Kilatnews.co – Kisah Abu Ayyub Al Anshari tidak asing bagi masyarakat muslim. Abu Ayyub merupakan sahabat Nabi sekaligus memiliki hubungan kekerabatan dengan neneknya Nabi karena ia adalah bagian dari Al Ansar.
Abu Ayyub Al Anshari memiliki nama lengkap Khalid bin Zaid bin Kulaib bin Tsa’labah bin Abdu bin Auf bin Ghanam bin Malik Abu Ayyub An Najjari. Ibu Ayyub bernama Hindun binti Saad bin Amr bin Imrilqais bin Malik bin Tsa’labah bin Kaab bin Al Khazraj bin Al Harits bin Al Khazraj Al Akbar.
Dari kalangan Ansar Abu Ayyub Al Anshari termasuk dari muslim pertama dari kalangan Ansar yang mengikuti Bayat Aqaba. Melansir surau.co selama migrasi Nabi, ketika ia mencapai Madinah, Nabi, semoga Allah memberkati dia dan memberinya kedamaian, tinggal sebentar sebelum berhenti di desa Bani Amr bin Auf.
Rasulullah sendiri tinggal di rumah ini selama beberapa bulan hingga dia membangun rumahnya bersamaan dengan masjid. Seperti sahabat Ansar Rasulullah lainnya, ia juga berteman dengan seorang Muhajirin, yaitu Mushab bin Umair. Mushab bin Umair pengkhotbah Islam pertama yang dikirim Nabi di tanah Yastrib.
Di antara bentuk kecintaan Abu Ayyub terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah sebagaimana yang beliau ceritakan sendiri:
Rumah Abu Ayyub terdri dari dua lantai. Di beberapa bagian Abu Ayyub mengosongkannya dari semua keperluan pribadinya dan keperluan istrinya agar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bisa tinggal di sana.
Sayangnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam justru lebih memilih tinggal di bawah. Abu Ayyub kemudian menuruti kemauan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu membiarkan beliau tinggal sesukanya.
Malam pun tiba, Rasulullah SAW kemudian beranjak ke tempat tidur beliau, Abu Ayyub Al Anshari dan istrinya naik ke lantai atas, begitu Abu Ayyub menutup pintu, dia menoleh kepada istrinya lalu berkata, “Celaka kita, apa yang kita lakukan? Pantaskah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di bawah sedangkan kita di atas? Apakah kita patut berjalan di atas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam? Apakah kita berada di antara Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan wahyu? Kalau begini niscaya kita binasa.”
Tak ayal sepasang suami istri itu terdiam kebingungan, keduanya pun bingung dan tidak tahu harus berbuat apa. Keduanya bisa sedikit lega ketika keduanya menepi ke sisi lain di mana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak berada bawahnya. Mereka berdua tetap di tempat itu tidak meninggalkannya kecuali dalam keadaan berjalan di pinggir menjauhi bagian tengah.
Pagi pun tiba, Abu Ayyub Al Anshari berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Demi Allah ya Rasulullah, semalam kami tidak bisa tidur, tidak saya dan tidak pula Ummu Ayyub.”
Nabi pun bertanya, “Kenapa?”
Abu Ayyub berkata: “Aku teringat bahwa aku berada di atas rumah di mana engkau berada di bawahnya, jika aku bergerak maka debu-debu akan berhamburan menimpamu, di samping itu aku berada di antara dirimu dengan wahyu.”
Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Jangan dipikirkan wahai Abu Ayyub, lebih mudah bagiku kalau aku di bawah, karena banyaknya orang-orang yang hendak menemuiku.”
Abu Ayyub Al Anshari berkata, aku menuruti perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, namun di suatu malam yang dingin, sebuah gentong air kami pecah, airnya berceceran di lantai atas, maka aku dan Ummu Ayyub mengambil selembar kain yang selama ini kami gunakan sebagai selimut, kami tidak memiliki selainnya, kami berusaha mengelap dan mengeringkan air dengan kain itu, kami khawatir ia akan menetes kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
نَزَلَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم فِي بَيْتِنَا الْأَسْفَلِ وَكُنْتُ فِي الْغُرْفَةِ فَأَهْرِيقُ مَاءً فِي الْغُرْفَةِ فَقُمْتُ أَنَا وَأُمُّ أَيُّوبَ بِقَطِيفَةٍ تَتَّبِعُ الْمَاءَ شَفْقَةً أَنْ يَخْلُصَ إِلَى رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم مِنْهُ شَيْءٌ
“Rasulullah tinggal di rumah kami di bagian bawah, dan ketika itu aku di dalam kamar (bagian atas) maka tumpahlah air yang berada di kamar, maka aku dan Ummu Ayyub pun bergegas mengelap bekas-bekas air dengan sebuah kain supaya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak tertimpa dengan tetesan air tersebut.” Tak sedikit pun beliau ingin menyakiti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam walau dengan sesuatu yang remeh.
