Kilatnews.co – Sepakbola Indonesia mau sampai kapan begini terus? Mengapa tidak ada perbaikan? Begitulah pertanyaan kita, mungkin terutama mereka yang terimbas menjadi korban keberingasan suporter sepak bola di Indonesia. Ya, mereka adalah para keluarga suporter yang jadi korban luka ataupun tewas (terbaru dikabarkan 2 suporter Arema).
Ada lagi para pedagang kecil yang sering dipalak dagangannya, bahkan gerobaknya hancur. Masyarakat yang rumahnya pun bisa menjadi salah sasaran lemparan batu. Para penonton yang kendaraannya mengalami kerusakan dan syukur bisa selamat sampai rumah. Anggota aparat yang berjaga yang selalu menjadi sasaran amuk massa.
Pemerintah daerah mesti nombok setiap ada kericuhan, fasilitas publik hancur. Pihak klub yang merasa ketar-ketir akan didenda mahal akibat ulah pendukungnya sendiri. Apa yang ingin dicari? Apa yang ingin dibuktikan dengan kericuhan dan kerusuhan seperti itu? Selalu beralasan karena adanya provokasi terlebih dahulu, padahal niat dari awal memang pingin tawuran.
Baca Juga : Filanesia: Filosofi Sepakbola Indonesia Menuju Level Prestasi Tertinggi
Mungkin sudah menjadi hobi. Gak tawuran gak asyik. Orang-orang seperti itu harusnya gak punya hak untuk masuk stadion, blacklist langsung. Juga mereka yang diketahui mengkonsumsi alkohol atau membawa minuman beralkohol. Sanksi blacklist meski tidak membuat jera, tapi efektif. Untuk itu sistem pembelian tiket sudah mulai dimodernisasi.
Satu orang satu tiket dengan menunjukkan KTP dan bisa melalui online. Kemudian, kita juga bertanya, apa fungsinya bendera besar suporter di lapangan? Tidak perlu dan larang saja, karena itu bisa jadi bahan yang bisa dibakar dan tiangnya bisa dibuat senjata tawuran. Pemeriksaan super ketat tidak ada yang membawa tas berisi batu atau senjata tajam.
Setiap kerusuhan yang ditimbulkan oleh pendukung, maka klub dari pendukung tersebut juga harus mendapat sanksi tegas. Biasanya hukuman denda uang, tapi pengurangan nilai juga wajar agar klub dan suporter bisa saling mikir. Selain itu, pihak aparat setiap kali terjadi kerusuhan nyaris tidak mampu berbuat banyak karena kekurangan personil serta strateginya lamban.
Baca Juga : Aplikasi Live Streming Bola Paling Baik Sepanjang Masa
Kerumunan massa harus dipecah hingga memudahkan menangkap provokator. Tanpa memandang dari kelompok mana. Terakhir, sudahilah rasa mendukung yang berlebihan (fanatik). Coba pikir, hanya karena bola satu saja bisa saling menganiaya hingga membunuh? Ini jiwa-jiwa kelam generasi bangsa yang memang masih banyak butuh pembinaan.
Melatih diri dan mental menjadi pribadi yang sportif dan saling mengasihi sesamanya. Dan bagaimana pun, badan atau organ olahraga terbesar di Indonesia ini, PSSI, juga turut bertanggungjawab. Lakukan pembenahan yang memang dianggap perlu. Buat regulasi dan jalankan dengan tegas. Rangkul organ suporter lakukan pendekatan dan pembinaan.
Jika dipandang mendesak, stop saja liga. Tunda semua pertandingan beberapa minggu untuk cooling down. Karena ini soal nyawa yang tidak ingin terulang terus, melayang sia-sia. Stop kekerasan dalam olahraga. Namamu tidak akan pernah dikenang dengan baik karena menyakiti sesama. Tidak ada keuntungan yang didapat.