Ibrah Tersirat dari Puisi ‘Berdiri Aku’ Karya Amir Hamzah

Oleh: Marshanda Aprillia

Scroll Untuk Lanjut Membaca
Ibrah Tersirat dari Puisi 'Berdiri Aku' Karya Amir Hamzah

KilatNews.Co Sastra dapat diartikan sebagai ekspresi kegelisahan dan perasaan manusia. Sastra seperti halnya bahasa merupakan fenomena sosial budaya yang melibatkan kreativitas manusia. Karya sastra sesungguhnya merupakan miniatur kehidupan dengan berbagai persoalannya.

Begitupun dengan puisi yang merupakan bagian dari karya sastra. Puisi dapat dibilang hasil imajinasi pengarang yang dituangkan dalam bentuk rangkaian kata-kata indah, yang dapat dinikmati oleh para pembaca, serta dapat memperoleh ibrah dari puisi tersebut.

Puisi sebagai salah satu karya sastra dapat dikaji dari bermacam-macam aspeknya. Puisi dapat dikaji dari struktur dan unsur-unsunya, mengingat bahwa puisi itu adalah struktur yang tersusun dari bermacam-macam unsur dan sasaran kepuitisan. Puisi dapat pula dikaji dari jeni-jenis atau ragamragamnya, mengingat bahwa ada beragam-ragam puisi, pun dapat dikaji dari sudut kesejarahannya, mengingat bahwa sepanjang sejarahnya dari waktu kewaktu puisi selalu ditulis dan selalu dibaca orang.

Sepanjang jaman puisi selalu mengalami perubahan dan perkembangan. Hal ini mengingat hakikatnya sebagai karya seni yang selalu terjadi ketegangan antara konvensi dan pembaharuan (inovasi) Teeuw (dalam Pradopo, 2010:3). Puisi selalu berubah-ubah sesuai dengan evolusi selera dan perubahan konsep estetiknya Riffaterre (dalam Pradopo, 2010:3).

Di Indonesia, terdapat salah satu sastrawan yang hebat, yang dari tangannya telah lahir puisi-puisi yang indah dan menarik, dan beliau berhasil menciptakan puisi-puisi dengan rangkaian kata yang khas Melayu, ia bernama Amir Hamzah.

Amir Hamzah merupakan salah satu sastrawan Indonesia yang dikenal sebagai “Raja Penyair Pujangga Baru”. Secara keseluruhan ada sekitar 160 karya Amir yang berhasil dicatat. Di antaranya 50 sajak asli, 77 sajak terjemahan, 18 prosa liris asli, 1 prosa liris terjemahan, 13 prosa asli dan 1 prosa terjemahan. Karya-karyanya tercatat dalam kumpulan sajak Buah Rindu, Nyanyi Sunyi, Setanggi Timur dan terjemah Baghawat Gita.

Berdiri aku di senja senyap

Camar melayang menepis buih

Melayah bakau mengurai puncak

Berjulang datar ubur terkembang

Angin pulang menyejuk bumi

Menepuk teluk mengempas emas

Lari ke gunung memuncak sunyi

Berayun-ayun di atas alas

Benang raja mencelup ujung

Naik marak mengerak corak

Elang leka sayap tergulung

Dimabuk warna berarak-arak

Dalam rupa maha sempurna

Rindu-sendu mengharu kalbu

Ingin datang merasa sentosa

Menyecap hidup bertentu tuju

Puisi di atas merupakan salah satu dari karya Amir Hamzah yang berjudul ‘Berdiri Aku’. Pada puisi ini, Amir Hamzah mengungkapkan ekspresi jiwanya tentang pemikiran terhadap pencarian makna hidup dan tujuan utama manusia dalam kehidupan ini.

Pengalaman tersebut menjadi gambaran yang melahirkan hasil kreativitas yang berupa karya sastra dalam puisinya yang berjudul ‘Berdiri Aku’. Jika kalian belum memahami makna dari puisi ini, mari kita analisis satu persatu.

Pada bait pertama menceritakan si aku sedang merasa kesepian (senyap yang berarti sepi) pada waktu senja. Camar (hewan yang terbang di laut) yang terbang dan menyambar buih tidak akan mendapatkan apa-apa karena buih benda cair sehingga tidak mungkin dapat disambar. Si aku merasa tidak bisa melakukan apapun. Lalu si aku sedang merasa sedih seperti pohon bakau yang melayah (condong) seperti tidak memiliki semangat untuk hidup karena ia merasa tidak ada yang bisa ia lakukan.

Si aku yang sedang berjuang kemudian terdapat rintangan yaitu seperti dihadang oleh ubur (hewan yang dapat menimbulkan rasa gatal jika dipegang) yang mengembang.

Pada bait kedua, melukiskan keinginannya si aku untuk pergi dari kesepiannya. Lari ke gunung karena gunung lebih tinggi dari pada laut dengan harapan si aku bisa menghilangkan kesepiannya tetapi ia lebih merasa kesepian sampai ia kehilangan arah seperti tidak memiliki tujuan hidup.

Pada bait ketiga ini, si aku merasa semakin terpuruk dan putus asa. Ia merasa seperti elang yang lalai yang mengakibatkan sayapnya tergulung, yang pasti tidak akan bisa terbang dan jatuh, yang berarti ia tidak bisa berjalan dan mengubah nasibnya. Dimabuk warna berarak-arak. Mabuk biasanya disamakan dengan hal yang dapat menghilangkan kesadaran berarak-arak berarti sesuatu yang datang beriringan.

Jadi larik tersebut berarti si aku sedang digoda oleh keindahan alam yang membuatnya tidak ingat dengan masalah yang sedang dihadapinya.

Dan bait keempat menggambarkan kegelisahan jiwanya dengan ungkapan bahwa dalam semua peristiwa yang terjadi merupakan gambaran daripada kehidupan manusia sebagai sesuatu yang sempurna. Perasaan tentang kegelisahan rasa rindu yang mendalam di hatinya dan perasaan untuk mencapai keinginan yang didambakan, yaitu kebahagiaan, dan kesejahteraan dalam kehidupannya.

Dari keempat bait tersebut dapat disimpulkan bahwa puisi tersebut merupakan ekspresi kesedihan yang ditampilkan penyair dengan suasana sunyi. Keputusasaan dalam menjalani hidup sangat tergambarkan dalam puisi tersebut.

Namun, peristiwa tersebut juga merupakan potret atau gambaran mengenai kehidupan manusia, mengenai perasaan tentang kegelisahan, rindu, dan juga keinginan untuk memperoleh kebahagiaan dan kesejahteraan dalam hidup.

Maka, ibrah yang dapat kita ambil dan kita implementasikan dalam kehidupan dari puisi tersebut dalah jika kita mendapatkan permasalahan dalam hidup, kita harus tabah dalam menjalaninya.

Selain itu, semua permasalahan yang telah kita dapatkan merupakan sudah ketetapan dari Tuhan YME. Maka, sudah selayaknya kita menerima semua ini, dan harus percaya bahwa dibalik semua ini Tuhan telah menyiapkan sesuatu yang lebih indah untuk kita.

Marshanda Aprillia. Penulis berasal dari Jakarta Selatan Provinsi DKI Jakarta, sedang menempuh pendidikan di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada proram studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, semester 3.

Instagram : @marshanda_aprillia

Reporter: KilatNews

Tag