Ibnu Abbas juga punya kisah dan cerita tentang kecintaan Abu Ayyub Al Anshari. Dia lalu berkata, Abu Bakar keluar masjid pada suatu siang. Ketika itu Umar melihatnya, lalu dia berkata, “Wahai Abu Bakar, apa yang membuatku keluar di saat-saat seperti ini?” Abu Bakar menjawab, “Yang membuatku keluar tidak lain kecuali rasa lapar yang melilit perutku.” Umar berkata, “Sama dengan diriku, aku juga tidak keluar kecuali karena rasa lapar yang berat.”
Ketika keduanya dalam keadaan demikian, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar dan bertemu dengan mereka berdua, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Apa yang membuat kalian keluar di saat-saat seperti ini?”
Keduanya menjawab, “Demi Allah, yang membuat kami keluar tidak lain kecuali rasa lapar berat yang mendera perut kami.” Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku demi dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, tidak keluar kecuali karena itu pula. Bangkitlah bersamaku.”
Maka mereka berangkat dan mendatangi Abu Ayyub al-Anshari. Abu Ayyub sendiri selalu menyimpan makanan untuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak datang kepadanya maka dia akan memberikannya kepada keluarganya.
Manakala mereka mendekati pintu, Ummu Ayyub menyambut mereka. Dia berkata, “Selamat datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan orang-orang yang bersamanya.” Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Di mana Abu Ayyub?”
Abu Ayyub Al Anshari yang sedang bekerja di kebun yang tidak jauh dari rumah mendengar suara Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka dia bergegas datang dan berkata, “Selamat datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan orang-orang yang bersamanya.”
Kemudian Abu Ayyub menambahkan, “Wahai Nabiyullah, ini bukan waktu di mana engkau biasa datang.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Kamu benar.”
Lalu Abu Ayyub Al Anshari pergi ke sebuah pohon kurma dan memotong salah satu janjang yang berisikan kurma segar, yang sudah matang dan kurma setengah matang (yang sudah enak dimakan). Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku tidak ingin kamu memotongnya, mengapa kamu tidak memetik buahnya saja.”
Abu Ayyub menjawab, “Ya Rasulullah, aku ingin engkau memakan buahnya, kurma segar yang sudah matang dan kurma setengah matang (yang sudah enak dimakan). Aku juga akan menyembelih kambing untukmu.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jangan menyembelih hewan perahan.”
Maka Abu Ayyub Al Anshari pun menyembelih kambing muda dan dia berkata kepada istrinya, “Buatlah adonan dan roti untuk tamu kita. Kamu lebih tahu bagaimana membuatnya.” Abu Ayyub sendiri mengambil setengah dari kambing yang disembelihnya untuk kemudian memasaknya dan setengahnya lagi dia simpan.
Manakala makanan sudah matang, dihidangkan di hadapan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kedua sahabatnya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengambil sepotong daging dan meletakkannya di atas sepotong roti, beliau bersabda, “Wahai Abu Ayyub, berikanlah ini dengan segera kepada Fatimah, karena dia tidak pernah makan seperti ini beberapa hari lamanya.” Lalu mereka makan sampai kenyang. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Roti, daging, kurma, kurma segar dan kurma setengah matang.”
Tiba-tiba kedua mata Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meneteskan air mata, kemudian beliau bersabda, “Demi dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, sesungguhnya ini adalah kenikmatan di mana kalian akan ditanya tentangnya di hari Kiamat.
