Kilatnews.co – Malam ini setelah menonton tayangan talk show Rossy bersama tamunya, Goenawan Muhamad, saya kurang bisa menikmati waktu tidur saya. Mending ngetik menulis apa yang sedang saya pikirkan. Dalam tubuh ini rasanya seperti berkecamuk banyak hal. Bahasa perasaan saya dengan bahasa logika saling bersahut dan saling berbantah. Mengingat kembali semua yang dikatakan Mas Gun. Apa iya?
Atau, apakah saya yang tidak berani menghadapi realita yang ada? Atau, apakah saya yang tidak berani mengakui bahwa selama ini saya keliru? Mungkin juga awalnya tidak keliru, tapi diujung-ujungnya berubah? Saya jadi teringat cerita-cerita horor yang dibawa seorang teman yang memang tidak suka Jokowi. Beralih kepada bayang-bayang teman lain yang juga tidak suka tapi masih tetap percaya dengan Jokowi.
Semua penggalan fragmen ini bisa membuat saya ikutan gila. Belum lagi teman-teman yang bertanya kepada saya apa yang terjadi sesungguhnya? Selama ini saya berusaha tenang tidak terpengaruh suara sana-sini dan tetap yakin pada intuisi saya. Saya adalah seorang yang tidak percaya akan drama Gibran. Maksud saya, awalnya menganggap isu itu hanya framing lawan untuk memecah Jokowi dengan PDIP.
Saya hakul yakin Jokowi dan Gibran pun tidak tergoda untuk itu. Mereka saya anggap orang-orang yang tulus dan loyal kepada partai. Namun kenyataan berkata lain. Pada saat putusan MK muncul, saya masih berharap Jokowi tidak akan mengizinkan Gibran maju. Tapi ternyata tidak juga hingga Prabowo-Gibran deklarasi dan mendaftar ke KPU. Dari situ saya mulai down, harapan tidak sesuai kenyataan.
Baca Juga: Menuju Debat Pilpres, Ganjar-Mahfud Siap Membahas Isu Strategis
Tapi saya masih percaya Jokowi, bahwa pasti ada maksud Jokowi atas semua ini. Maksud yang bertujuan besar yakni untuk keutuhan bangsa. Tapi banyak fakta menunjukkan Jokowi tidak sesuai antara yang diucapkan dengan realitanya, ada apa? Kembali saya masih percaya Jokowi, bahwa ini ada peran negatif dari orang-orang di sekeliling Jokowi dan Jokowi tidak kuasa berbuat apa-apa.
Setingkat grand master pun, seorang pecatur pasti akan mengalami terpojok bahkan mungkin kalah. Tidak mungkin lihai terus, tidak mungkin menang terus. Adakah benar Jokowi sedang tersandera sehingga tidak kuasa menghalangi anaknya nyawapres? Saya masih tetap percaya Jokowi, mengatakan bahwa ia bersikap demikian untuk mengunci Prabowo sekaligus memenangkan Ganjar-Mahfud. Benarkah?
Semakin ke sini, fakta beritanya malah semakin ke sana. Jokowi dan PDIP semakin renggang, dan Jokowi lebih sering bertemu dengan relawan pendukung Prabowo. Lalu sampai kapan saya masih percaya dan membela Jokowi? Coba lihat foto yang saya dapat dari ig nya Erick Thohir, wajah Jokowi begitu murung, tidak bisa ditutupi. Sementara Pak Bas tidak terlihat berada di sekitar Jokowi. Apakah kabinet itu sudah oleng?
Ada yang mendukung Prabowo ada yang mendukung Ganjar. Ada yang selalu mencoba menjilat Jokowi sekaligus menjadi provokator, ada yang memang bekerja dengan sungguh-sungguh. Ada yang masih bisa haha hehe dan ada pula yang meneteskan air mata bersedih. Pak Bas dikabarkan menangis saat bertemu dengan Ganjar, ada apa? Biasanya beliau selalu kocak dan ceria tapi sekali itu terlihat lunglai tanpa tenaga.
Jika orang kemudian diminta jangan heran, jangan kecewa dan marah, setelah drama yang dipertontonkan demikian tidak wajarnya, lumrahkah? Jika tidak ingin pendukungnya kecewa dan marah, lalu mengapa melakukan dan membiarkan semua seperti sekarang ini? Membiarkan diri sengaja untuk dihujat dan dimaki, tentu itu sangat naif karena toh hasilnya apa? Jokowi memang pernah bilang siap tidak populer tapi itu di saat membuat kebijakan.
Ini konteksnya apa? Yang terlihat publik justru keserakahan atas kekuasaan. Saya masih berharap yang baik. Di suatu momen ke depan yang tidak akan lama, Jokowi melakukan pertemuan dengan PDIP terkhusus dengan Megawati. Jika Jokowi bisa mengumpulkan tiga cawapres untuk makan bersama, mengapa dengan partainya sendiri tidak bisa? Apa kesalahan PDIP di mata keluarga Jokowi? Jokowi saya kira harus segera menetralisir situasi ini.
Mengapa? Agar suasana kebathinan publik lebih adem. Terutama bagi tokoh dan publik figur, seperti seniman, budayawan dan influencer yang selama ini selalu di belakang Jokowi dan dijadikan Jokowi sebagai publik speaking. Mereka semakin antipati. Bagaimana saya harus menjawab atau mengajak mereka agar tidak berbalik membenci? Jujur saya tidak bisa membenci Jokowi tapi juga tidak kuasa melarang orang membenci Jokowi.
Situasi ini terlalu sulit. Jika hanya menghadapi nyinyiran kadrun mungkin akan mudah bagi saya mengonternya, tapi ini sulit. Perlu dipahami, bukan kemudian mereka tidak menghargai semua yang sudah dilakukan Jokowi. Hanya tiba-tiba saja mereka dibuat kecewa justru di ujung akhir masa jabatan Jokowi. Tadinya saya membayangkan bakal ada farawel and thanks buat Jokowi secara besar-besaran. Tapi kini apa mungkin?
Sekali lagi, saya masih berharap ada klarifikasi segera dari Jokowi sendiri menjelaskan secara gamblang atas semua drama yang terjadi. Karena jika tidak, luka hati akan lama sembuhnya ketimbang luka fisik. Belum lagi kemungkinan bakal terjadi “pertarungan” dengan teman sendiri. Sementara musuh sesungguhnya tertawa-tawa. Katakan, kami harus bagaimana menyikapinya, pak?
Mengabaikan begitu saja? Anggap tidak terjadi apa-apa? Ini juga “perang” kami, pak. Pertaruhannya bangsa ini ke depan serta nasib anak cucu kami. Kami kurang yakin dengan calon yang punya riwayat pelanggaran HAM berat dan memiliki karakter temperamen dan chauvisman. Meski di situ ada anak bapak. Kami pun belum yakin akan kemampuan orang yang tidak menghargai pihak yang mendukungnya, serta menggunakan aji mumpung demi kekuasaan.
Terlebih kami tidak ingin memilih calon yang didukung oleh kekuatan pengusung khilafah. Makanya, kami juga ingin berkontribusi terhadap bangsa dan negeri ini dengan memilih calon yang tepat. Negeri ini bukan untuk coba-coba apalagi untuk diubah dasar negaranya. Kami lah penjaga nilai-nilai luhur bangsa. Jangan korbankan itu, pak. Kekuasaan memang menggoda, tapi jabatan itu adalah amanah dan sementara. Biarkan kami kawal dan lanjutkan apa yang sudah bapak mulai.
Cintailah kami rakyatmu meski jelata, jangan tinggalkan dalam keadaan terluka…