Meminta Maaf Adalah Sikap Seorang Pancasilais
Kilatnews.co- Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia sekaligus Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP), Bidang Politik dan Keamanan PDI Perjuangan, Puan Maharani, sedang disorot tajam dan menjadi perbincangan hangat masyarakat Sumatera Barat (Sumbar).
Pasalnya, pada rabu, 2 September 2020, saat Puan membacakan Rekomendasi calon Gubernur dan Wakil Gubernur (Cagub-cawagub) Sumbar yang diusung PDIP, dimana rekomendasi itu diberikan kepada Mulyadi dan H.Ali Mukhni.
Dalam pidatonya itu, Puan mengatakan “Semoga Sumatera Barat bisa menjadi provinsi yang memang mendukung negara Pancasila, Bismillahirrohmanirrahim, Merdeka”.
Tak ayal, pernyataan Puan ini dianggap telah menyinggung dan mengoyak-oyak perasaan masayarakat sumbar. Anggota DPR RI, Dapil Sumbar II, Guspardi Gaus, sangat kecewa sehingga ia meminta Puan untuk meminta maaf. Kekecewaan dan ketidaknyamanan atas Pidato Puan itu juga dirasakan oleh Ema Yohana, yang mengatakan ‘secara pribadi maupun sebagai anggota DPR RI asal Sumbar, tentu tidak nyaman dengan pernyataan itu, karena terkesan masih meragukan komitmen Sumbar terhadap negara pancasila’.
Kendati para tokoh dan masyarakat Sumbar sudah mendesak Puan untuk meminta maaf. Ironisnya, permohonan maaf itu masih belum dilakukan. Sudah barang tentu, masyarakat semakin kecewa karena sebagai ketua dewan terhormat, Puan seharusnya menjadi suri tauladan bagi seluruh rakyat indonesia. Mengakui kesalahan dan meminta maaf, bukanlah sikap dan tindakan tercela, melainkan sikap demikian itu mencerminkan sila kedua Pancasila yakni Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab.
Nilai luhur bangsa indonesia mengajarkan kita agar meminta maaf ketika kita berbuat keliru dan salah, pun memafkan orang yang sudah mengakui kesalahannya. Adabnya harus begitu, saling memaafkan satu sama lain. Masalahnya, nilai luhur bangsa ‘mengakui kesalahan’ semakin hari semakin memudar. Egoisme nampaknya sudah menghegomoni jiwa kita. Kita seringkali merasa kita paling benar, paling agamis, paling pancasilais dan semacamnya. Egoisme sudah membuat lidah kita terasa sangat berat untuk memohon maaf dan terasa berat untuk memaafkan.
Sikap merasa besar dan benar sendiri ini menjadi salah satu faktor mengapa manusia pada umumnya, sulit sekali mengakui kesalahan dan memohon maaf. Berdasarkan hasil penelitian Dr. Tyler, dari University of Queensland Business School, mengungkapkan bahwa orang yang ogah-ogahan memohon maaf, karena ada ego di dalam dirinya. sebab ia merasa mempunyai kekuatan yang lebih besar terhadap orang lain.
Pancasilais
Pancasila merupakan kristalisasi dari nilai-nilai luhur bangsa. Memohon maaf dan memaafkan adalah bentuk diamalkannya nilai-nilai Pancasila. Memohon maaf dan memaafkan adalah adab budi pekerti yang paling fundamental dan harus tertanam dalam jiwa masyarakat indonesia. Memohon maaf dan memaafkan adalah cara untuk merajut anyaman kebangsaan yang terurai, pun memohon maaf dan memaafkan menunjukan sikap seorang kesatria.
Sudah saatnya, nilai Pancasila itu benar-benar diamalkan dalam kehidupan nyata, bukan hanya dipangkal lidah. Jangan merasa pancasilais kalau memohon maaf saja masih sulit. Jangan mengaku pancasilais, kalau kita masih menganggap orang lain kerdil. Jangan mengaku pancasilais, kalau hanya karena perbedaan pandangan politik, membuat kita menghardik orang lain. Jangan mengaku pancasilais, kalau masih mendendam dan membenci.
Bangsa ini seharusnya belajar dari sikap Bung Karno suri tauladan bagi seluruh rakyat indonesia. Sukarno merupakan sosok yang tidak pernah sungkan mengakui kesalahannya.
Dalam buku yang berjudul Maulwi Saelan: Penjaga Terakhir Bung Karno (2014), yang ditulis oleh Asvi Warman Adam, Bonnie Triyana, Hendri F. Isnaeni, dan MF. Mukthi. Dikisahkan oleh Bonnie, bahwa Bung Karno pernah merasa sangat emosi terhadap Maulwi. Waktu itu, raut muka Bung karno sampai merah padam. Bung Karno pun langsung masuk kedalam istana negara. Maulwi kemudian ditinggalkannya dibelakang istana. Setelah itu, Bung Karno memanggil Maulwi. Saat Maulwi menghadap, tentunya diselimuti rasa khawatir, khawatir akan dipecat. Kemudian dengan bahasa belanda, Bung Karno mengakui kesalahannya dan mengakui bahwa Maulwi benar. Bung Karno pun meminta maaf pada Maulwi.
Kisah lain Bung Karno yang tidak sungkan meminta maaf yakni ketika beliau menghukum delapan ajudannya dan delapan ajudan itu ia tempeleng satu persatu. Mangil salah satu ajudan yang dimarahin Bung Karno, berkata ‘Bapak sabar dulu’, sialnya Mangil malah dibentak, diminta untuk diam. Lalu apa yang terjadi setelah Bung Karno pulang ke istana. Mangil dipanggil untuk menghadap. Saat Mangil menghadap, Bung Karno menyampaikan kata maaf kepada Mangil, serta kepada anak buah Mangil yang ditempelengnya itu.
Dari kisah Bung Karno inilah para pemimpin bangsa ini harus banyak belajar. Belajar mengakui kesalahannya. Dengan begitu, kemarahan dapat diredam sehingga orang-orang yang tersinggung dan marah atas perbuatannya berubah menjadi cinta. Sudah saatnya, nilai-nilai Pancasila yang digali oleh Bung Karno, diamalkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Inilah nilai luhur bangsa yang diamalkan bung karno dalam kehidupannya dan seyogyanya nilai luhur ini diamalkan oleh seluruh rakyat indonesia.
Arif Budiman. Peneliti dan Pemerhati Hukum