Siapa Mengawasi Napi Asimilasi di Rumah?

Siapa Mengawasi Napi Asimilasi di Rumah?

Oleh: Binar Asdi Hulu

KilatNews.Co – Saat ini seluruh dunia masih berupaya menyembuhkan diri dari pandemi Covid-19 yang telah mewabah dan merenggut banyak nyawa. Data dari situs WHO per bulan November 2021 menunjukkan Covid-19 telah menyebabkan lebih dari lima juta orang meninggal dunia. Negara-negara di dunia berupaya mengambil berbagai kebijakan untuk menghambat Virus yang penyebarannya sangat cepat ke berbagai di belahan dunia, tidak terkecuali di Indonesia.

Selasa 2 Maret 2021, kasus pertama virus Covid-19 ditemukan di Indonesia. Masyarakat kemudian mengenal virus ini dengan nama virus Corona. Pada saat itu timbul banyak kepanikan di tengah masyarakat yang takut tertular virus tersebut. Berbagai spekulasi dan teori menyertai penyebaran virus yang menambah ketakutan masyarakat, pun ketakutan itu diperparah dengan maraknya informasi hoaks seputar virus corona hingga teori konspirasi yang menyebar dengan begitu cepat.

Ketakutan dan kekhawatiran ini juga menjalar hingga ke warga binaan yang berada di Lapas–lapas seluruh Indonesia. Ketakutan ini kemudian memuncak dan menyebabkan terjadinya kerusuhan di Lapas, seperti yang terjadi di Lapas Kelas II B Sorong, Papua Barat pada April tahun lalu. Selain warga binaan sendiri, para pejabat di lingkungan lembaga pemasyarakatan juga mulai khawatir akan keselamatan warga binaan. Pasalnya, warga binaan tinggal dalam lingkungan Lapas dan tidak dapat menyelamatkan diri dari wabah virus corona yang penularannya mirip dengan penyebaran flu ini. Orang yang berada dalam satu tempat atau ruangan tertentu dalam waktu yang lama dapat tertular dengan sangat mudah.

Langkah Pemerintah

Melihat situasi yang semakin tak terkendali, pemerintah mengambil langkah tanggap darurat. Menteri Hukum dan Ham menerbitkan Permenkumham Nomor 10 Tahun 2020 tentang Syarat Pemberian Asimilasi dan Hak Integrasi Bagi Narapidana dan Anak dalam rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran Covid-19.

Langkah penerbitan Permenkumham ini merupakan salah satu upaya Kementerian Hukum dan HAM RI agar isi hunian Lapas berkurang sehingga Covid-19 tidak menyebar di dalam Lapas sehingga tidak menjadi kuburan masal bagi warga binaan. Selanjutnya aturan tersebut diperbaharui dengan Permenkumham Nomor 32 Tahun 2020 sebagai pengganti Permenkumham Nomor 10 Tahun 2020 dan merupakan upaya lanjutan dalam rangka pencegahan dan penanggulangan penyebaran Covid-19 melalui pemberian Asimilasi dan integrasi bagi warga binaan. Lalu, pada tahun 2021 diperbaharui kembali dengan Permenkumham Nomor 24 Tahun 2021.

Asimilasi yang dimaksud dalam Permenkumham 32 Tahun 2020 adalah Asimilasi di rumah yang tercantum dalam pasal 2 ayat (2). Sebelumnya, jika merujuk pada Asimilasi yang biasa dilakukan, terkait dengan pemberian Asimilasi hingga pelaksanaannya sudah diatur secara jelas dalam Pasal 44 hingga Pasal 66 Permenkumham Nomor 03 Tahun 2018 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti bersyarat. Pada peraturan ini kita dapat melihat bahwa terdapat perbedaan antara Asimilasi dirumah yang dimaksud dalam Permenkumham 32 Tahun 2020, dikarenakan Asimilasi di rumah merupakan respon dalam rangka mencegah dan menanggulangi penyebaran virus corona khususnya di dalam Lapas.

Untuk pemberian Asimilasi di rumah kepada setiap warga binaan tentunya harus memnuhi syarat-syarat tertentu. Pertama, warga binaan tersebut bukanlah seorang residivis. Kedua, Peraturan Asimilasi di rumah diberikan untuk warga binaan yang tanggal 2/3 (dua per tiga) masa pidananya dan Anak yang tanggal 1/2 (satu per dua) masa pidananya sampai dengan tanggal 31 Desember 2021 ini. Asimilasi di rumah ini juga tidak berlaku bagi tindak pidana narkotika, korupsi, terorisme, pembunuhan, pencurian dengan kekerasan serta tindak pidana kesusilaan. Terdapat pengecualian untuk tindak pidana narkotika yakni yang pidananya di bawah lima tahun dapat diberikan Asimilasi di rumah. Biasanya mereka ini adalah pelaku pengguna maupun pengedar dengan barang bukti dengan jumlah yang sedikit. Selebihnya warga binaan akan mendapatkan asimilasi di rumah setelah melalui proses asesment terhadap perilaku dan perubahan sikap yang telah dilaluinya selama masa pembinaan.