Jika kalian mendapatkan seperti ini lalu kalian hendak menyantapnya maka ucapkanlah, ‘Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.’ Jika kalian sudah kenyang maka ucapkanlah, ‘Segala puji bagi Allah yang telah membuat kami kenayang dan memberikan nikmat dengan melimpah’.” Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bankit dan berkata kepada Abu Ayyub, “Datanglah kepada kami besok.”
Kisah Abu Ayyub Al Anshari Ikut dalam Peperangan
Dia adalah salah satu sahabat yang selalu mengikuti perang Islam. Dia berpartisipasi dalam perang Badar, Uhud, Khandaq dan perang berikutnya. Dia mengamati hampir semua pertempuran dengan Rasulullah. Seseorang yang dikenal pemberani, sabar, alim dan suka berperang dalam prioritas hidupnya.
Ketika kekhalifahan diperintah oleh Ali bin Abi Thalib, dia termasuk di antara para sahabat yang berperang di bawah panji Ali bin Abi Thalib dan termasuk di antara rekan-rekan dekat Ali bin Abi Thalib.
Dia bersama Ali bin Abi Thalib dalam perang Jamal, perang melawan Khawarij, dan dia menggantikan Ali bin Abi Thalib ketika Ali pergi ke Irak dan memindahkan pusat pemerintahan di sana.
Di antara hal yang menunjukkan semangat beliau dalam berjihad adalah riwayat yang disebutkan oleh Abu Yazid Al Madini, ia mengatakan, “Dahulu Abu Ayyub Al Anshari dan Miqdad bin Aswad mengatakan, ‘Kami diperintahkan untuk berperang dalam segala keadaan.’” Dan keduanya berdalih dengan ayat
ٱنفِرُوا۟ خِفَافًا وَثِقَالًا
“Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan maupun berat.” [Q.S. At Taubah:41]
Di usia senjanya, tepat ketika kepemimpinan umat Islam berada di tangan Muawiyah, Allah menakdirkan Abu Ayyub Al Anshari untuk berperang bersama anak-anak melawan Kekaisaran Romawi. Saat itu Yazid bin Muawiyyah memimpin pasukan.
Suatu kali dia terluka dalam perang, yang membuatnya sakit. Maka ketika penyakitnya semakin parah, Yazid meminta surat wasiat. Jadi dia berkata:
“Ketika saya mati, tutupi saya dan beri tahu orang-orang untuk mengirim hewan (untuk berperang) ke wilayah musuh. Ketika kamu bertemu musuh, kubur aku di bawah kakimu.”
Yazid memenuhi keinginannya, oleh karena itu dia dimakamkan di dekat benteng mereka. Dia meninggal di Konstantinopel sekitar usia 50, 51 atau 52, 80 Hijriah.
Seorang Pembelajar yang Tekun
Kisah Abu Ayyub Al Anshari yang menarik untuk diikuti, yakni semangatnya dalam menimba ilmu adalah apa yang disebutkan dari Juraij ia berkata, “Aku mendengar seorang syaikh dari Madinah menyebutkan hadis kepada ‘Atha bahwa Abu Ayyub melakukan safari ke Mesir menuju ‘Uqbah bin Amir demi mendapatkan sebuah hadis maka tatkala ‘Uqbah bin Amir mendengar kedatangan Abu Ayyub Al Anshari, maka beliau pun keluar menyambut demi memuliakannya.
Maka Abu Ayyub Al Anshari berkata kepadanya, ‘(Sebutkanlah) sebuah hadis yang engkau pernah dengar dari Rasulullah tentang menutupi rahasia muslim.’ Maka Uqbah pun mengatakan, ‘Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
مَنْ سَتَرَ عَلَى مُؤْمِنٍ خَزِيَّةً فِي الدُّنْيَا سَتَرَ اللهُ عَلَيْهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Barang siapa yang menutupi (aib) seorang muslim, Allah akan menutupi (aib)nya pada hari kiamat.’ Setelah mendengar hadis tersebut, maka Abu Ayyub Al Anshari pun menuju tunggangannya lalu pulang.
Beliau adalah seorang shahabat yang meriwayatkan hadis Rasulullah SAW, secara langsung atau melewati riwayat Ubay bin Kaab dan lainnya. Tercatat pula murid-murid yang meriwayatkan dari beliau dari kalangan shahabat seperti Anas bin Malik, Abdullah bin Abbas, Zaid bin Khalid, Jabir bin Samurah, Al Barra bin Azib, Miqdam bin Ma’dikarib.
