Uang Kurban Dialihkan Untuk Membantu Masyarakat Terdampak Covid-19, Bolehkah?
Kilatnews.co – Sebentar lagi, seluruh umat muslim di seluruh dunia, termasuk umat muslim di Indonesia akan melaksanakan hari raya Idhul Adha. Seperti kita tahu, dalam rangkaian Idhul Adha, terdapat kegiatan ibadah kurban.
Ditengah pandemi saat ini, kondisi ekonomi rakyat semakin sulit, PCNU Sleman Yogyakarta, merumuskan permaslahan terkait dengan berkurban ditengah pandemi Covid-19, melalui Bahtsul Masa’il.
Adapun persoalan yang dirumuskan dalam Bahtsul Masa’il tersebut, berkaitan dengan mana yang lebih didahulukan, antara menggunakan uang untuk berkurban atau membantu masyarakat yang sedang terdampak Covid-19, dan bagaimana hukumnya jika kurban itu diwujudkan dalam bentuk uang atau uang itu dialihkan untuk membantu masyarakat terdampak Covid-19.
Melansir kilatnews.co, berikut hasil dari Bahtsul Masa’il PCNU Sleman Yogyakarta, yang diselenggarakan pada Jum’at, 16 Juli 2021 :
1. Antara kurban dan sedekah tathawu’ (sedekah sunah)
Sebagian besar ulama menghukumi bahwa berkurban adalah sunnah mu’akkadah (sunnah yang sangat dianjurkan). Syafi’iyyah berpendapat bahwa berkurban adalah sunnah kifayah. Bahkan, Imam Abu Hanifah dengan mendasarkan pada ayat dan hadits-hadits masyhur berpendapat bahwa kurban adalah wajib.
Terdapat perbedaan pendapat di kalangan para ulama tentang lebih utama mana antara ibadah kurban dan sedekah sunnah biasa. Menurut jumhurul ulama, udhiyah (kurban) lebih utama daripada sedekah tathawu’ karena di dalam udhiyah pun juga ada unsur sedekah. Para fuqaha’ berkata:
“Berkurban lebih utama daripada sedekah. Karena kurban ada yang berpendapat wajib dan ada yang sunnah muakkad. Selain itu, juga merupakan salah satu syiar Islam. Pendapat tentang lebih utama kurban ini adalah pendapat Hanafiyah, Syafi’iyah dan lainnya. Bahkan, Malikiyah berpendapat bahwa kurban juga lebih utama dari memerdekakan budak walaupun dengan biaya yang jauh lebih besar dari biaya kurban. Sedangkan Hanabilah berpendapat bahwa kurban lebih utama dari pada sedekah dengan nilai yang sama, sebagaimana ditegaskan oleh imam Ahmad bin Hanbal. Hal senada juga disampaikan oleh Rabi’ah dan Abu Zinad”
Baca juga: Rumusan Hasil Bahtsul Masa’il PCNU Sleman Tentang Berkurban Ditengah Pandemi Covid-19
Namun, ada riwayat dari Imam Malik yang mengatakan bahwa sedekah tathawu’ lebih utama. Pendapat ini mungkin bisa menjadi sebuah celah untuk menerapkan bahwa sedekah lebih diutamakan, khususnya dalam kondisi sekarang ini dimana masyarakat kesulitan secara ekonomi akibat dampak pandemi covid 19. Bahkan jika kondisi menjadi darurat dan uluran sedekah sangat dibutuhkan, maka sedekah lebih utama dari pada berkurban. Pendapat ini dikatakan oleh beberapa ulama, misalnya;
“Apakah kurban lebih utama dari sedekah yang seukuran dengan biaya kurban? Sebagian mengatakan bahwa kurban lebih utama. Sebagian lainnya berpedapat sebaliknya. Kedua pandangan ini sama-sama riwayat imam Malik yang dikisahkan oleh Ibn Rusyd.”
