Kilatnews.co – Mempelajari Aksara Jawa Kuno atau yang lebih dikenal dengan Aksara Kawi, bagi siswa/siswi SMK Peradaban Desa Baitul Kilmah sudah menjadi aktivitasnya saban hari. Salah satunya menerjemahkan manuskrip kuno peninggalan Raja Hayam Wuruk 1358 Masehi.
Zaman yang semakin berkembang maju, disertai teknologi semakin canggih, serta arus informasi yang sangat cepat, tidak membuat murid SMK ini lupa untuk merawat peninggalan para leluhur.
Sesuai dengan namanya, yaitu SMK Peradaban Desa, lembaga pendidikan ini berusaha untuk mengusung nilai kearifal lokal yang berada di dalam desa. Mulai dari akhlaknya, jiwa loyalitasnya, gotong royongnya, kebudayaanya, sampai pemikiran-pemikiran para leluhurnya. Semua itu dibangun berdasarkan esensi nilai luhur dari sebuah desa.
Desa bukanlah tempat yang tertinggal, bukan pula tempat tanpa adanya gerakan peradaban. Namun desa menjadi akar yang kokoh atas tumbuhnya segala kemajuan, serta menjadi pondasi kuat dalam membangun setiap peradaban.
Aksara Kawi peninggalan para leluhur merupakan kurikulum khusus di SMK Peradaban Desa. Pelajaran ini termasuk salah satu kegiatan ekstrakulikuler di sekolah tersebut. Diletakkan di dalam ekstrakulikuler, agar siswa tidak merasa jenuh ketika berjibaku mempelajari Aksara Kawi.
Para guru pengampu keilmuan ini memiliki metode sendiri dalam memberikan pelajaran. Salah satunya dengan cara memanfaatkan kondisi alam pendesaan yang damai dan sejuk. Sehingga ketika mempelajari Aksara Kawi tidak timbul kesan jenuh, bosan, bahkan sampai tahap sulit. Justru sebaliknya, siswa/siswi SMK Peradaban Desa selalu menemukan kesenangan sendiri, sebab ada wawasan baru yang didapatnya.
“Mereka para leluhur meninggalkan warisan Aksara Kawi ini tidak serta-merta tanpa adanya sebab, tentu di dalamnya terdapat khazanah keilmuan yang perlu untuk terus digali”
Pada pertemuan awal, murid akan dikenalkan pelbagai bentuk Aksara Kawi yang ada di Nusantara, sekaligus diberikan pengetahuan tentang sejarah peralihan maupun penyebaran Aksara Kawi tersebut. Setelah itu baru mulai mempelajari Aksara Kawi secara bertahap, yang diakhiri dengan praktik membaca maupun menerjemah manuskrip kuno.
Pada saat membaca maupun menerjemahkan naskah kuno itu, tidak selalu dilakukan di dalam kelas. Biasanya murid-murid SMK Peradaban Desa diajak keluar ruangan alias belajar di ruang terbuka dengan ditemani alam, udara yang sejuk, serta suasana tenang yang menjadi ciri khas kondisi pedesaan.
“Murid-murid akan merasa senang ketika belajar di ruang terbuka, apalagi kondisi sekitar masih banyak pepohonan, jadi naskah kuno tidak membuat murid beban atau jenuh, karena suasana hatinya sudah diliputi kegembiraan, sehingga pelajaran mudah diterima dan dipahami oleh murid.” Ungkap Ulil Absor guru Aksara Kawi SMK Peradaban Desa.
SMK Peradaban Desa memiliki gagasan yang besar atas perhatiannya terhadap kearifal lokal pedesaan. Selain memiliki program khusus tentang Aksara Kawi, di SMK Peradaban Desa juga mempelajari tentang desain grafis atas responnya terhadap kemajuan zaman, ada kursus bahasa Arab, dan bahasa Inggris, ada kegiatan literasi kepenulisan, serta kajian kitab turost warisan para ulama.
SMK Peradaban Desa ingin mendidik generasi bangsa yang memiliki akhlak sopan santun melalui warisan leluhur dari Aksara Kawi. Ingin mendidik generasi bangsa yang cakap teknologi dengan adanya desain grafis, serta memiliki kemampuan berbahasa sebagai kunci untuk membuka berbagai macam keilmuan.
Selain itu diberikan juga keterampilan literasi guna menuangkan setiap gagasan, menjadikannya pewaris intelektual para ulama dahulu yang berkecimpung dalam dunia literasi melalui karyanya berupa kitab turos (kitab kuning).
Selain manuskrip kuno peninggalan Raja Hayam Wuruk, murid-muird SMK Peradaban Desa juga kini dalam proses menerjemahkan Manuskrip Pustaka Raja Purwa karya Ronggowarsito, Prasasti Trowulan I atau dikenal pula dengan nama Prasasti Canggu adalah piagam kerajaan yang dikeluarkan pada masa raja Hayam Wuruk, berangka tahun 1280 Saka atau 1358 Masehi.
Prasasti Canggu berisi tentang peningkatan status desa-desa penyeberangan di seluruh Mandala Jawa dan aturan-aturan yang ditetapkan berkenaan dengan aktivitas penyeberangan yang dilakukan.