AGAMA  

Rumusan Hasil Bahtsul Masa’il PCNU Sleman Tentang Berkurban Ditengah Pandemi Covid-19

Kilatnews.co – Pandemi Covid benar-benar telah menyebabkan krisis dunia yang tidak terbayangkan sebelumnya. Di Negara kita , COVID-19 telah menjangkiti lebih dari 1,3 juta orang.  Sejak awal diumumkan pada bulan Maret 2020 setidaknya telah merenggut  35.000 jiwa.

Berbagai upaya penanggulangan telah dilakukan oleh pemerintah dengan adanya pembatasan-pembatasan (PSBB, PPKM dll.). Namun, upaya tersebut justru menghambat kegiatan perekonomian dan dampaknya terhadap tingkat kesejahteraan sosial sangat dirasakan masyarakat. Tingkat kemiskinan kembali meningkat setelah pandemi COVID-19 . Satu dari 10 orang di Indonesia hari ini hidup di bawah garis kemiskinan nasional.

Pemerintah  terus berupaya melakukan perbaikan ekonomi  dengan menggulirkan sejumlah program-program perlindungan sosial untuk melindungi masyarakat miskin terhadap guncangan ekonomi namun dampak negatif pandemi ini jauh lebih buruk belum sebanding dengan kemampuan pemerintah. Partisipasi dari berbagai pihak khususnya swasta dan para aghniya’ (orang-orang yang mampu) jelas sangat diharapkan dalam menghadapi kondisi ini.

Bersamaan dengan itu dalam waktu dekat kita akan melaksanakan ibadah Idul adha yang dalam rangkaiannya ada kegiatan ibadah kurban yang menghasilkan sumber finansial yang besar. Sumber ini potensial jika digunakan untuk membantu masyarakat yang terdampak pandemi ini.

Permasalahannya :

  1. Lebih utama mana antara menggunakan dana untuk berkurban atau untuk membantu masyarakat yang terdampak pandemi Covid-19 ?
  2. Bagaimana hukumnya jika kurban diwujudkan dalam bentuk uang atau dialihkan untuk membantu masyarakat yang terdampak pandemi?

Jawaban :

Syariat berkurban

Kurban adalah menyembelih binatang ternak di hari nahr yaitu tanggal 10 Dzulhijjah sampai dengan hari tasyrik (11-13 Dzulhijjah) untuk mendekatkan diri kepada Allah. Kurban meneruskan syariat yang sudah ada sejak zaman Nabi Ibrahim ‘alaihis salam dan dilanjutkan dalam syariat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.  Perintah dan keutaman kurban termaktub dalam Al Qur’an maupun hadis. Diantaranya Firman Allah  dalam QS Al Kautsar ayat 2,

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ

Artinya: “Maka laksanakanlah salat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah (sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah).”

Rasulullah juga bersabda tentang perintah berkurban :

عَنْ أبِي هُرَيْرَة: َأنَّ رَسُوْل اللهِ صلى الله عليه وسلم قال : مَنْ كَانَ لهُ سَعَة وَلمْ يَضَحْ فَلا يَقْربَنَّ مُصَلَّانَا

(رواه احمد وابن ماجه(

Artinya: “Dari Abu Hurairah, “Rasulullah SAW telah bersabda, barangsiapa yang mempunyai kemampuan, tetapi ia tidak berkurban maka janganlah ia mendekati (menghampiri) tempat shalat kami,” (HR Ahmad dan Ibnu Majah).

Hadis lain menyebutkan :

يَا يُّهَاالنَّاسُ اِنَّ عَلى كُل أهْلِ بَيْتٍ في كلِّ عَامٍ أُضْحِيَّة

Artinya : “Hai manusia, sesungguhnya atas tiap-tiap ahli rumah pada tiap-tiap tahun disunatkan berkurban,” (HR Abu Dawud).


Dalam hadits riwayat Tirmidzi dijelaskan, kurban bisa meningkatkan pengorbanan untuk kepentingan agama Allah dan menenangkan jiwa.

