Kilatnews.co – Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta baru saja meluluskan Ujian Promosi Terbuka Doktor Termuda di Kalimantan Barat (07/06/2023). Dr Ali Akhbar Abaib Mas Rabbani Lubis, S, Th.I., M.H. Kelahiran Sambas 23 September 1992 (29 tahun).
Ali Akhbar yang biasa disapa Bani menjadi lulusan termuda di Kalimantan Barat setelah Ujian Promosi Terbuka di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, konsentrasi Ilmu Hukum dan Pranata Sosial Islam dengan judul ‘Politik Rekognisi di Indonesia: Representasi Perempuan Tionghoa Nonmuslim menjadi Kepala Daerah Kota Singkawang’.
Alasan utama dari penelitiannya yaitu ada pernyataan bahwa politik rekognisi muncul karena salah pengakuan atau tidak adanya pengakuan berkaitan dengan masalah dominasi agama, simbol agama, dan ketidakadilan lainnya yang berhubungan dengan sosial, politik, ekonomi, dan hukum sehingga perlu adanya perjuangan. Pernyataan tersebut menjadi lensa dalam melihat politik nasional, misalnya pada Pilkada DKI Jakarta 2017 yang menunjukkan adanya penguatan identitas keagamaan dan primordialisme. Tentu saja yang menjadi sasaran ialah penolakan atas partisipasi politik etnik Tinghoa, begitu juga dengan keterwakilan perempuan dalam ruanh politik. Uniknya, di tahun yang sama pada Pilkada Kota Singkawang terpilih seorang perempuan Tionghoa nonmuslim (disapa Tjhai Chui Mie) menjadi kepala daerah di tengah mayoritas muslim dan memguatnya gerakan Islamisme pada politik nasional-regional.
Salah satu dari temuannya menunjukkan bahwa keterpilihan Tjhai Chui Mie menjadi kepala daerah di Kota Singkawang 2017-2022 karena kharismanya secara individu dan keterbukaan masyarakat atas perbedaan. Salah satu temuan disertasinya menyebut adanya resiprokal rekognisi atau kesalingpengakuan antara masyarakat dan kepala daerah terpilih. Fakta tersebut oleh Ali Akhbar sebut sebagai ‘living rekognisi’.
Lebih lanjut, Kader NU Kalbar ini rupanya tidak hanya menyelesaikan disertasinya dengan tepat waktu, tetapi juga ia menjadi Doktor termuda di Kalimantan Barat dengan usia terbilang muda, yaitu 30 tahun. Tidak heran karena pada waktu merampungkan Magister Hukum Islam di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (2016-2018), juga mendapatkan predikat cumlaude.
Menurutnya saat diwawancarai Kilatnews, “Pencapaian dalam menyelesaikan gelar Doktor tidak semudah membalikkan telapak tangan, banyak sekali waktu dan fikiran yang terkuras. Apalagi perlu melibatkan banyak pihak untuk dapat menyelesaikannya, misalnya dalam tahapan penulisanpun cukup banyak menguras pikiran, dimulai dari pengumpulan, penyusunan dan analisis data”.
Untuk menghasilkan temuan penelitian menurutnya tidak semudah membalikkan telapak tangan, tetapi perlu banyak sekali mereview literatur yang berhubungan dengan topik penelitian dan mengambil celah dimana saja kekurangan penelitian sebelumnya dan memposisikan penelitian disertasi yang tulis memiliki novelty, pungkasnya.
Motivasi dalam menyelesaikan studi doktoral secara tepat waktu tidak hanya karena kultur akademik, tetapi juga karena dukungan keluarga dan kolega. Menurutnya, “Setelah selesai ini, saya tidak akan berhenti hanya sekedar menjadi doktor, saya akan mengembangkan penelitian saya lebih luas lagi dan mempublikasikannya. Saya juga akan mendorong mahasiswa baru untuk terus melanjutkan studinya sampai jenjang S3, apalagi sekarang banyak sekali program beasiswa di Indonesia bagi para pemuda yang ingin melanjutkan studinya ke tahap yang lebih tinggi”, ujarnya.