Jokowi-PDIP Pecah Kongsi? Fakta Atau Setingan?

Kilatnews.co Terselip momen Presiden Joko Widodo (Jokowi) tertawa lepas dengan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dan Kepala BIN Budi Gunawan (BG) saat mereka tengah berada di bandara Jawa Timur.

Scroll Untuk Lanjut Membaca
Jokowi-PDIP Pecah Kongsi? Fakta Atau Setingan?

Kira-kira apa yang dibicarakan di momen tersebut? Menseskab Pramono Anung yang berada di momen itu mengungkap isi pembicaraan yang bikin gelak tawa tersebut dalam akun Instagramnya.

Pramono sekaligus mengunggah foto tersebut. Dia mengatakan pembahasan itu terkait rambut putih dan kerutan wajah, “Cerita seru tentang rambut putih dan kerut wajah bersama Presiden @jokowi, Menhan @prabowo, Ka BIN, Menag @gusyaqut Menteri KKP @swtrenggono, cerita seru penuh gelak tawa,” tulis Pramono.

Sebelumnya, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menyesalkan acara relawan Nusantara Bersatu di Gelora Bung Karno (GBK) yang dihadiri Presiden Joko Widodo (Jokowi). Hasto menyoroti pihak-pihak ring satu Jokowi di balik acara tersebut. Hasto awalnya menyayangkan sikap orang-orang dekat Jokowi yang selalu memanfaatkan kebaikan Jokowi. Dia menyebut sikap mereka justru menurunkan citra Jokowi sebagai Presiden.

“PDI Perjuangan mengimbau kepada ring satu Presiden Jokowi agar tidak bersikap asal bapak senang (ABS) dan benar-benar berjuang keras bahwa kepemimpinan Pak Jokowi yang kaya prestasi sudah on the track. Bahkan prestasi Pak Jokowi itu untuk bangsa Indonesia dan dunia, bukan untuk kelompok kecil yang terus melakukan manuver kekuasaan,” ujar dia.

Sementara itu, Ketua Umum Relawan Pro Jokowi atau Projo Budi Arie Setiadi menanggapi kode pemimpin rambut putih yang disampaikan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Budi Arie menyebut narasi pemimpin berambut putih harus dikelola dengan hati-hati, “Dan kita tahu rambut putih itu kan simbol ketuaan. Jadi bukan hal yang terlalu positif, menurut saya, untuk sebagai bahan kampanye,” kata dia.

Kesimpulannya, tampaknya Jokowi beserta yang disebut Ring 1 istana sedang baik-baik saja. Jokowi sama sekali masih bergaya lepas dan bebas menunjukkan dia tidak dibawah tekanan siapapun. Selama ini Jokowi hanya mengelola dan menjaga dua kekuatan yang kadang terlihat tidak seiring sejalan.

Dua kekuatan itu adalah partai politik (PDIP) dengan jaringan relawan Jokowi. Bagaimana pun relawan turut berperan selama Jokowi menjabat presiden, dan diakui kini menjadi sebuah kekuatan (amunisi) di luar partai politik. Namun relawan ini sepertinya ada dua rupa/ragam. Ada Projonya Budi Arie, dan ada pula relawan Nusantara Bersatu (forum dari beberapa organ relawan Jokowi).

Berikutnya, Hasto (PDIP) sepertinya tidak cermat melihat peta relawan, atau menyamaratakan semua relawan. Yang disebut Hasto relawan yang sampai mengancam membubarkan diri, itu adalah relawan Projo Budi Arie.

Ancaman di tahun 2019 lalu itu juga banyak mendapat kecaman dari organ relawan lain karena berkesan pamrih dan mengemis jabatan. Terbukti setelah Budi Arie mendapat posisi Wamen, maka Projo pun tidak jadi membubarkan diri.

Anehnya, saat Budi Arie dan Projonya mengadakan Muara untuk mendapat usulan nama capres 2024, yang katanya penugasan Jokowi, PDIP tidak komen atau protes sama sekali (meski Jokowi tidak hasil ke Acara Musra di Palembang).