مَاعَمِلَ ابْنُ آدَمَ يَوْمَ النَّحْرِ عَمَلاً أَحَبَّ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ مِنْ هِرَاقَةِ دَمٍ وَإِنَّهُ لَيَأْتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِقُرُونِهَا وَأَظْلاَفِهَا وَأَشْعَارِهَا وَإِنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ بِمَكَانٍ قَبْلَ أَنْ يَقَعَ عَلَى الأَرْضِ فَطِيبُوا بِهَا نَفْسًا

Artinya: “Tidak ada amalan yang diperbuat manusia pada Hari Raya Kurban yang lebih dicintai Allah selain menyembelih hewan. Sesungguhnya hewan kurban itu kelak pada hari kiamat akan datang beserta tanduk-tanduknya, bulu-bulu, dan kuku-kukunya. Sesungguhnya sebelum darah kurban itu mengalir ke tanah, pahalanya telah diterima di sisi Allah. Maka tenangkan lah jiwa dengan berkurban.” (HR Tirmidzi).

  1. Antara kurban dan sedekah tathawu’ (sedekah sunah)

Sebagian besar ulama menghukumi bahwa berkurban adalah sunnah mu’akkadah (sunnah yang sangat dianjurkan). Syafi’iyyah berpendapat bahwa berkurban adalah sunnah kifayah. Bahkan, Imam Abu Hanifah dengan mendasarkan pada ayat dan hadits-hadits masyhur  berpendapat  bahwa kurban adalah wajib.

Terdapat perbedaan pendapat di kalangan para ulama tentang lebih utama mana antara ibadah kurban dan sedekah sunnah biasa. Menurut jumhurul ulama, udhiyah (kurban) lebih utama daripada sedekah tathawu’ karena di dalam udhiyah pun juga ada unsur sedekah. Para fuqaha’ berkata:

الموسوعة الفقهية الكويتية   ( (5/107

الْمُفَاضَلَةُ بَينَ الضَّحِّيَّةِّ وَالصَّدَ قَةِّ:

ﻗﺎﻝ ﺍﻟﻌﻠﻤﺎﺀ ﺭﺣﻤﻬﻢ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ : ﺍﻷﺿﺤِﻴَّﺔُ ﺃَﻓْﻀَﻞ ﻣِﻦَ ﺍﻟﺼَّﺪَﻗَﺔِ ، ﻷِﻧَّﻬَﺎ ﻭَﺍﺟِﺒَﺔٌ ﺃَﻭْ ﺳُﻨَّﺔٌ ﻣُﺆَﻛَّﺪَﺓٌ ،ﻭَﺷَﻌِﻴﺮَﺓٌ ﻣِﻦْ ﺷَﻌَﺎﺋِﺮِ ﺍﻹﺳْﻼَﻡِ ،ﻛﻤﺎ ﺻَﺮَّﺡَ ﺑِﻬَﺬَﺍ ﺍﻟْﺤَﻨَﻔِﻴَّﺔُ ﻭَﺍﻟﺸَّﺎﻓِﻌِﻲَّﺓُ ﻭَﻏَﻴْﺮُﻫُﻢْ . ﻭﻷﻥّ ﺍﻟﺼﺪﻗﺔ ﻟﻬﺎ ﻭﻗﺖ ﻣﺘﺴﻊ ﻃﻴﻠﺔ ﺍﻟﻌﺎﻡ ﺑﻴﻨﻤﺎ ﺍﻷﺿﺤﻴﺔ ﻟﻬﺎ ﻭﻗﺖ ﻣﺨﺼﻮﺹ ﻭﻣﺤﺪﺩ ﻭﺇﻧَّﻬَﺎ ﺃَﻓْﻀَﻞ ﻣِﻦَ ﺍﻟﺼَّﺪَﻗَﺔِ ﺑِﻘِﻴﻤَﺘِﻬَﺎ ،ﻛﻤﺎ ﻧَﺺَّ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺍﻟْﺤَﻨَﺎﺑِﻠَﺔُ ، ﻭَﺑِﻬَﺬَﺍ ﻗَﺎﻝ ﺭَﺑِﻴﻌَﺔُ ﻭَﺃَﺑُﻮ ﺍﻟﺰِّﻧَﺎﺩِ   وَرُوِّيَ عَنْ بِّلاَلٍ رَضِّيَ الَّلَّه عَنْهُ أَنَّهُ قَال: لْأنْ أَضَعَهُ فِّي يَتِّيمٍ قَدْ تَرِّبَ فُوهُ فَهُوَ أَحَبُّ إِّلله  مِّنْ أَنْ أُضَحيَ، وَبِّهَذَا قَال الشَّعْبِّي وَأَبُو ثوَرٍ

