Filologi: Kajian Tauhid dan Sirahnabawiyah dalam Naskah Nadzom Aqidatulawam

Filologi: Kajian Tauhid dan Sirahnabawiyah dalam Naskah Nadzom Aqidatulawam
(Tangkapan layar: Naskah digital Aqidatulawam perpusnas RI)

Kilatnews.coSecara etimologi filologi berasal dari kata philo (cinta) dan logos (kata) dari bahasa Yunani. Dengan demikian Filologi dapat diartikan “cinta kata”,“senang bertutur” dan “senang belajar”.

Filologi juga mempunyai tujuan khusus, yakni mendeskripsikan dan menyajikan suatu teks tertulis di dalam naskah dalam wujud yang paling tepat. Filologi mempunyai tugas untuk menjabarkan ide-ide, gagasan, peristiwa, dan pandangan hidup.

Filologi dipandang sebagai disiplin ilmu yang berhubungan dengan karya masa lampau yang berupa tulisan tangan. Melalui karya-karya masa lampau yang berupa tulisan inilah khazanah kebudayaan dan pandangan hidup nenek moyang kita bisa terungkap. Sedangkan naskah adalah wujud tulisan tangan yang di dalamnya terdapat teks.

Kajian Tauhid dan Sirahnabawiyah dalam Naskah Nadzom Aqidatulawam

Salah satu contoh naskah yang dapat dikaji adalah naskah nadzom Aqidatulawam. Aqidatulawam sendiri merupakan nadzom karangan Sayyid Ahmad Al-Marzuki. Beliau lahir di kota Sinbath, Mesir pada tahun 1205 H. Nadzom Aqidatulawam berisikan tentang ajaran tauhid/aqidah dan juga kisah kehidupan nabi Muhammad. Jumlah dari nadzom Aqidatulawam sendiri berjumlah 57 bait serta ditulis pada tahun 1258 H.

Salah satu kelebihan nadzom Aqidatulawam dibandingkan kitab dengan ajaran serupa lainnya adalah ajaran yang disampaikan lebih ringkas sehingga lebih mudah dipahami oleh pembaca, selain itu disajikan juga dalam bentuk nadzom atau syair, sehingga pembaca lebih mudah dan semangat umtuk mengkajinya.

Ajaran Tauhid dalam Nadzom

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mendefinisikan kata “tauhid” sebagai pengesaan kepada Allah. Sedangkan secara istilah dimaknai sebagai ilmu yang mempelajari apa yang wajib, mustahil, dan jaiz pada sifat Allah dan Nabi. Dalam impilikasinya sebagaimana agama kita mengenalnya dengan istilah rukun iman yang berjumlah enam. Adapun keenam rukun iman tersebut yaitu: iman kepada Allah, iman kepada nabi dan rasul, iman kepada para malaikat, iman kepada kitab-kitab, iman kepada hari akhir, dan iman kepada qoda dan qodar.

Ajaran mengenai rukun iman tersebut disajikan dalam nadzom Aqidatulawam secara ringkas dan gamblang, sehingga mudah dipahami oleh pembaca. Dalam penyajiannya nilai-nilai rukun iman tersebut disajikan secara sistematis dan terstruktur, mulai dari rukun iman yang pertama yaitu iman kepada Allah hingga yang terakhir yaitu iman kepada qoda dan qodar.

Baca Juga: Pendekatan Pragmatik terhadap Puisi Sapardi “Yang Fana Adalah Waktu”

Pembahasan pertama dalam nazom tersebut membahas mengenai rukun iman yang pertama, yaitu iman kepada Allah, tentunya setelah dimulai dengan pujian kepada Allah dan selawat kepada nabi Muhammad. Dimulai dengan penyebutan dari sifat wajib bagi Allah yang tidak mungkin dimiliki oleh makhluk yang berjumlah 20.

Setelahnya dilanjut dengan penjabaran mengenai sifat jaiz bagi Allah, yaitu boleh melakukan sesuatu atau meninggalkannya. Pembahasan kedua masuk kepada rukun iman yang kedua yaitu iman kepada nabi dan rasul. Diawali dengan penyebutan sifat wajib yang harus dimiliki oleh para nabi dan rasul, dan dilanjut dengan penyebutan sifat jaiz bagi rasul.

