Antara Jurnalis dan Pahlawan
Oleh: Agung Wibawanto
KilatNews.Co- Para pencari berita terutama di lapangan, adalah sosok penting yang tidak pernah dipandang. Padahal, berkat mereka lah kita di rumah bisa memantau berita sambil tiduran, makan kuwaci atau minum secangkir kopi hangat. Mereka para jurnalis meski sering dicemari oleh oknum wartawan bodrex, harus berjibaku tetap meliput berita dan mengambil gambar di tengah suasana kericuhan yang setiap saat bisa saja mengancam jiwa mereka.
Mereka yang tidak kenal takut, dan seperti tidak lelah bekerja sementara keluarga menunggu di rumah dengan harap-harap cemas. Mereka tidak pernah tersebut pada pemberitaan yang penting dan dibutuhkan masyarakat. Berita yang buruk (meski itu fakta), maka si penulis yang disalahkan dan dibullying.
Baca Juga:
Jujur, memang benar ada oknum jurnalis yang bisa memanfaatkan fungsinya itu untuk kepentingan pribadi. Dan memang juga ada media yang hanya mau memuat berita sesuka seleranya saja.
Terjadi manipulasi dan rekayasa informasi, bahkan tidak netral, tidak independen. Itu tidak dapat dinafikan. Namun tidak semua mereka seperti itu. Banyak juru foto dan peliput yang mati terkena terjangan peluru di saat mereka melakukan liputan di tengah medan pertempuran. Tidak sedikit mereka teraniaya, bahkan nyawa menjadi taruhan terhadap berita “miring” yang tidak disukai oleh orang-orang yang berkepentingan.
Di saat malam kita terlelap di balik selimut tebal dan hangat, di saat itu pula jurnalis harus menaikkan kerah bajunya atau mengancingkan jaketnya agar tidak terserang angin malam yang dingin menusuk, memulai liputan dan menuliskannya. Di saat pagi kita terbangun lalu berolahraga kecil sambil menyantap sarapan roti bakar atau bubur ayam dan jus, mereka justru baru pulang dan terlelap dari lelahnya tugas liputan.
Pekerjaan yang sarat resiko mulai dari serangan jantung, paru-paru basah, ancaman kekerasan fisik hingga pembunuhan. Tentu masih ingat dengan Udin, wartawan Bernas, yang ditemukan meninggal, setelah pemuatan berita sebuah kasus yang melibatkan pejabat penting di Yogyakarta, ketika itu (masa orba).
Baca Juga:
Hati-Hati, Menayangkan Korban Kekerasan Adalah Kejahatan Visual
Adakah masyarakat menganggapnya sebagai pahlawan? Tidak. Ya, biasa saja, bahkan dianggap sebagai bagian dari resiko profesi. Resiko profesi adalah kematian? Siapa yang mau?
Berapa besar penghasilan seorang wartawan peliput? Sangat jauh dibanding karyawan kantor perusahaan, misalnya. Bahkan dengan sesama jurnalis yang hanya duduk di balik meja saja bisa jauh berbeda. Lantas harus menghadapi resiko kematian? Nyatanya mereka, para kuli tinta mau dan merasa siap menghadapi apapun. Itulah tantangan bagi mereka. Itulah keasyikan hidup mereka yang menyerempet bahaya. Mereka hadapi dengan semangat dan penuh keceriaan.
Begitupun, mereka bukan pahlawan bagi masyarakat pemirsa, karena kini masyarakat seperti tidak butuh wartawan lagi (bisa membuat berita sendiri ataupun mendapat akses berita lebih cepat dari pemberitaan wartawan). Bukan pula pahlawan bagi medianya. Hilang satu wartawan tidak masalah karena masih banyak yang mau mengisi posisi kosong di media tersebut. Pahlawan bagi pemerintah, apalagi. Mereka hanya menjadi pahlawan bagi keluarganya, karena menafkahi. Tidak lebih.
Baca Juga:
Saya tetap angkat topi kepala para kuli tinta atas perjuangan mereka. Perjuangan menyampaikan berita. Meskipun bukan dianggap sebagai apa-apa, karena mereka tidak berharap itu. Misi mereka hanya satu, bagaimana menghadirkan sebuah peristiwa kepada masyarakat pembaca/pendengar dengan cepat dan benar (tidak hoax). Itu tanggung-jawab profesi. “Jangan balik kantor tanpa tulisan/berita!” Perintah itu saya ingat betul berasal dari seorang Pemred dan sekaligus mentor saya di awal menggeluti dunia jurnalistik.
Tak terbayang dan jauh dari angan untuk disebut pahlawan, tapi bagi saya, kaum jurnalis adalah pahlawan pemberitaan. Salut dan terima kasih atas dedikasinya yang Istiqomah untuk menghadirkan berita. Tak apa tidak disebut pahlawan, namun saya yakin dalam hati masyarakat akan mengucapkan terima kasih karena sudah memberi manfaat akan kebutuhan mereka untuk mendapatkan informasi. Itu justru hakekatnya seorang disebut pahlawan.