Kilatnews.co – Penambangan pasir di dalam area kawasan maupun area penyangga sabuk Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) sampai hari ini masih berlanjut, khususnya di eks Dusun Ngori, Desa Kemiren, Kec. Srumbung, Kab. Magelang.
Perlindungan dan pembiaran terus dilakukan oleh Balai Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) baik di eks Dusun Ngori maupun area lingkar lereng gunung Merapi lainnya terhadap perusahaan penambang ilegal dalam menjalankan aktivitas pertambangannya.
Area lingkar Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) di Kab. Magelang, Kab. Boyolali, Kab. Klaten Jawa Tengah dan Kab. Sleman DI Yogyakarta telah dirusak penambang ilegal yang dilindungi dan diberi keleluasaan oleh para oknum Balai TNGM dan BKSDA. Dan yang paling nyata dan kasat mata adalah kawasan eks Dusun Ngori, Desa Kemiren, Kec. Srumbung, Kab. Magelang, telah ditemukan berbagai kejanggalan dalam aktivitas penambangan yang antara lain sebagai berikut:
- Penambangan dilakukan hanya pada petang hari sampai subuh dan di paginya alat berat telah bersih dari lokasi tambang, aktivitas yang sangat terbuka terkesan adanya pembiaran dan perlindungan terhadap para penambang ilegal dari pengelola Balai Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA).
- Saling lempar pemberian izin operasional tambang antara Pemkab Magelang dengan Balai TNGM dan BKSDA yang menyebutkan bahwa kawasan eks Dusun Ngori Kemiren masih dalam wilayah Kab. Magelang maka pihak TNGM dan BKSDA menyebutkan pihak Pemkab. Magelang lah yang telah mengeluarkan izin tambang terhadap perusahaan penambang ilegal tersebut, namun pihak Pemkab Magelang mengelak telah mengeluarkan izin operasional tambang karena wewenang pemberian izin operasional tambang adalah pemerintah pusat yang diwakili oleh Balai TNGM dan BKSDA DI Yogyakarta sebagai penanggungjawab pengelolaan kawasan Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM).
- Pertemuan antara perusahaan penambang dengan pengelola Balai TNGM dan BKSDA di hotel Grand Ambarukmo pada tanggal 17 – 18 Juni 2021 dengan agenda pembagian area tambang di area lahan hulu Kali Putih dan Kali Senowo secara tertutup tanpa melalui prosedur yang ketat dan tanpa melibatkan unsur masyarakat memunculkan dugaan adanya praktek penyuapan dalam proses pembagian area lahan, dan sudah dipastikan akan menjadi ladang pungutan liar (pungli) oleh oknum pengelola Balai TNGM dan BKSDA kepada para penambang seperti yang dilakukan di eks Dusun Ngori, Kemiren selama ini.
Kejanggalan-kejanggalan yang terjadi diatas telah memunculkan dugaan adanya permainan kong kalingkong antara perusahaan penambang dengan oknum pemerintah berupa perlindungan terhadap para penambang ilegal dengan imbalan per truk sekian rupiah yang diterima oleh oknum Balai TNGM dan BKSDA, saling lempar pemberian izin tambang merupakan kamuflase sebagai strategi pembiaran agar aktivitas penambangan ilegal tetap berlanjut dan pertemuan-pertemuan antara pengusaha penambang dengan Balai TNGM dan BKSDA untuk pembagian area lahan tanpa melibatkan unsur masyarakat merupakan bukti bahwa semua kejanggalan itu merupakan desain pemufakatan jahat yang diskenario dengan rapi.
Jika ini terus dibiarkan dan tidak ada pengusutan terhadap pihak berwenang maka penambangan ilegal dan keleluasaan para oknum pemerintah yang memperkaya diri sendiri telah membuktikan betapa buruknya tata kelola penambangan pasir di area lahan lereng gunung Merapi khususnya di area Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) yang bukan saja terjadi di wilayah Kab. Magelang tapi juga di Kab. Sleman, Kab. Klaten dan Kab. Boyolali.
Pembiaran dan perlindungan aktivitas penambangan ilegal pada malam hari ini bukan saja menjadi tidak terkendali yang akan merusak ekosistem alam, infrastruktur jalan, polusi udara dan suburnya praktek pungli namun juga sangat mengganggu ketentraman masyarakat yang sedang istirahat dengan suara mesin alat berat berupa excavator yang menderu-deru dan hilir mudiknya truk pengangkut pasir melewati jalan desa padat penduduk yang akan menimbulkan kemarahan masyarakat dan membuka potensi konflik horisontal antara penduduk dengan perusahaan penambang.
Keadaan akan semakin parah dengan dikeluarkannya rencana izin tambang di 2 (dua) hulu sungai yaitu hulu sungai Kali putih dan Kali Senowo oleh Balai TNGM dan BKSDA yang akan berdampak menyusutnya sumber mata air bagi masyarakat lereng merapi yang hidupnya menggantungkan dari sumber air pegunungan untuk lahan pertanian dan kehidupan sehari-harinya seperti yang terjadi pada penambangan ilegal di hulu Kali Boyong kab. Sleman yang merupakan lahan konservasi sehingga mengakibatkan menyusutnya sumber mata air bersih di kaki gunung Merapi Kab. Sleman Yogyakarta.
Dampak lain yang bakal terjadi apabila hulu sungai Kali Putih dan Kali Senowo jika tetap mendapat izin operasional tambang maka potensi banjir dan tanah longsor akibat hujan deras bakal menjadi ancaman yang nyata bagi warga desa dikaki gunung Merapi, ketakutan warga terhadap berulangnya kejadian meluapnya aliran lahar dingin seperti peristiwa meluapnya aliran material batu dan pasir di Desa Jumoyo, Kec. Salam, Kab. Magelang tahun 2010 lalu.
