KENDATI agenda sebelumnya, #Novemberbeda yang mengusung diskusi tentang Sosiologi Bourdieu, belum kelar, Contradixie nekat akan menyelanggarakan kegiatan lainnya, yakni ngaji tafsir Al-Shawi.
Menurut, Aflahal Misbah, inisiator dari kegiatan tersebut, ngaji ini sangat penting digagas karena beberapa alasan. Pertama, sebab banyak mahasiswa UIN yang notebene kampus Islam belum familier dengan Bahasa Arab, apalagi Arab gaya Kitab Kuning. Kedua, ini merupakan permintaan dari beberapa teman alumni pesantren yang merasa sangat rindu dengan gaya ngaji bandongan ala pesantren.
Model diskusi yang diusung pada kesempatan kali ini cenderung ke arah klasik kepesantrenan, sehingga yang diadopsi adalah gaya bandongan, yaitu ada seorang yang membacakan makna perkata sekaligus makna jawanya dan yang lainnya mendengarkan dengan seksama.
Namun, betapa pun, modelnya tidak sama plek atau persis sama. Ada beberapa bagian yang harus berbeda sebab tekstur di sini, Yogyakarta, berbeda dengan di pesantren. Aspek distingsinya berupa adanya ruang diskusi dan sistem bergilir.
Hari pertama boleh jadi yang memantik diskusi adalah A, dan pertemuan kedua oleh S. Kemudian, jika di pesantren, selepas ngaji bandongan tidak ada kesempatan untuk berdiskusi, maka kajian tafsir al-Shawi ini justru akan meletakkan diskusi sebagai tulang punggung program.
Kajian Tafsir al-Shawi, menurut Ipung, co-founder Contradixie, akan diselenggarakan untuk kali pertama pada Ahad (22/11) di Gading Kafe, Yogyakarta, pukul 19.30 — 21.00.
Bagi siapa pun yang sedang kesepian, atau merindukan untuk berbagi kebijakan, tuturnya, dipersilahkan untuk bergabung.