Status Kewarganegaraan Ganda di Indonesia, Apakah Bisa?
Oleh: Muhammad Bagas Firdaus
KilatNews.Co – Jumlah besar lalu lintas individu antar negara telah membawa persatuan campuran yang tak bisa terbantahkan. Urusan sekolah, pekerjaan, bahkan perjalanan bisa membawa anak-anak muda yang lahir ke dunia di negara itu dengan cepat mendapatkan kewarganegaraan di negara itu (pedoman ius soli).
Di Indonesia, kewarganegaraan tidak hanya tergantung pada penurunan darah, mengingat UU No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, cenderung terlihat bahwa Indonesia berpegang pada 4 standar kewarganegaraan, yaitu:
- Asas Ius Sanguinis (hukum darah), dapat diartikan dengan berlandaskan terhadap keturunan (bukan negara kelahiran);
- Prinsip Ius Soli (hukum tanah) terbatas. Dalam hal ini, artinya ialah penetapan untuk kewarganegaraan dari seorang individu berlandaskan pada negara kelahirannya yang terbataskan terhadap anak-anak. Hal ini sejalan dengan ketetapan dalam Undang-Undang Kewarganegaraan;
- Asas kewarganegaraan tunggal. Ini ialah asas yang menetapkan kewarganegaraan tunggal untuk tiap individu (lebih dari usia 18 tahun diharuskan untuk memilih); dan,
- Asas kewarganegaraan ganda terbatas ini menentukan kewarganegaraan ganda untuk anak (sebelum memasuki atau berusia 18 tahun). Hal ini berdasarkan pada ketetapan yang termaktub dalam Undang-Undang Kewarganegaraan.
Anak masih mungkin memiliki kewarganegaraan ganda (bipatride), tetapi itu masih merupakan pengecualian. Menurut UU Kewarganegaraan, harus dinyatakan bahwa UU a quo tidak boleh mengakui adanya dwikewarganegaraan. Sekalipun anak hasil perkawinan campuran telah mencapai usia 18 tahun, wajib untuk menentukan status warga Negara, apakah itu warga Negara asing ataupun warga Negara indonesia.
Sebagaimana termaktub pada PP. Nomor 28 Tahun 2019 menjelaskan bahwa hasil dari perkawinan campuran yang lahirnya tersebut ada pada Negara Ius Soli (tidak mendapatkan kewarganegaraan negara Indonesia) dan diharuskan untuk membayar senilai Rp 5.000.000 per permohonan naturalisasi. Sementara itu, untuk kewarganegaraan Indonesia, biaya yang dikeluarkan jauh lebih tinggi, yaitu sekitar Rp. 50 juta. Tidak hanya itu, naturalisasi yang berlandaskan pada perkawinan ini juga dilaksanakan, yang biayanya ialah Rp 15.000.000 per permohonan.. Permohonan kewarganegaraan (naturalisasi) untuk menjadi warga Negara Indonesia ini dapat pemohon ajukan bila dapat memenuhi berbagai syarat sebagaimana di bawah ini:
- Seorang individu yang sudah kawin atau usianya 18 tahun ke atas;
- Sewaktu melaksanakan pengajuan permohonan kewarganegaraan, seorang individu sudah tinggal di negara Republik Indonesia untuk kurun waktu lebih dari lima tahun selama berturut-turut ataupun 10 tahun jika tidak berturut-turut;
- Seorang individu yang sehat secara rohani dan juga jasmani;
- Seorang individu yang mampu berbahasa Indonesia serta paham akan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan juga dasar negara Pancasila;
- Seorang individu yang tidak memiliki rekam jejak pidana dengan ancaman pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau lebih;
- Bila dengan mendapatkan Kewarganegaraan Republik Indonesia, dengan demikian tidak sebagai warga Negara asing lagi atau rangkap;
- Seorang individu yang mempunyai penghasilan dan juga pekerjaan yang tetap; dan
- Memberikan uang atau biaya untuk menjadi kewarganegaraan ke Kas Negara
Berlandaskan pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 ini tidak mengenali adanya kewarganegaraan ganda seperti yang dianut di dalam asas kewarganegaraan tunggal sebagaimana termaktub dalam undang-undang.
Akan tetapi, undang-undang ini juga terkandung juga asas kewarganegaraan ganda terbataskan, sebagai pengecualian dalam upayanya untuk melindungi anak yang sejalan terhadap ketetapan yang termaktub pada Undang-Undang.
Sesudah kawin atau berusia 18 tahun, anak ini diharuskan untuk memilih satu dari dua kewarganegaraan. Adanya kemungkinan dwi kewarganegaraan, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, tidak mewajibkan atau melarangnya.
Untuk kondisi ini, lebih lanjut bahwa kebijakan diberikan pada pihak yang menyusun undang-undang guna nantinya akan diatur berlandaskan pada ketentuan Pasal 26 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu Mengenai warga negara dan penduduk diatur dengan undang-undang.
Menurut Kepala Jendral Kependudukan dan Pendaftaran Umum Dinas Rumah Tangga, Zudan Arif Fakrulloh, Situation telah terdaftar dalam kerangka kependudukan sebagai penduduk Indonesia mulai sekitar tahun 1997 hingga saat ini.
Memikirkan kasus tersebut, Pendidik Hukum Sedunia di Perguruan Tinggi Indonesia, Hikmahanto Juwana, mengatakan bahwa warga negara Indonesia tidak boleh memiliki kewarganegaraan ganda. PP Nomor 2 Tahun 2007 Pasal 31 ayat 1 huruf g. Begitu pula dalam UU Kewarganegaraan dalam Pasal 23 huruf H. Jika berbeda negara, misalnya, AS mempersepsikan kewarganegaraan ganda, ujarnya.
Muhammad Bagas Firdaus. Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Hukum, Universitas Bung Karno