Kilatnews.co – KPU tidak meloloskan 6 partai politik baru dalam perhelatan pemilu 2024 nanti. Salah satu politisi lawas yang kini mendirikan partai Masyumi, Ahmad Yani, mengatakan KPU melakukan pembunuhan massal (genocida) terhadap partai.
Namun enam partai tidak lolos verifikasi KPU justru diamini Agung Wibawanto, pengamat sosial-politik. Dia mengatakan, “Jangankan enam, hambok semua partai baru, termasuk yang tidak punya kursi di DPR baiknya tidak usah diikutkan dalam gelaran pemilu, gak apa-apa,” ucap Agung.
Agung malah menyarankan jika mau, partai yang tidak lolos merger saja dengan partai gurem yang lolos.
“Masalahnya apa? Terlalu banyak partai akan membuat pusing rakyat dalam memilih. Beban pembiayaan oleh negara juga besar. Bukankah lebih baik anggaran untuk partai diberikan untuk rakyat miskin dalam bentuk subsidi?” Tambah Agung.
Lebih lanjut, Agung tidak yakin partai baru banyak pendukungnya, “Partai baru gayanya saja yang gede memiliki jutaan konstituen, padahal tujuannya cuma untuk mendapat anggaran dari negara, juga bisa ngumpulkan atau galang dana dari anggotanya juga masyarakat,” kritik Agung.
Menurut Agung, seperti dikutip dari laman fb nya (19/10), hal tersebut sudah menjadi trend baru dan rahasia umum. Partai baru bukan ingin mengabdi dalam perjuangan politik, melainkan sebagai lahan mencari duit dan biar dibilang tidak nganggur saja, tulis Agung dan sudah mendapat izin untuk dikutip.
“Lihat saja banyak partai baru yang tidak jelas ideologinya, tidak jelas target konstituennya. Terlebih, tidak jelas visi misi dan programnya apa. Untuk partai lama saja merasa sulit bisa bisa menembus kursi di senayan. Belum lagi mempertahankan eksistensinya (banyak partai pecah dan bubar).”
Agung melihat fenomena partai politik sekarang ini, “Partai baru yang sekarang ini kebanyakan merupakan pecahan atau sempalan dari yang sudah ada. Lihat saja PKS akan dicomot suaranya oleh Partai Gelora. Begitu juga PAN berebut pemilih dengan Partai Ummat. Juga PBB yang digembosi Partai Masyumi,” tambah Agung.
Dalam proses menuju ke Senayan (kekuasaan), Agung berpendapat bahwa partai lama sudah merasa pendapatan (suara) yang cuma sedikit akan semakin berkurang, “Lantas partai baru kira-kira cuma dapat berapa suara? Jangan-jangan suara hanya dari pengurus, keluarga dan anggota partainya saja,” ucapnya.
Untuk itu menurut hemat Agung, sudah baik jika partai tidak terlalu banyak dan dia sepakat dengan partai model orba, “Sebenarnya saya setuju adanya difusi partai seperti era orba (hanya tiga partai). Terasa lebih ringkas dan stabilitas terkendali,” begitu alasannya.
Namun, Agung menilai agar pemilu tetaplah secara langsung oleh rakyat (one man one vote). “Jika basis ideologinya sama-sama Islam, misalnya, mengapa tidak bergabung saja dengan partai berbasis Islam yang sudah ada? Kenapa ngotot ingin punya partai Masyumi? Ada indikasi ingin mengangkat sentimen masa lalu kah?” Pungkasnya.