Menjaga Hutan Meningkatkan Kesejahteraan
KilatNews.co — Hutan adalah anugerah yang luar biasa. Banyak pernik yang bisa dikelola di dalamnya dan menjadikannya suatu komoditas dengan nilai ekonomi yang cukup tinggi, apalagi setelah dikeluarkannya akses Perhutanan Sosial (PS) bagi masyarakat.
Dalam rangka ini, The Asia Foundation (TAF) bekerja sama dengan Perkumpulan untuk Peningkatan Usaha Kecil (PUPUK) dan segenap Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) pendamping Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) mengadakan Market Gathering dalam Festival Pengembangan Usaha dan Pasar Perhutanan Sosial (PUsPa).
Seperti disampaikan oleh Deputy Country Representative for TAF in Indonesia Hana Satriyo, kegiatan yang diselenggarakan selama dua hari ini, 26 dan 27 Oktober 2022, ditujukan untuk meningkatkan penjualan produk unggulan dan ekowisata berbasis Perhutanan Sosial di Indonesia.
Hana menyebut, upaya untuk memajukan produk hasil olahan hutan merupakan bagian dari pelaksanaan pembangunan Indonesia, sehingga dampaknya pada pertumbuhan ekonomi.
“Tujuan acara ini adalah untuk memajukan produk unggulan sebagai bagian dari hasil pelaksanaan pembangunan Indonesia yang dampaknya pada pertumbuhan ekonomi, yang ini merupakan syarat agar kita bisa maju dan menjadi lebih baik,” jelasnya pada Rabu (29/10).
Hal senada disampaikan oleh Staf Khusus Menteri Koperasi dan UKM (Menkop UKM) Bidang Pemberdayaan Ekonomi Kerakyatan M Riza Damanik sebagai Narasumber utama, mewakili Menkop UKM Teten Masduki.
Baca Juga: Praktisi Retailer Dorong Produk KUPS Lakukan Intermediasi Pasar
Menurut Riza, PS merupakan inisiatif untuk dua (2) hal: menyelesaikan konflik lahan sehingga masyarakat memiliki kepastian hak untuk mengelola hutan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya warga sekitar hutan.
“Dua atau tiga tahun yang lalu, Menteri KLHK dan Menkop UKM bertemu di KLHK, membahas kelanjutan dari disetujuinya akses PS, tentang peningkatan ekonomi masyarakat di sekitar hutan,” kata Riza.
Riza menegaskan, KUPS memiliki peluang besar untuk tumbuh dan turut bersaing. Pasalnya, berdasarkan survei yang dilakukan, sekitar 95% pelaku usaha tertarik pada model usaha yang ramah lingkungan.
Di waktu yang sama, siapa pun tahu bahwa hari ini tulang punggung perekonomian nasional adalah Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dengan serapan tenaga kerja lebih dari 97% dan kontribusi pada PDB sebanyak 61%.
“Pada kuartal kedua tahun ini, ekonomi kita berhasil tumbuh di atas 5%. Ini lebih baik dibanding China dan AS. Dan ini tidak lepas dari peran UMKM sebagai tulang punggung ekonomi nasional kita. 99.9% pelaku usaha kita adalah UMKM dengan daya serap lebih dari 97% tenaga kerja di Indonesia. Ini adalah fakta yang menggembirakan,” paparnya.
Cerita dari Tapak
Di luar Riza, Kegiatan yang ditayangkan langsung melalui kanal Youtube beritabaruco dan Asmat Papua Official ini menghadirkan pula beberapa narasumber lain, meliputi Yaherna dari KUPS Bangkit Basamo, Sumini dari LPHK Damaran Baru, praktisi retailer Asdar Marzuki, dan KADIN Komite Turki Bonar Martua Sitorus.
Yaherna bercerita tentang dua produk unggulan KUPS Bangkit Basami, yakni Srundeng Pisang dan Rendang Paku. Nilai lebih dari keduanya adalah bahwa itu melekat dengan tradisi dan aspek lokalitas di daerahnya.
Selain itu, untuk Rendang Paku, kata Yeherna, tidak ada campuran bahan pengawet di dalamnya. Agar awet dan tahan lama, metode yang dilakukan adalah dengan memasaknya sampai kering.