Nama Prabowo kemudian diketahui diusung Projo karena alasannya mendapat suara usulan terbanyak. Kini terbukti lagi, Budi Arie tidak setuju dengan frasa dan kode rambut putih yang disampaikan Jokowi.

Namun ketika kode “rambut putih” terucap oleh Jokowi di acara temu relawan Nusantara Bersatu, PDIP seperti kesetrum dan meradang. Padahal belum tentu rambut putih mengarah kepada Ganjar. Itu menandakan feeling PDIP, bandul Jokowi sudah mengarah kepada Ganjar. Akankah PDIP/Hasto juga mengkritik jika Jokowi tidak menyebut rambut putih, atau misal menyebut kode lain yang tidak ke Ganjar? Wallahualam.

Di hadapan partai pendukung (koalisi pemerintah), Jokowi bisa “bermulut manis” beri kode atau menyebut nama-nama seperti Airlangga Hartarto (Golkar) dan Prabowo (Gerindra), tapi dihadapan relawan sepertinya apa yang diucapkan Jokowi adalah sebuah kejujuran. Namun tetap menjaga marwah PDIP dengan hanya memberi kode/clue, bukan menyebut nama.

Kehadiran Jokowi di acara temu relawan juga tidak. kemudian “mengkerdilkan” Jokowi. Itu hanya persepsi Hasto sendiri yang lagi baper. Tidak ada tokoh politik atau siapapun yang kemudian menyinggung terkait KTT G20 atau keberhasilan kerja Jokowi selama ini, apalagi dari pihak luar (pemimpin dunia). Justru dengan statement Hasto tersebut, dia lah yang menimbulkan kesan ingin mengerdilkan Jokowi.

Hasto merasa partai dilangkahi, atau juga Jokowi sepertinya lebih memperhatikan relawan ketimbang partainya sendiri. Hal ini kan jelas menunjukkan Hasto hanya membawa perasaan (baper). Mengapa Hasto tidak menghubungi Jokowi langsung dan bertanya? Atau kepada Ring 1 istana di sana ada Pramono Anung yang merupakan seniornya Hasto juga mantan Sekjennya Hasto di PDIP. Mudah sekali bukan?

Makanya kemudian, ada beberapa yang beranggapan bahwa ini by design atau setingan PDIP dan Jokowi sendiri membuat kesan perpecahan, namun sesungguhnya hanya ingin melihat reaksi lawan-lawan politiknya, siapa yang setuju dan menolak Ganjar, dan atau siapa yang setuju atau menolak Jokowi-PDIP pecah kongsi.

Dalam praktik politik riil memang kadang dibutuhkan test the water karena banyak partai dan tokoh politik yang kadang basa-basi. Beda bicara di depan dengan di belakang. Jika memang ini yang tengah terjadi, maka masyarakat akan lebih merasa tenang karena tidak ada gejolak politik yang begitu berarti. Semua aman terkendali, seperti pada permainan atau game politik yang dijalankan Jokowi selama ini. Semua sudah diperhitungkan.

Jika hanya setingan, maka Ganjar sudah 90% dipastikan bakal maju yang kemungkinan besar berpartner dengan Prabowo. Siapa yang menjadi 1 dan siapa yang menjadi 2 tunggal dirembugkan. Namun jika tidak (bukan setingan), maka antara Jokowi-PDIP pecah kongsi benar terjadi. Meski pertaruhan politiknya bisa sangat merugikan PDIP. Artinya, apakah PDIP mau menjatuhkan reputasi dan hasil pemilu kelak?

Ganjar pun akan dilema antara patuh pada partai yang sudah membesarkannya atau manut kepada Jokowi yang juga dianggap sebagai senior dan guru politiknya? Jika patuh PDIP maka peluang maju capres gugur, atau memilih capres dari partai lain. Layaknya pertandingan sepakbola piala dunia yang masih sulit diprediksi, meski di atas kertas PDIP dan Jokowi akan sepaket usung Ganjar. Menarik untuk ditunggu saja.

Reporter: KilatNews