Yusril, PBB Koalisi Kemana? Kok Bahas Kasus Ijazah?
Kilatnews.co – Bagaimana jika kualitas berpikir seorang profesor doktor, ahli hukum tata negara, sangat naif terkait sebuah produk hukum?
Yusril Izha Mahendra sudah malang melintang dalam dunia hukum dan peradilan, sebagai praktisi, pendidik sekaligus seorang pengamat. Namun komentarnya justru jauh dari mahasiswa S1 fakultas hukum yang baru duduk di semester pertama. Mengomentari batalnya kasus demi hukum persidangan dugaan ijazah palsu Jokowi, karena perkara dicabut oleh penggugat, Bambang Tri Mulyono.
Baca Juga: Bambang Tri Cabut Gugatan Terkait Dugaan Ijazah Palsu Presiden Joko Widodo
Menurut YIM, dengan batalnya persidangan, maka kasus dugaan ijazah palsu Jokowi akan terus bergulir dan tidak dapat dinyatakan palsu atau tidak. Pernyataan ini yang menggelitik untuk saya komentari.
Hukum dan perkara itu tidak identik sama semuanya. Bahkan, hukum itu sendiri memiliki 2 tujuan yang sebenarnya saling berbeda. Hukum bisa bertujuan mendapatkan kepastian hukum, tapi juga kadang bertujuan mendapatkan keadilan (terutama rasa keadilan masyarakat). Kepastian hukum belum tentu adil, sedangkan adil belum tentu sesuai ketentuan hukum.
Begitupun tiap perkara juga begitu. Dalam kasus dugaan ijazah palsy, misalnya, Jokowi sebagai salah satu pihak tergugat, tapi tidak berarti berstatus terdakwa. Perkara kasus ini berdasar kepada “dugaan”. Karena itu, pengadilan tersebut bermaksud ingin membuktikan apakah dugaan tersebut benar. Bukan berarti ijazah yang ada selama ini salah.
Baca Juga: Media Kebebasan Ekspresi, Tidak Perlu Regulasi?
Pembuktian dugaan tersebut bisa juga akan mengorek apa dasar tuduhan tersebut, mengapa menggugat ke pengadilan tidak bertanya ke lembaga pendidikan yang mengeluarkan ijazah? Mengapa juga berpikir lembaga negara begitu bodoh tertipu dengan ijazah palsu saat Jokowi ikut Pilkada dan pilpres? Semua itu yang ingin dibongkar hakim lewat pengadilan.
Karena jika hanya ingin ngetes keaslian ijazah mudah sekali. Hakim tinggal menanyakan kepada lembaga pengesah ijazah (sekolah/kampus) yang berstatus sebagai saksi. Semua bukti akan menunjukkan keaslian dan memang sah ada. Tanpa melalui pengadilan pun, pihak sekolah dan kampus (UGM) sudah menyatakan dan menunjukkan ijazah tersebut sah.
Jadi, ketika perkara atas gugatan tersebut dicabut, bukan berarti ijazah masih abu-abu sah atau tidak. Sebab jika belum terbukti sah, maka posisi Jokowi sebagai presiden harus dicabut. Semua produk pemerintah di bawah kepemimpinan Jokowi harus dianggap tidak ada demi hukum. Begitu kan? Tapi kan tidak begitu. Tetap saja Jokowi sebagai presiden, artinya ijazah tersebut sah.
Justru yang belum terbukti atau belum terbongkar adalah apa maksud dan tujuan dari dugaan ijazah palsu? Dari mana pemikiran tersebut bisa muncul dan bukti-buktinya apa? Jika logika berpikir Yusril seperti itu (gugatan dicabut maka tidak terbukti sah atau tidak), maka ke depan biar pengadilan yang memberi stempel (legalisir) semua ijazah itu sah.
Hal ini agar tidak ada lagi tuduhan ijazah palsu. Dan semua ijazah berstempel pengadilan adalah yang sah. Semua sertifikat apapun juga harusnya begitu. Pasti repot? Makanya, karena begitu banyak dokumen administrasi yang dibutuhkan warga untuk.dinyatakan sah, negara memberi kuasa kepada lembaga/institusi tertentu mengeluarkan dokumen.
Baca Juga: UST Bersama “Rumpoen” Kenalkan Kompor Biomassa
Lembaga tersebut termasuk sekolah dan perguruan tinggi yang mengeluarkan ijazah. Jadi tidak perlu stempel hakim dalam proses pengadilan. Lembaga itu sendiri sudah cukup untuk mengetahui dan menyatakan apakah ijazah itu asli atau palsu, tidak perlu pengadilan. Jika ingin perbanyak tinggal legalisir disertai materai dan stempel lembaga terkait.
Nah, kalau soal masih terus menjadi bahan gunjingan, itu hal lain lagi. Ya pastinya begitu. Jangankan dicabut perkaranya, diputuskan kasusnya pun (ijazah terbukti asli), maka dugaan, tuduhan dan fitnah itu akan tetap ada. Bisa saja dikatakan pengadilan drama, atau hakim kena suap dsb dll. Mau dijawab apapun mau dibuktikan gimanapun, oposisi tetap maksa pikirannya sendiri.