Berkurban lebih utama daripada sedekah. Karena kurban ada yang berpendapat  wajib dan ada yang sunnah muakkad. Selain itu, juga merupakan salah satu syiar Islam. Pendapat tentang lebih utama kurban ini adalah pendapat Hanafiyah, Syafi’iyah dan lainnya. Bahkan, Malikiyah berpendapat bahwa kurban juga lebih utama dari memerdekakan budak walaupun dengan biaya yang jauh lebih besar dari biaya kurban. Sedangkan Hanabilah berpendapat bahwa kurban lebih utama dari pada sedekah dengan nilai yang sama, sebagaimana ditegaskan oleh imam Ahmad bin Hanbal. Hal senada juga disampaikan oleh Rabi’ah dan Abu Zinad.

Namun, ada riwayat dari Imam Malik yang mengatakan bahwa sedekah tathawu’ lebih utama. Pendapat ini mungkin bisa menjadi sebuah celah untuk menerapkan bahwa sedekah lebih diutamakan, khususnya dalam kondisi sekarang ini dimana masyarakat kesulitan secara ekonomi akibat dampak pandemi covid 19. Bahkan jika kondisi menjadi darurat dan uluran sedekah sangat dibutuhkan, maka sedekah lebih utama dari pada berkurban. Pendapat ini dikatakan oleh beberapa ulama, misalnya;

شرح ابن نَاجي التنوخي على متن الرسالة    ( 1 / 358 )

وهَل الأ ضْحِّية  أ فْضَلُ  مِّنَ ا لَّصد قَةِّ  بثَمَن ها أ مْ لا ؟ فَقِّيْلَ بِّذَ لِّكَ و قِّيْلَ بِالْعكْسِّ وَكلَا هُماَ عنْ مَا لِّكٍ حكَاهُماَ  ابْنُ رُشْدٍ

Apakah kurban lebih utama dari sedekah yang seukuran dengan biaya kurban? Sebagian mengatakan bahwa kurban lebih utama. Sebagian lainnya berpedapat sebaliknya. Kedua pandangan ini sama-sama riwayat imam Malik yang dikisahkan oleh Ibn Rusyd.

الاشراف على مذاهب العلماء لًبن المنذر  ) 3 / 405  (

بِابُ اِّخْتِّلا فِّ أهْلِّ الْعلمِّ  فِّي تفْضِّيلِّ الصَّدَقَةِّ عَلىَ الْضْحِّية –

م 1666 واخْتلَفُوا فِّي تفْضِّيْلِّ الصَّدَ قَةِّ عَلىَ الْأضحِّيةِّ ، فَقالَ قوم : إِّنَّ الصدقة أفضلُ ، روينَا عن بِّلالٍ أنه قال: مَا أُبَا لِّى أنْ لًأ أُضَحى إلا بِّدِّ يْكٍ ، وَلأ نْ أضَعَه في يتيم قد تَرِّبَ فوه ، هكذا قال الْمُحَدثُ : أ حبُّ إِّلَي مِّنْ أ نْ أُضَحى كتَابَه ، وهَذَ ا قولُ الشَّعْبِّي إِّنَّ الصَّدَ قَة أ فْضَلُ ، و بِّهِّ قَالَ مَالك ، وأ بوُ ثورٍ . وفيهِّ قول ثانٍ : وهو أ نَّ الضَّحِّيَّة أفضلُ ، هذا قولُ رَ بِّيعَة ، وأ بِّي الزِّنَادِّ ، وبه قال أصحابُ الرَّأْيِّ .