Selepas penjabaran mengenai sifat, lalu disebutkanlah jumlah nabi dan rasul yang berjumlah 25. Pembahasan ketiga mengenai malaikat. Pembahasan dimulai dengan menyebutkan sifat dari malaikat, yaitu tidak memiliki ayah dan ibu serta tidak makan dan minum.

Setelah itu penjelasan mengenai sifat malaikat, disebutkanlah nama-nama dari malaikat. Pembahasan keempat mengenai kitab-kitab suci yang Allah turunkan. Dimulai dengan penyebutan nama dan kepada siapa kitab tersebut diturunkan. Taurat kepada nabi Musa, Zabur kepada nabi Daud, Injil kepada nabi Isa, dan Al-Quran kepada nabi Muhammad. Dan diakhiri pembahasan mengenai kitab dengan penyebutan suhuf (lembaran-lembaran yang bukan kitab) yang Allah turunkan kepada nabi Ibrahim dan Musa. Pembahasan kelima dan keenam dihadirkan dalam satu nadzom yang menjelaskan bahwa iman kepada hari akhir serta qoda dan qodar merupakan kewajiban bagi mukalaf.

Sirahnabawiyah dalam Nadzom

Secara garis umum “Sirahnabawiyah” merupakan perjalana hidup nabi Muhammad baik sebelum diangkat menjadi nabi dan rasul maupun setelahnya. Dalam nadzom Aqidatulawam selain memuat ajaran tauhid atau aqidah, juga memuat kisah perjalanan hidup baginda nabi Muhammad. Penyajiannya dalam nadzom Aqidatulawam dimulai setelah pembahasan mengenai tauhid atau aqidah selesai.

Dimulai dengan bait yang menjelaskan bahwa nabi Muhammad diutus untuk seluruh alam sebagai rahmat dan keutamaan. Pembahasaan selanjutnya mengenai ayah dan ibu nabi Muhammad, orang yang menyusui, dan tempat kelahiran serta tempat wafat.

Baca Juga: Makhluk Penunggu Nisan Kiai Syarqawi

Ayah nabi muhammad bernama Abdullah bin Abdul Mutalib bin Hasim bin Abi Manaf, sedangkan ibunya bernama Aminah. Ketika kecil nabi disusui oleh Halimah As-sa’diyah. Dilahirkan nabi Muhammad di Makkah dan dimakamkan di Madinah.

Selanjutnya disebutkan bahwa nabi menerima wahyu ketika usia 40 tahun sampai kurang lebih usia 60 tahun. Pembahasan selanjutnya mengenai anak-anak nabi, nabi memiliki anak berjumlah 7 (3 laki-laki dan 4 perempuan). Setelahnya masuk kepada pembahasan mengenai jumlah istri nabi, yang berjumlah 9 orang dan paman nabi.

Nadzom ini diakhiri dengan kisah isro dan mi’raj nabi Muhammad. Peristiwa tersebut terjadi sebelum nabi Muhammad melakukan hijrah dari Makkah ke Madinah. Perjalanan isro terjadi ketika malam hari dari Masjidilharam Makkah ke Masjidil Aqso di Baitul Maqdis. Sedangkan mi’raj merupakan perjalanan nabi Muhammad dari Masjidil Aqso di Baitul Maqdis menuju langit untuk bertemu dengan Allah.

Pada pristiwa Mi’roj inilah diwajibkannya umat nabi untuk melaksanakan ibadah solat 5 waktu dari sebelumnya 50 waktu. Selepas nabi isro mi’raj, nabi menyampaikan peristiwa dan ketentuan tersebut kepada umat tanpa keraguan.

Itulah Kajian Tauhid dan Sirahnabawiyah dalam Naskah Nadzom Aqidatulawam. Semoga artikel ini bermanfaat.

Rizki Maulana, Penulis adalah Mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.