“Ulama berbeda pendapat mengenai keutamaan sedekah dibanding kurban. Sebagian berpendapat bahwa sedekah lebih utama. Diriwayatkan dari sahabat Bilal bahwa ia pernah berkata: Saya tidak peduli bila saya tidak berkurban selain berkurban ayam karena bersedekah kepada anak yatim yang mulutnya kering lebih aku sukai. Pandangan bahwa sedekah lebih utama ini adalah pendapat al-Sya’bi, Malik dan Abu Tsaur. Namun, ada pendapat kedua yang mengatakan bahwa kurban lebih utama. Pendapat ini adalah pendapat Rabi’ah, Abi Zinad dan ashabul al-ra’y (Hanafiyah).”
Baca Juga: Wasekjen GPK Arta Wijaya Ajak Milenial Ikut Berpartisipasi Di Hari Kurban
2. Berkurban dengan uang atau mengalihkan dana kurban?
Dapat dipahami juga bahwa antara kurban dan sedekah tatahawwu’ adalah dua ibadah yang berbeda, sehingga sedekah tathawwu’ tidak bisa menjadi ganti dari kurban. Karena syarat kurban adalah syi’ar Islam yang di dalamnya harus ada iraqatu ad-dam (penyembelihan hewan). Dengan demikian, tidak sah berkurban dengan menggunakan uang senilai hewan kurban. Sebagaimana dijelaskan dalam kitab al-Mausu’ah al-Kuwaitiyah;
“Berbagai jenis sedekah tidak bisa menggantikan posisi kurban. Bahkan, seandainya seseorang bersedekah seekor kambing yang hidup atau uang yang senilai dengannya di hari raya idul adha, hal tersebut tidak bisa menggantikan posisi kurban, terlebih kurban wajib. Sebab kurban yang wajib berkaitan dengan ‘mengalirkan darah’. Kaidah mengatakan bahwa suatu kewajiban bila berkaitan dengan suatu perbuatan khusus, maka perbuatan lainnya tidak bisa menggantikan posisinya, sebagaimana shalat dan puasa. Berbeda halnya dengan zakat. Kewajiban dalam zakat, menurut Abu Hanifah dan kedua muridnya, adalah mengeluarkan sebagian harta (yang mana saja) dari miliknya yang telah mencapai nishab agar bisa diberikan kepada yang lain.”
Ada sebagian ulama Malikiyah yang berpendapat bahwa sahnya disebut kurban adalah jika hewan kurban itu sudah disembelih. Dengan demikian, sebelum kurban disembelih, pemilik boleh memilih antara tetap jadi kurban atau dijual ke orang lain. Dengan pendapat ini dapat menjadi dasar untuk menjual “hewan kurban” yang belum disembelih atau mengalihkan dana untuk kurban jika sangat dibutuhkan untuk kemaslahatan yang lebih besar. Namun, tentunya tidak dapat disebut sebagai kurban melainkan sedekah Sebagaimana dijelaskan dalam kitab al-Fiqh al-Islamiy wa Adillatuhu;
“al-Dardiri dan al-Dasuqiy yang bermadzhab Maliki mengatakan bahwa pendapat yang mu’tamad (bisa dijadikan pegangan) dan masyhur dalam madzhab Maliki adalah pandangan yang mengatakan bahwa kurban tidak menjadi wajib kecuali hanya setelah disembelih. Kurban tidak menjadi wajib sebab telah dinadzari. Mereka berdua juga mengatakan bahwa menurut pendapat yang mu’tamad, menyembelih anak yang dilahirkan dari hewan kurban yang masih hidup adalah sunnah, bukan wajib. Sebab, kurban tidak menjadi ‘mu`ayyan’ kecuali dengan disembelih. Tidak menjadi ‘mu`ayyan’ pula sebab nadzar.”
Menurut hasil Bahtsul Masa’il tersebut, LBM PCNU Sleman memberikan alternatif supaya ibadah berkurban dapat berjalan sebagaimana mestinya, dan juga dapat meringankan beban masyarakat yang sedang terdampak Covid-19 dengan sedekah, maka bisa dengan cara, sebagai berikut:
- Penerima daging kurban yang kurang mampu bisa menjual daging kurban yang diperolehnya.
- Penerima daging kurban dari golongan yang mampu, bisa menyedekahkan daging perolehannya pada yang terdampak.
- Shohibul kurban hendaknya mengambil daging kurban hanya sedikit dari haknya dan menyedekahkan sisanya.