Ulama berbeda pendapat mengenai keutamaan sedekah dibanding kurban. Sebagian berpendapat bahwa sedekah lebih utama. Diriwayatkan dari sahabat Bilal bahwa ia pernah berkata: Saya tidak peduli bila saya tidak berkurban selain berkurban ayam karena bersedekah kepada anak yatim yang mulutnya kering lebih aku sukai. Pandangan bahwa sedekah lebih utama ini adalah pendapat al-Sya’bi, Malik dan Abu Tsaur. Namun, ada pendapat kedua yang mengatakan bahwa kurban lebih utama. Pendapat ini adalah pendapat Rabi’ah, Abi Zinad dan ashabul al-ra’y (Hanafiyah).

  1. Berkurban dengan uang atau mengalihkan dana kurban?

Dapat dipahami juga bahwa antara kurban dan sedekah tatahawwu’ adalah dua ibadah yang berbeda, sehingga sedekah tathawwu’ tidak bisa menjadi ganti dari kurban. Karena syarat  kurban adalah syi’ar Islam yang di dalamnya harus ada iraqatu ad-dam (penyembelihan hewan). Dengan demikian, tidak sah berkurban dengan menggunakan uang senilai hewan kurban. Sebagaimana dijelaskan dalam kitab al-Mausu’ah al-Kuwaitiyah;

الموسوعة الفقهية الكويتية          ( 5 / 106 )

هَل يقَومُ غَيْرُ الْاضْحِّيَّةِّ مِّنَ الصَّدَقَاتِّ مَقَامَهَا؟

67  – لا يقَومُ غَيْرُ الْضْحِّيَّةِّ مِّنَ الصَّدَقَاتِّ مَقَامَهَا حَتَّي لَوْ تَصَدَّقَ إِّنْسَان بِّشاةٍ حَيَّةٍ أَوْ بِّقِّيمَتِّهَ ا فِّي أَيَّامِّ النَّحْرِّ لَم يَكُن ذ لِّكَ مُغْنِّياً لَهُ عَنِّ الْضْحِّيَّةِّ، لاَ سِّيَّمَا إِّذَا كَا نَتْ وَاجِّبَةً، وَذَلِّكَ أَنَّ الْوُجُوبَ تَعلَّقَ بِّأرَاقَةِّ الدَّمِّ، وَالْأصْل أَنَّ الْوُجُوبَ إِّذَا تَعَلَّقَ بِّفِعْلٍ مُعَيَّنٍ لا يقَومُ غَيْرُهُ مَقَامهُ كَالصَّلا ةِّ وَالصَّوْمِّ  بِحِلاَفِّ الزَّكَاةِّ، فَإِّنَّ الْوَاجِّبَ فِّيهَا عِّنْدَ أَبِّي حَنِّيفَةَ وَالصَّاحِّبَيّْنِ أَدَاءُ مَالٍ يَكُونُ جُزْأً  مِّنَ النصَابِّ  أَوْ مِّثْلهُ، لِيُنتَفِّعَ بِّهِّ

Berbagai jenis sedekah tidak bisa menggantikan posisi kurban. Bahkan, seandainya seseorang bersedekah seekor kambing yang hidup atau uang yang senilai dengannya di hari raya idul adha, hal tersebut tidak bisa menggantikan posisi kurban, terlebih kurban wajib. Sebab kurban yang wajib berkaitan dengan ‘mengalirkan darah’. Kaidah mengatakan bahwa suatu kewajiban bila berkaitan dengan suatu perbuatan khusus, maka perbuatan lainnya tidak bisa menggantikan posisinya, sebagaimana shalat dan puasa. Berbeda halnya dengan zakat. Kewajiban dalam zakat, menurut Abu Hanifah dan kedua muridnya, adalah mengeluarkan sebagian harta (yang mana saja) dari miliknya yang telah mencapai nishab agar bisa diberikan kepada yang lain.


