Opini – Tanjung Jabung Barat dapat disebut sebagai daerah agraris. Penyebutan ini dapat dikatakan sangat tepat karena masyarakatnya mayoritas adalah bertani. Hal itu dapat dilihat berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jambi, bahwa Jumlah petani yang ada di Kabupaten Tanjung Jabung Barat pada tahun 2018 sebanyak 74.313 KK, dengan luas lahan pertanian 219.464 Ha. Adapun jenis komoditas pertanian masyarakat yang ada di Tanjab Barat berupa, karet, kelapa sawit, kelapa dalam, kopi liberika, kakao dan pinang.
Tentunya data diatas dapat berubah seiring perkembanga zaman, apalagi data ini merupakan data tahun 2018 sedangkan saat ini sudah memasuki pertangahan tahun 2021. Namun demikian data diatas merupakan fakta yang tidak dapat dibantah bahwa daerah Kabupaten Tanjung Jabung Barat sebagai daerah dengan mayoritas masyarakat bertani.
Oleh karenanya sektor pertanian menjadi penting untuk diperhatikan sebab memiliki peran yang penting dalam mendongkrak pertumbuhan ekonomi, khususnya di Kabupaten Tanjung Jabung Barat. Meskipun demikian hal itu tidak diimbangi dengan kesejahtraan para petani. Padahal jelas hidup sejahtera merupakan amanah pembukaan UUD Tahun 1945 pada alenia keempat, yaitu memajukan kesejahtraan umum. Dan juga merupakan amanah dari UU No 19 Tahun 2013 tetang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani Pasal 3 huruf a. mewujudkan kedaulatan dan kemandirian Petani dalam rangka meningkatkan taraf kesejahteraan, kualitas, dan kehidupan yang lebih baik.
Masih segar dalam ingat Kita pada tahun 2020 yang lalu Badan Pusat Statitsitk Kabupaten Tanjung Jabung Barat yang dikutip oleh Jambi Independent.co.id, mengerluakan data yang berisikan Kabupaten Tanjung Jabung Barat angka kemiskinan masih menduduki rengking kedua di Provinsi Jambi. Data ini menunjukan bahwa pemerintah dan para pemangku kebijakan tidak serius dalam menangani pemberantasan kemiskinan di Tanjab Barat. Persoalan ini tentunya memiliki korelasi terhadap persoalan yang hari ini sedang dihadapi oleh para petani terkait kesejahtraan. Atas dasar itulah, perlunya keterlibatan pemerintah untuk mengintervensi harga pasar komoditas pertanian, sehingga petani tidak dirugikan.
Maka dari itu diperlukan peraturan daerah yang mengatur tentang tata niaga komoditas pertanian tertentu, sebagai contoh daerah yang memikili perda tata niaga, yaitu Kabupaten Indra Girihilir Perda No 3 Tahun 2018 tentang Tata Niaga Kelapa dimana didalam perda tersebut pemerintah memiliki peran yang jelas salah satunya di pasal 4 ayat (1) huruh a yang berbunyi Pemerintah Daerah menjaga setabilitas harga kelapa dengan: a. memfasilitasi penetapan harga dan margin tata niaga kelapa antara petani kepada, pengusaha dan industri kelapa yang mengacu pada perkembangan harga pasar kelapa dunia.
Oleh karenanya, para pemangku kebijakan Daerah Kabupaten Tanjab Barat dapat belajar dari pemerintah Indragiri Hilir untuk membuat peraturan daerah yang lebih beroreintasi kepada kepentingan masyarakat sehingga mafia-mafia yang bermain pada wilayah pertanian dapat diminimalisir, dengan begitu kesejahtraan masyarakat dapat diwujudkan melalui perda tersebut.
Penulis, Ilham Singgih Prakoso, S.H adalah Pemerhati Hukum, Mahasiswa Magister Hukum Universitas Islam Indonesia, Konsentrasi Hukum Tata Negara.