Hati-Hati, Menayangkan Korban Kekerasan Adalah Kejahatan Visual
Oleh: Agung Wibawanto
KilatNews.Co- Banyak pihak terutama kalangan netizen yang tidak paham bahwa menayangkan korban kecelakaan dan sejenisnya itu adalah termasuk ke dalam kejahatan visual. Mungkin bagi mereka justru membanggakan, “Ini lho foto/video nya aku share ya”. Terpampang lah sebuah gambaran yang sadis dan tragis sungguh membuat hati yang melihatnya menjadi miris.
Apa yang bisa dibanggakan dari menayangkan korban seperti itu? Agar dianggap “wah” karena cepat sekali mendapat infonya. Keren, hebat dan canggih. Keren? Andai nih, andai (semoga jangan), anggota keluarganya yang menjadi korban, apakah ia akan menayangkannya juga agar dianggap wah dan keren? Apakah dia terima jika saudaranya, atau orang tuanya yang menjadi korban ditayang-tayangkan foto/video-nya kepada publik? Lantas mengapa suka sekali menayangkan korban?
Adakah orang-orang seperti itu tidak memiliki hati sehingga tega menyebarluaskan konten yang harusnya dilarang keras dalam etika jurnalistik? Bahkan dalam UU ITE juga dapat dikategorikan sebagai salah satu tindak pidana ataupun merupakan kejahatan visual dengan ancaman hukuman kurungan. Hal ini tidak boleh ditolerir oleh siapa pun dan di mana pun. Jika menemukan hal tersebut, silahkan diingatkan dan minta untuk dihapus segera.
Baca Juga:
Kejadian serupa sudah kerap terjadi. Dimana ketika terjadi suatu peristiwa yang mengenaskan (kecelakaan, kekerasan fisik, pemerkosaan, bencana dll), terlihat orang berlomba menayangkan gambar/foto maupun video. Namun ketika keluarga meminta untuk tidak menayangkan, barulah berhenti penyebaran itu. Itu pun keluarga dari korban yang terbilang adalah sosok publik figur.
Bagaimana jika bukan orang terkenal? Apakah kemudian bisa dibebaskan menayangkan? Sama saja, tidak boleh dan tidak etis. Lalu mengapa orang seperti kesetanan cepat-cepatan untuk share? Jika anda seorang yang beragama terutama muslim, maka bisa dikatakan “seperti memakan bangkai saudara sendiri”. Sesuatu yang hina dina sebenarnya. Apapun alasannya, tidaklah pantas. Hargai para korban dan keluarga korban yang tengah berduka.
Kadang alasan-nya hanya sepele, “ya biar tahu” atau, “biar seru saja”. Paling jauh mereka mengatakan “biar menjadi pembelajaran bagi yang lain agar hati-hati”. Di balik alasan itu, sesungguhnya para penayang itu terselip perasaan puas karena menayangkan foto/video korban. Merasa hebat dan merasa tercepat berbagi info. Tapi info seperti apa? Menayangkan korban adalah info negatif yang sangat tidak perlu dibagikan.
Baca Juga:
Biarlah korban yang sudah meninggal kita hormati dengan mendoakan saja agar diampuni dosanya, dan diterima di sisiNya. Bagi korban hidup agar segera pulih kembali dari rasa trauma ataupun luka fisiknya. Dari sini, kita bisa melihat dan menilai orang-orang seperti apa yang melakukan seperti itu. Bisa jadi pula mungkin mereka khilaf dan tanpa disengaja untuk membuat luka bertambah lebar di hati keluarga korban.
Namun, jika sudah dilakukan berkali-kali, bukan lagi khilaf tapi menunjukkan mereka orang-orang sadis. Silahkan, pembaca bisa bayangkan bagaimana perasaan keluarga korban dengan foto yang disebar-sebarkan. Bisa menambah rasa sedih, tidak nyaman bahkan trauma berkepanjangan. Dirasakan kah oleh mereka yang menayangkan? Tentu tidak. Mereka bahkan masih bisa tertawa dan mungkin tidak meminta maaf atas apa yang dilakukan.
Dalam dunia jurnalistik sendiri sekarang ini yang dikenal lebih humanis, sangat menekankan penghormatan terhadap korban kekerasan. Dalam penulisan akan menjaga kerahasiaan korban dengan hanya menyebut inisial nama (kecuali memang sudah diketahui publik). Sedangkan foto akan diblur agar tidak tampak vulgar oleh publik. Semoga saja ketika para penayang itu sudah sampai di akhir hayat kelak, foto jasad mereka tidak disebar-sebarkan di media sosial. Atau malah ingin dipamerkan?