta masyarakat memiliki peran yang sangat penting untuk mengurangi angka pernikahan dini di Indonesia.
Oleh karena itu sebagai orang tua maupun masyarakat luas sangat penting untuk memahami mengenai dampak yang akan timbul akibat pernikahan dini.