Sedang di kalangan tabiin seperti Abdullah bin Yazid al-Khathami, Jubair bin Nufair, Sa’id bin Al Musayyib, Musa bin Thalhah, Urwah bin Zubair, Atha’ bin Yazid Al Laits, Aflah maula Atha’ bin Yazid Al Laitsi, Abu Rumam As Sima’i bin Abdirrahman, Abu Salamah bin Abdirrahman, Abdurrahman bin Abi Laila, Qartsa’ Adh Dhubai, Muhammad bin Ka’ab, Al Qasim Abu Abdirrahman, dan lain-lain.
Seorang yang Dermawan
Prioritas Abu Ayyub Al Anshari termasuk filantropi. Dia selalu menyiapkan makanan untuk Rasulullah, semoga Tuhan memberkatinya dan memberinya kedamaian, saat dia berada di rumahnya.
Ia bahkan menunjukkan sifat sedekah, sebagaimana diriwayatkan oleh Abdullah bin Abbas, “Suatu hari Abu Bakar keluar di siang hari. saat matahari bersinar terang.”
Umar melihat Abu Bakar lalu bertanya: “Apa yang membuatmu keluar seperti itu, Abu Bakar?”
“Tidak ada alasan lain yang memaksaku untuk keluar (rumah) kecuali karena aku merasa sangat lapar,” jawab Abu Bakar.
Umar menjawab, “Saya juga atas nama Allah, tidak punya alasan untuk pergi kecuali ini.”
Ketika mereka berdua dalam keadaan ini, Rasulullah keluar dan mendekati mereka. Dia berkata: “Apa yang membawamu keluar pada jam ini?” Keduanya berkata, “Tidak ada yang membuat kami keluar kecuali apa yang kami rasakan di perut kami. Kami sangat lapar.”
Kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Aku juga – di Tangan-Nya jiwaku – tidak akan melahirkanku kecuali untuk ini. Ikutlah denganku.”
Mereka bertiga pergi ke rumah Abu Ayyub Al Ansari. Sudah menjadi kebiasaan Abu Ayyub untuk selalu menyiapkan makanan untuk Rasulullah. Ketika istri-istrinya tidak punya apa-apa untuk dimakan, dia pergi ke rumah Abu Ayyub. Ketika ketiganya sampai di rumah Abu Ayyub, Ummu Ayyub, istri Abu Ayyub, berkata: “Selamat datang, Nabi Allah dan orang-orang yang bersamamu.”
Rasulullah, SAW, bertanya: “Di mana Abu Ayyub Al Anshari ?” Abu Ayyub, yang sedang bekerja di kebun kurma, mendengar suara Nabi, Abu Ayyub Al Anshari bergegas ke rumahnya dan berkata: “Marhaban untuk Rasulullah dan orang-orang yang bersamanya.” Abu Ayyub berkata, “Ya Rasulullah, ini bukan waktu yang biasa bagimu untuk datang ke sini.” “Sungguh,” jawab Rasulullah, saw.
Abu Ayyub Al Anshari segera memetik beberapa kurma kering, kurma basah dan kurma muda. Ia kemudian menawarkannya kepada Rasulullah, “Rasulullah, makanlah. Aku juga akan menyembelih hewan untukmu,” kata Abu Ayyub. “Jika kamu ingin membunuh, jangan bunuh orang yang memiliki susu,” kata Rasulullah, semoga Allah memberkati dia dan memberinya kedamaian.
Abu Ayyub Al Anshari kemudian menyajikan makanannya. Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam mengambil sepotong daging dan meletakkannya di atas roti. Kemudian dia bertanya kepada Abu Ayyub: “Wahai Abu Ayyub, bawalah kepada Fatimah, karena dia sudah lama tidak makan yang seperti ini.”
Setelah kenyang, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Roti, daging, kurma kering, kurma basah, dan kurma muda.” Beliau menitikkan air mata. Kemudian bersabda, “Demi Dzat yang jiwaku di tangan-Nya. Ini adalah kenikmatan, yang nanti akan ditanyakan di hari kiamat.”
Itulah Kisah Abu Ayyub Al Anshari yang bisa kami sajikan. Semoga artikel ini bermanfaat dan menjadi pelajaran bagi kita semua. Amin