Lantas setelah pulang kerumah timbul pertanyaan yang lambat laun menjadi keresahan tersendiri di tengah – tengah masyarakat. Ketika para warga binaan yang pulang ke rumah ini kembali ke masyarakat, siapa yang memperhatikan dan mengawasi? Apakah Kemenkumham main lepas begitu saja dan setelah itu tidak peduli dengan kenyataan bahwa ada ribuan warga binaan yang keluar ke tengah masyarakat tanpa pengawasan?

Peran Bapas

Dikeluarkannya aturan asimilasi di rumah tentu telah dipikirkan masak – masak dengan banyak pertimbangan. Warga binaan di penjuru Indonesia tidak serta merta dilepas begitu saja tanpa ada yang mengawasi. Dalam menjalani hak Asimilasi di rumah, warga binaan diawasi oleh petugas Pembimbing Kemasyarakatan dari Balai Pemasyarakatan.

Petugas Pembimbing Kemasyarakatan dari Bapas bertugas untuk mengawasi dan mengecek keadaan warga binaan selama proses asimilasi di rumah. Warga binaan yang sedang melaksanakan asimilasi juga diwajibkan untuk lapor diri. Selain lapor diri ke Bapas dan petugas Pembimbing Kemasyarakatan, warga binaan ini juga dikunjungi di rumah masing – masing untuk mengetahui keadaanya secara berkala. Apabila ada yang melanggar ketentuan, maka akan dilakukan pencabutan terhadap SK Asimilasi di rumah yang berujung pada dikembalikannya warga binaan
tersebut kembali ke dalam Lapas.

Pencabutan terhadap SK Asimilasi di rumah dilakukan terhadap warga binaan apabila melanggar syarat umum maupun syarat khusus, yaitu :

  1. syarat umum, terlibat pelanggaran
    hukum dan ditetapkan sebagai tersangka/terpidana; dan/atau
  2. syarat khusus, yang terdiri atas:
  3. menimbulkan keresahan dalam
    masyarakat didasarkan oleh pengaduan masyarakat yang diklarifikasi oleh
    Pembimbing Kemasyarakatan;
  4. menimbulkan keresahan dalam
    masyarakat berdasarkan hasil pengawasan oleh Pembimbing kemasyarakatan;
  5. tidak melaksanakan protokol
    kesehatan sesuai dengan ketentuan pencegahan dan penanggulangan penyebaranCovid-19;
  6. tidak mengikuti atau mematuhi
    program pembimbingan yang ditetapkan oleh Bapas;
  7. tidak melaksanakan kewajiban
    melapor kepada Bapas yang membimbing paling banyak 3 (tiga) kali
    berturut-turut; dan/atau
  8. tidak melaporkan perubahan alamat
    atau tempat tinggal kepada Bapas yang membimbing.

Pencabutan dilaksanakan oleh Bapas dengan berkoordinasi dengan Kepolisian untuk mengembalikan warga binaan yang melanggar ketentuan asimilasi di rumah. Setelah dikembalikan warga binaan yang melakukan pelanggaran akan dikenai sanski pula berupa pencabutan hak remisi hingga ditempatkan di sel pengasingan dalam kurun waktu tertentu.

Selain pengawasan diberikan juga pembimbingan kepribadian bahkan pelatihan kerja bagi warga binaan untuk membekali mereka termasuk dengan pelatihan keterampilan kerja. Pelaksanaan pembimbingan kepribadian dan pelatihan kerja dilaksanakan oleh Bapas, selain meningkatkan kualitas sumber daya manusia warga binaan juga
merupakan bentuk pengawasan berkala untuk tetap mengontrol aktifitas warga binaan agar tidak melanggar hukum selama proses asimilasi.

Pengawasan yang dilaksanakan tentunya juga membutuhkan kerjasama dari masyarakat terutama masyarakat disekitar tempat tinggal warga binaan. Masyarakat yang merasa resah atas perilaku warga binaan dapat membuat pengaduan ke Bapas di wilayahnya untuk segera di tindak lanjuti. Proses pengawasan yang dilaksanakan oleh Bapas
tentunya tidak dapat berhasil sepenuhnya apabila tidak ada dukungan dari masyarakat dan penegak hukum terkait. Oleh karenanya sinergi yang baik perlu dipupuk dan dipererat, sehingga program Asimilasi di rumah bagi warga binaan ini menjadi tepat sasaran.

Binar Asdi Hulu. Penulis adalah ASN di Bapas Pekalongan dan pernah dinas di Nusakambangan 2019-2021.