Belajar Dari Laga Tim Besar di Liga Inggris Tadi Malam
Kilatnews.co – Empat tim favorit langganan the big six liga Inggris berlaga tadi malam. Manchester City tanpa kesulitan mengakhiri perlawanan Brighton dengan skore 3-1. Haaland kembali menjadi momok bagi gawang lawan dengan mencetak dwi gol (memimpin top score sementara).
Disusul laga seru Liverpool melawan tuan rumah Nottingham Forest yang tampil penuh percaya diri di kandangnya meski berstatus sebagai juru kunci. Liverpool menguasai permainan dengan penguasaan bola lebih dari 65%. Keberuntungan tidak berpihak dan Liverpool dihukum oleh gol mantan pemain buangannya sendiri, kalah 0-1.
Tengah malam tersaji big match dua tim besar Chelsea vs Manchester United. Sebagai tuan rumah, Chelsea tidak ingin kehilangan poin menghadapi MU yang tengah on fire. Dengan pelatih anyar mereka, Graham Potter, Chelsea mampu mengimbangi perlawanan agresif MU. Bahkan bisa mencuri gol di menit akhir melalui titik pinalti.
Enam menit waktu tersisa, MU terus menekan Chelsea yang sudah merasa akan menang. Namun perjuangan pantang menyerah MU membuahkan hasil. Sebuah tandukan manis Casemiro memperdaya kiper Kappa. Hingga peluit panjang, Chelsea dan MU harus puas berbagi angka 1-1. MU pun gagal menembus 4 besar menggeser posisi Chelsea.
Liga Inggris memang dikenal ketat. Tim-tim langganan papan atas belum tentu dengan mudah mengalahkan tim paling bawah sekalipun. Contohnya Liverpool yang beberapa hari lalu baru saja mengalahkan City, tapi kalah melawan Forest yang baru sekali memenangkan laga (sebelum bertemu Liverpool). Dominan dalam penguasaan bola bukanlah jaminan sebuah kemenangan.
Beberapa kali tim besar sudah merasakan sakit seperti itu. Menguasai permainan, namun lemah dalam eksekusi di depan gawang. Sebaliknya lawan yang hanya mengandalkan serangan balik tapi efektif dan mampu mencuri gol, akibat kelengahan pemain belakang yang asyik membantu penyerangan. Ini harusnya jadi pelajaran.
Konsentrasi pertahanan di saat menyerang ataupun membangun serangan harus menjadi fokus pemain bertahan. Begitupun saat sudah unggul gol, seperti Chelsea, terutama di menit akhir pertandingan. Keunggulan cenderung membuat tim menjadi lengah. Hanya mengandalkan menumpuk pemain di depan gawang pun tidak akan cukup.
Chelsea dan MU memang masih dalam tahap membangun sebuah tim baru. Mengingat mereka baru saja mengganti pelatih. Tugas Potter dan Erik Ten Hag tentu tidak semudah Guardiola dan Jurgen Klop bersama tim masing-masing yang sudah lama mereka tangani. City masih berada pada track persaingan juara, namun Liverpool sangat jauh dari harapan.
Selain faktor cidera beberapa pemain inti, Liverpool juga dianggap melakukan kesalahan dalam aktivitas transfer pemain. Pertama, mereka fatal melepas Sadio Mane ke Munich. Mane dikenal sebagai ruhnya The Reds selama beberapa tahun terakhir. Pengganti Mane, Luis Diaz dan Darwin Nunez, dianggap belum sebanding. Faktanya Diaz dan Nunez belum banyak berkontribusi untuk Liverpool.
Bagaimana dengan Arsenal yang dianggap pengamat sebagai kuda hitam yang justru tenang memuncaki klesemen sementara. Mereka sebenarnya juga banyak memainkan pemain baru, namun keberanian Arteta sebagai juru taktik dianggap sebagai poin plus. Arteta berani memainkan pemain muda bahkan yang belum punya nama.
Dengan kemampuan merancang strategi di lapangan ditambah semangat tarung pemain muda, menjadi kunci keberhasilan Arsenal. Namun, Arsenal hanya menang melawan tim-tim menengah-bawah. Dan belum teruji dengan tim besar, meski bisa mengalahkan Spurs beberapa waktu lalu. Mereka belum bertemu dengan City, Liverpool dan Chelsea.
Bahkan saat bertemu dengan tim yang sarat pengalaman seperti Manchester United, Arsenal harus takluk 1-3. Gelandang Arsenal yang masih muda dan minim pengalaman, kalah dalam penguasaan bola dengan pemain seperti Bruno dan Erikson di MU. Ini menjadi pelajaran lainnya, bahwa sosok senior dan penuh pengalaman masih dibutuhkan sebuah tim.
Arsenal tidak cukup hanya mengandalkan pemain muda. Ingat, sebenarnya sudah sejak lama Arsenal diberi gelar young gunner (the Gunners). Permainan mereka apik, penuh semangat dan menjanjikan. Namun tidak akan berguna jika tanpa mengangkat trophy. Piala yang sempat mereka dapat baru sekelas tingkat lokal saja. Ini akan menjadi PR bagi Mikel Arteta ke depan.