Mengenal Tradisi Jawa Tumplak Punjen Dalam Mantu Terakhir

Mengenal Tradisi Jawa Tumplak Punjen Dalam Mantu Terakhir

Mengenal Tradisi Jawa Tumplak Punjen Dalam Mantu Terakhir

Kilatnews.co Dalam khasanah budaya Jawa, orang tua mempunyai tugas atau kewajiban yang harus dilaksanakan kepada anaknya, salah satu diantaranya dengan menikahkan jika sudah waktunya. Demikian yang besok, Sabtu (10/12), akan dilaksanakan keluarga Jokowi-Iriana yang menikahkan anak bungsunya, Kaesang dengan Erina Dugono di Yogyakarta.

Ini merupakan mantu ketiga dari tiga anak pasangan Jokowi-Iriana, artinya pula mantu terakhir. Lusa atau besok Minggu, akan dilakukan ngunduh mantu di Solo. Dalam acara ngunduh, pihak Jokowi-Iriana akan berganti sebagai tuan rumah (pemilik hajat). Akan ada hal menarik yang berbeda dengan acara pernikahan kedua anak sebelumnya (Gibran dan Kahiyang), apa itu?

Pada saat seseorang menikahkan (atau dalam bahasa Jawa disebut “mantu”) anaknya yang terakhir maka secara adat Jawa ada tata laksana yang menandai “mantu terakhir” tersebut yaitu acara Tumplak Punjen. Pengertian mantu ada yang berpendapat hanya untuk menikahkan anak wanita saja.

Tetapi ada juga yang berpendapat menikahkan anak laki – laki juga disebut “mantu”. Tumplak artinya tumpah (keluar semua) karena wadah ditumpahkan. Ditumplak artinya ditumpahkan, dikeluarkan semua. Punjen artinya dipanggul. Yang dipanggul adalah tanggung jawab, yakni tanggung jawab orangtua terhadap anak.

Tradisi Jawa “Tumplak punjen” artinya semua anak yang dipunji (menjadi tanggung jawab orangtua) telah dimantukan (ditumpak). Secara umum upacara Tumplak Punjen adalah dengan cara menumpahkan punjen (pundi – pundi) yang berisi peralatan tumplak punjen.

Apa sih filosofinya, tujuan dan makna dari tumplak punjen?
a, Tasyakur (puji syukur) kepada Allah SWT, karena telah menuntaskan tanggung jawab untuk menikahkan putrinya;
b. Memberitahukan kepada kerabat bahwa tugas untuk menikahkan putrinya telah selesai;
c. Memberutahu kepada anak bahwa tugas orangtua telah selesai;

d. Tanda cinta kasih orangtua kepada anak;
e. tanda bakti anak kepada orangtua (ditandai dengan sungkeman);
f. Teladan agar suka bersedekah kepada sesama;
g. Harapan dan doa orangtua untuk kebahagiaan anak cucu;

Pelaksanaan tumplak punjen dilakukan pada rangkaian acara Panggih Penganten, yaitu sebelum Besan Mertui atau Mapag Besan (menjemput Besan). Salah satu rangkaian prosesi tersebut ada di bagian akhir acara yakni sungkeman dan pembukaan/pembagian Udhik-udhik.

Sungkeman, mulai dari anak sulung sampai ke anak bungsu (penganten) beserta pasangan masing – masing (menantu). Saat sungkem orang tua memberikan katung kecil yang berisi biji – bijian, beras kuning, empon – empon, bunga sritaman, dan uang logam. Boleh juga berupa hadiah yang lebih besar nilainya (misal : perhiasan).

Kantung – kantung kecil tersebut diambil dari bokor kencana (bokor keemasan). Isi bokor selengkapnya adalah : kantung – kantung kecil, biji – bijian (beras kuning, kedele, jagung, empon – empon, kembang sritaman, dan uang. Isi bokor tersebut biasa juga disebut dhik – udhik.

Setelah sungkeman selesai, orangtua menyebar isi bokor (udhik – udhik) dan semua anak cucu dan para tamu, boleh berebut. Udhik – udhik agar disisakan sedikit untuk tata laksana berikutnya. Sisa udhik – udhik ditumplak (ditumpahkan) di depan pelaminan.

Pada beberapa keluarga Jawa, biasanya juga mengeluarkan semua peralatan dapur (panci, dandang dll) untuk diserahkan kepada anak atau dibagikan kepada tamu jika berkenan menerima. Pada saat inilah, tamu (terutama emak-emak) akan berebut mengambil peralatan dapur yang kiranya dibutuhkan dan dianggap masih bagus.

Hal lainnya juga dipercaya peralatan dapur tersebut akan membawa keberkahan dan kelak segera bisa menikahkan anaknya pula. Semoga dilancarkan acara demi acara. Untuk mempelai, semoga samawa. Pak Jokowi dan Bu Iriana, kalian sudah lulus dan purna bakti sebagai orangtua membesarkan dan mendidik anak-anak menjadi anak yang baik pribadinya dan mandiri.