“Kami butuh waktu seharian untuk memasak rendang ini. Jadi memasaknya itu harus sampai kering. Sampai minyak kelapanya tidak ada. Jika sudah begini, maka produknya bisa awet,” jelas Yaherna.
Baca Juga: Sandiaga Uno Gandeng Mitra Strategis Bangkitkan Sektor Pariwisata
Untuk penjualannya, dalam satu bulan Yaherna dana kelompoknya bisa menghabiskan sekitar 7 kg per produk. “Kendalanya sih masih di pasar ya. Pasar kami masih di level lokal, belum sampai luar kota. Jadi produksinya ketika ada pesanan saja,” ungkapnya.
Cerita menarik juga datang dari Sumini dengan produk unggulan Madu Damaran Baru. Madu produksi LPHK Damaran Baru dihasilkan langsung dari lebah hutan. Sumini mengatakan, awalnya metode produksinya adalah langsung pergi ke hutan dan mencari sarang lebih. Namun, seiring berjalannya waktu dan meningkatnya permintaan, ada usulan budi daya.
“Dari usulan itu, akahirnya kami membudidaya lebah. Para bapak mencari lebah di hutan dan kemudian memasukkannya dalam kotak khusus. Kami menyimpan kotak-kotak itu di rumah masing-masing,” ungkap Sumini.
Catatan untuk Peningkatan
Kegelisahan Yaherna soal pasar di atas bukan tanpa alasan. Asdar Marzuki menuturkan, para pelaku retail memang masih mempertimbangkan soal produk-produk lokal.
Bukan karena kualitas produk, ungkapnya, tapi lebih soal akses. KUPS berada di wilayah yang jauh dari kota. “Tidak mudah memang untuk memasukkan produk kita ke usaha ritail, apalagi KUPS itu daerahnya jauh dari pusat kota,” jelas Marzuki.
Meski demikian, bukan berarti pelaku retail semuanya bersikap demikian. Ada beberapa dari mereka yang melirik produk-produk lokal. “Di beberapa daerah sudah ada juga yang menyediakan semacam pojok-pojok UMKM yang di situ produk-produk UMKM dipasarkan,” kata Marzuki.
Baca Juga: Email Marketing Terbaik untuk Pemasaran Online yang Perlu Anda Coba
Di sisi lain, Bonar Martua Sitorus menyarankan bahwa para pelaku UMKM, termasuk KUPS, agar bisa tampil aktif untuk memperkenalkan produk-produknya. Di samping itu, terutama untuk pelaku usaha madu, soal identitas produk perlu sama sekali diberi perhatian.
“Pasarnya madu itu crowded ya. Jadi agar tetap bisa laku, harus ada identitas produk yang kuat. Dari segi kualitas, saya kira sudah bagus. Hanya meningkatkan di beberapa hal. Untuk gula aren semut misalnya, itu akan sangat bagus jika ada kemasan yang kecil-kecil,” imbuh Bonar.
Kolaborasi adalah Kunci
Di atas semua, perwakilan dari Dirjen Pengembangan Ekonomi dan Investasi Desa, Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Kemendesa PDTT Adityawarman Darudono menambahkan bahwa yang terpenting dari semuanya adalah kolaborasi.
Berbagai pihak penting untuk bekerja sama demi peningkatan ekonomi masyarakat, khususnya yang di sekitar hutan dengan produk berbasis PS.
“Kami punya apa itu yang kami sebut sebagai Kolaborasi Pentahelix, yakni antara pemerintah, komunitas/masyarakat/mitra pembangunan, akademisi, pebisnis, dan media,” katanya dalam diskusi yang dimoderatori oleh Aulina Umaza dan Ariesta Wahyu dari Beritabaru.co.
Kegiatan ini juga dihadiri oleh Bernadus Sad Windratmo dari PT. Sosial Bisnis Indonesia (SOBI), Asdep Perlindungan dan Kemudahan Usaha Mikro — Kedeputian Usaha Miktro Kemenkop UKM, dan Pendiri sekaligus Main Partner Ontosoroh Coffee CV Royal Ontosoroh Ardi Yahdiyan.