Ada sebagian ulama Malikiyah yang berpendapat bahwa sahnya disebut kurban adalah jika hewan kurban itu sudah disembelih. Dengan demikian, sebelum kurban disembelih, pemilik boleh memilih antara tetap jadi kurban atau dijual ke orang lain. Dengan pendapat ini dapat menjadi dasar untuk menjual “hewan kurban” yang belum disembelih atau mengalihkan dana untuk kurban jika sangat dibutuhkan untuk  kemaslahatan yang lebih besar. Namun, tentunya tidak dapat disebut sebagai kurban melainkan sedekah Sebagaimana dijelaskan dalam kitab al-Fiqh al-Islamiy wa Adillatuhu ;

اكنْ قالَ الدّرْدّري والدسو قِّي المالكيان  المعتمد والمشهور في المذاهب  أن الأضحية لا تجيب الا بالذبح فقط .  ولا تجيب بالنذر.  وقالا  أيضاً :  ينْدَ بُ وَلا يَّجببُ علىَ ا لْمُعتَمَدِ  ذ بْحُ ولَدِّ الْأضْحّيَةِّ الذي ولِّدَ قبْلَ ذ بْح أُمهِّ ؛ لْأنَّ الا ضْحِّيَةَ لَا تتعين عندهم الا بالذبح  ، ولَا تتعين بالنذر.

الفقه الًسلامي وأدلته     ( 4 / 2707)

al-Dardiri dan al-Dasuqiy yang bermadzhab Maliki mengatakan bahwa pendapat yang mu’tamad (bisa dijadikan pegangan) dan masyhur dalam madzhab Maliki adalah pandangan yang mengatakan bahwa kurban tidak menjadi wajib kecuali hanya setelah disembelih. Kurban tidak menjadi wajib sebab telah dinadzari. Mereka berdua juga mengatakan bahwa menurut pendapat yang mu’tamad, menyembelih anak yang dilahirkan dari hewan kurban yang masih hidup adalah sunnah, bukan wajib. Sebab, kurban tidak menjadi ‘mu`ayyan’ kecuali dengan disembelih. Tidak menjadi ‘mu`ayyan’ pula sebab nadzar.

Demikian keputusan Bahtsul Masa’il LBM PCNU Sleman yang diselenggarakan secara virtual via zoom meeting pada hari Jumat, 16 Juli 2021.

Akan tetapi  selain itu dengan beberapa pertimbangan, antara lain:

  1. Kaidah ushul fiqih

الخُرُوْجُ مِنَ اْلخِلاَفِ مُسْـتَحبٌ

Keluar dari khilaf adalah sunah

  1. Kurban adalah syiar yang harus dilestarikan
  2. Berkurban tidak menghalangi seseorang tetap bersedekah bagi mereka yang terdampak pandemi.
  3. Mengacu pada pendapat ulama yang lebih kuat.

LBM PCNU Sleman memberikan beberapa alternatif agar ibadah kurban bisa berjalan sebagaimana mestinya dan juga ikut meringankan beban masyarakat yang terdampak pandemi dengan sedekah maka bisa dengan cara:

  1. Penerima yang kurang mampu bisa menjual daging perolehannya
  2. Penerima dari golongan mampu bisa menyedekahkan pada yang terdampak
  3. Shohibul kurban hendaknya mengambil hanya sedikit (luqaman: beberapa suap) dari haknya dan menyedekahkan sisanya.

Demikian hasil bahtsul masa’il ini disampaikan, agar menjadi pegangan umat Islam khususnya warga nahdliyin Kabupaten Sleman dalam menyambut hari raya Idhul adha 1442 H. Dan semoga Allah segera mengangkat pandemi ini. Amiin.

والله الموفق الي اقـوم الطريـق

والســلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Tim Perumus :

  1. Syakir Ali
  2. Muhammad Hasyim
  3. Muhammad Labib
  4. Hadanallah
  5. Zar’anuddin
  6. Nuruddin Al Barmawi
  7. Syafi’i Masykur
  8. Miqdam Makfi
  9. Abdur Rosid