Kilatnews.co – Baru-baru ini, saya dikejutkan oleh kesadaran yang ‘lemah’ sebagian penulis. Kesadaran membaca, mencermati, mengikuti, dan mematuhi semua unsur kebijakan yang tertera dalam aturan jurnal. Aturan yang mewajibkan semua penulis patuh dan tunduk dengan segala macam etika publikasi, dan tentunya, sudah tercantum secara jelas dalam ‘form ethic consideration’ di bagian RWC (Retraction, Withdraw, Correction).
Harusnya, semua penulis yang hendak mempublikasikan sebuah karya di jurnal online, atau dikenal khalayak insan ‘perjurnalan’ menyebutnya Open Journal System (OJ), memahami secara detail point-by-point instruksi publikasi ilmiah.
Baik. Saya akan bercerita tentang kisah yang menimpa pengelola jurnal. Sebagai pengelola jurnal, tentu saja, memperoleh sebuah tulisan yang berkualitas adalah harapan dan cita-cita. Fakta untuk mendapatkan tulisan berkualitas itu, sepertinya ilusi di tengah lemahnya tradisi penelitian di Indonesia. Ya, memang, ada sebagian, mungkin juga banyak, tulisan berkualitas itu bertebaran, tapi mereka akan, biasanya, memilih jurnal dengan indeksasi internasional bereputasi.
Di titik ini, saya mendapatkan sebuah tulisan yang cukup berkualitas, dan sebagai pengelola, tentunya langsung mempromosikan tulisan tersebut untuk diterima dan masuk ke proses produksi, sebelum kemudian masuk penjadwalan publikasi dengan mengikuti volume atau runtutan nomor setiap edisi terbitan.
Sebagai editor di jurnal yang terindeksasi Sinta 2—indeksasi online milik pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pendidikan: ‘bukan rama dan kurawa tentunya seperti yang ada dalam kisah Mahabrata’—saya dikecewakan oleh seorang penulis yang dengan ‘gampang’ atau ‘menyepelekan’ tepatnya, menarik tulisannya tanpa memahami aturan dalam menu RWC. Dia menuliskan sebuah pesan singkat, “Mohon maaf sebelumnya, waktu itu saya sudah email untuk memberitahukan bahwa saya mencabut artikel karena sudah overdue reviewernya, akhirnya saya kirim ke jurnal lain dan sudah publis, maaf ya, saya akan mengirim tulisan lain dalam waktu terdekat”.
Setelah itu, saya meminta tim pengelola untuk mengkonfirmasi kepada si penulis bahwa “akan dihukum” selama minimal 4 tahun tidak akan diterima tulisan selanjutnya, setelah menyatakan penarikan naskah dalam proses review atau copy edit. Lalu ia berkomentar, “jurnal yang seharunya menjadi media publikasi pengetahuan sudah berubah menjadi alat kekuasaan”.
Hey, “kamu yang di sana, sadarlah, Anda tidak mencermati aturan, lebih tepatnya menyepelekan pengelola jurnal”.
Saya ingin mempertegas di sini. Pertama, aturan sebuah tulisan, sudah overdue atau tidak statusnya dalam platform jurnal, sebagai penulis, tidak boleh mengirimkan ke pihak lain sebelum betul-betul terkonfirmasi oleh editor atau pengelola. Lagi pula, yang memutuskan overdue atau tidak, biasanya, pengelola akan melempar ke reviewer lain jika tulisan tersebut masih membutuhkan masukan atau pertimbangan publikasi. Jika pun tidak, kekuasaan mutlak kelayakan publikasi berada di tangan editor atau editor-in-chief.
Kedua, keputusan untuk mengirimkan ke tempat lain, harusnya, menunggu konfirmasi kelayakan di satu jurnal. Pesannya adalah jangan coba-coba untuk mengirimkan naskah ke tempat lain, sebelum di satu jurnal, betul-betul memperbolehkan dikirim ke tempat berbeda. Lagi pula, jika Anda pernah mengirim sebuah artikel ke International Journal, macam Taylor & Francis, Emerald, Wiley, dan lainnya, mereka akan mengkonfirmasi bahwa naskah “tidak sedang dalam proses dikirim ke tempat berbeda”, dan sifatnya mengikat.
Pelajaran dari sekelumit publikasi sebuah artikel tersebut, sebagai penulis, harus betul-betul memahami instruksi dan pedoman publikasi ilmiah yang diatur dalam jurnal yang kita tuju.
Ahmad Izudin. Penulis Adalah Dosen UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta