Kilatnews.co – Karakter menjadi hal penting dalam peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) di Yogyakarta. Meskipun dari sisi pengetahuan dan teknis keterampilan kompetensi telah dicapai, namun peran karakter sangat mempengaruhi produktivitas pekerja. Dan di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), effort atau daya juang pekerjanya masih dianggap rendah.
Hal ini terungkap dalam Fokus Group Discussion (FGD) Tim Teknis Bidang Karakter Komite Vokasi dan Produktivitas Daerah (KVPD) DIY (28/6) di Hotel Royal Malioboro Yogyakarta. FGD menghadirkan Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi DIY, Aria Nugrahadi, ST, Meng. Turut hadir sebagai narasumber dalam FGD adalah DR. Joko Susanto (Ketua Tim Ahli), Dra. Deden Rokhanawati (Biro APSDA Pemda DIY dan DR. Rahmatul Irfan, ST, MT (Akademisi UNY) dengan Moderator Hazwan Iskandar Jaya, SP, Med. (KADIN DIY).
Menurut Aria Nugrahadi, FGD ini merupakan upaya mempertajam dan memperkaya hasil kajian yang telah disusun oleh Tim Ahli KVPD DIY dalam rangka perumusan grand design, roadmap dan action plan Bidang Karakter pada KVPD DIY, dibawa Disnakertrans DIY sebagai Leading Sectornya. Aria mengatakan bahwa gap ketersediaan tenaga kerja dari SMK, PT maupun dari Pendidikan lainnya tidak hanya tentang Kompetensi Teknis semata, namun juga yang sangat mendasar adalah Karakternya.
“Maka karakter pekerja seperti apa yang diharapkan para Dunia Usaha dan Dunia Industri, yang dikombinasikan dengan ketangguhan karakter keistimewaan DIY menjadi penting dirumuskan, untuk kemudian diimplementasikan pada Tri Pusat Pendidikan sebagaimana diajarkan Ki Hajar Dewantara. Yakni, di Sekolah, di Lingkungan Masyarakat, dan di dalam Keluarga,” demikian dijelaskan Aria kepada kilatnews.co
Sedangkan Deden Rokhanawati menambahkan bahwa pengangguran terdidik dan friksional seringkali mempengaruhi postur ketenagakerjaan di DIY. Oleh karenanya, Kompetensi dan Karakter menjadi satu kesatuan dalam meningkatkan produktivitas dan kualitas SDM untuk bisa diserap oleh Perusahaan.
“Kompetensi itu dapat dilatihkan agar SDM itu ahli dan mahir, namun Karakter harus dibentuk sejak dini. Maka keduanya harus seimbang. Maka karakter utama seperti Sawiji, Greget, Sengguh dan ora mingkuh dapat ditafsirkan dan diimplementasikan dengan sebuah gerakan budaya,” terang Deden.
Sementara Rahmatul Irfan menambahkan di era disrupsi informasi dan perkembangan IT serta AI telah menghilangkan beberapa lapangan kerja. Karenanya, relasi antara penguatan karakter pekerja dengan kompetensi terkini harus bisa diantisipasi untuk kebutuhan 5 atau 10 tahun mendatang.