Sementara itu instruksi Presiden RI bapak Joko Widodo dan Meteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Ibu Siti Nurbaya Bakar saat kunjugan di kawasan Jurangjero, Kec. Srumbung, Kab. Magelang tanggal 14 Februari 2020 bahwa penambangan dikawasan lereng gunung Merapi harus dikurangi untuk dialihkan dalam sektor ekowisata, namun sama sekali tidak pernah diindahkan oleh pihak Balai TNGM dan BKSDA selaku pengelola wilayah TNGM.
Jika ajakan Presiden RI dan Menteri LHK kepada warga untuk beralih pekerjaan yang berbasis ekowisata dan agrowisata namun pihak Balai TNGM, BKSDA serta instansi pemerintah lainnya tetap memberi izin operasional tambang, membiarkan dan melindugi perusahaan penambangan ilegal sama saja bohong dan omong kosong, tetap saja aktivitas perusakan alam akan tetap masif dan akan membenturkan masyarakat dengan para penambang dilapangan.
Protes dari masyarakat yang berulang kali dilayangkan dan studi telaah dampak lingkungan dari lembaga lingkungan terhadap dampak aktivitas penambangan ilegal dikawasan TNGM sama sekali tidak dihiraukan dan dianggap angin lalu.
Kami, masyarakat lereng gunung Merapi dari Kab. Magelang, Kab. Boyolali, Kab. Klaten Jawa Tengah dan Kab. Sleman DI Yogyakarta yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Lereng Merapi (RLM) telah melayangkan surat pengaduan lanjutan masyarakat kepada bapak Presiden RI beserta jajarannya dengan Nomor : 02/MLM/07/2021, tertanggal 05 Juli 2021 sebagai langkah protes secara tertulis untuk meminta kepada Presiden RI cc. Instansi terkait untuk menindaklanjuti pengaduan kami sebagai berikut :
- Mengusut dan menindak tegas oknum-oknum baik dari Balai TNGM dan BKSDA serta intansi lain yang diduga melindungi, membiarkan, menarik pungli serta menerima suap dalam setiap aktivitas penambangan ilegal di seluruh wilayah area lahan Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) dan sabuk lingkar penyangga TNGM baik di wilayah Kab. Magelang, Kab. Klaten, Kab. Boyolali Jawa Tengah dan Kab. Sleman DI. Yogyakarta.
- Mengusut dan menindak tegas para perusahaan penambang liar yang telah menambang secara ilegal, merusak lingkungan, mengganggu ketentraman penduduk, merusak fasilitas jalan, memberi upeti pengamanan dan menyuap oknum-oknum Balai TNGM dan BKSDA serta oknum instansi lain.
- Membatalkan rencana pemberian izin operasonal tambang di area lahan Kali Putih, Kali Senowo dan area lain di kawasan TNGM dan area penyangga TNGM yang telah disepakati antara perusahaan penambang dengan Balai TNGM dan BKSDA pada tanggal 17-18 Juni 2021 di Hotel Grand Ambarukmo.
- Membekukan seluruh Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) dan pembatalan izin operasional di kawasan lereng Gunung Merapi untuk ditata ulang berdasarkan Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) yang baru guna mengurangi dampak lingkungan yang semakin hari semakin mengkhawatirkan dengan mengacu pada instruksi bapak Presiden RI dan Menteri LHK tentang pengalihan lahan tambang menjadi lahan ekowisata yang telah terbukti memberi kontribusi ekonomi bagi warga sekitar dan pendapatan negara.
- Merombak total struktur organisasi di lingkungan Balai TNGM dan BKSDA DIY dan Jawa Tengah yang bertahun-tahun telah melindungi dan membiarkan penambangan ilegal di kawasan TNGM dan area penyangga sabuk TNGM.
- Meminta klarifikasi kepada Pemkab. Magelang, Balai TNGM, BKSDA DIY dan Jateng, Kementerian ESDM dan BKPM tentang carut marut dan saling lempar pemberian izin operasional tambang di eks Dusun Ngori, Desa Kemiren, Kec. Srumbung, Kab Magelang agar terkuak jelas siapa pihak pemberi izin operasional tambang dan bertanggung jawab atas penambangan ilegal dikawasan tersebut.
- Mengembalikan fungsi kawasan Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) sesuai Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 134/Menhut-II/2004 tentang perubahan Fungsi Kawasan Hutan Lindung, Cagar Alam dan Taman Wisata Alam di Area seluas ± 6.410 hektare di Kab. Magelang, Kab. Boyolali, Kab. Klaten Jawa Tengah dan Kab. Sleman DI Yogyakarta serta UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya sendiri melarang kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan zona inti taman nasional atau yang tidak sesuai dengan fungsi zona tersebut.
- Melibatkan unsur masyarakat setempat dalam setiap perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan dalam pengelolaan Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) untuk saling menjaga, melindungi dan melestarikan lingkungan sebagai tanggung jawab warga negara.
Adapun tuntutan-tuntutan kami diatas, merupakan lanjutan protes masyarakat lereng gunung Merapi yang telah dilayangkan berkali-kali namun tidak ada tindaklanjut sama sekali.
Apabila dalam waktu yang kami tentukan selama 1 (satu) bulan dari tanggal 05 Juli 2021 masih belum ada tindaklanjut dari pemerintah maka kami Aliansi Rakyat Lingkar Merapi (RLM) akan mengambil langkah lanjutan berupa class action dan aksi turun jalan sampai masalah-masalah pertambangan di lereng gunung Merapi dihentikan.
Penulis, Iwan Fathoni, Koordinator Aliansi Rakyat Lereng Merapi (RLM)